26 : Menggoda Melalui Sentuhan

210 34 10
                                    

Klik'
Blamnnn, suara pintu terbuka, kemudian tertutup. Perth baru saja menutup pintu kamar mandi, tubuhnya hanya di tutupi bathrobe. Berjalan menghampiri lemari lalu memilih baju yang mau dia pakai. Seingat dia, tadi Meen memakai baju kemeja lengan panjang warna Salem dipadukan dengan celana hitam chinos.

Dia akan memakai pakaian yang senada dengan suaminya.

Mengingat hanya ada dia seorang di kamar yang terdengar alunan musik yang indah, Perth melepas bathrobe nya tanpa malu-malu.

Kini, tubuh putihnya bersih tanpa sehelai benangpun. Membelakangi pintu masuk, sehingga dia tidak tahu kalau sekarang Meen menahan nafas melihat istrinya telanjang bulat.

Dia masuk tepat ketika bathrobe itu jatuh ke lantai.

Blamnnn, suara pintu tertutup membuat Perth terperanjat kaget, lantas dia menoleh kebelakang. Dia langsung kelabakan ketika melihat Meen. Jantung Meen bergemuruh seiring dengan desiran darah yang kian memanas, mengalir begitu deras. Darah itu seperti berkumpul di kepala, membuat otaknya mendidih. Lidahnya kelu untuk sekedar berucap.

Seiring dengan letupan hasrat, melihat tubuh indah dan mulus tanpa cela dihadapannya. Bahkan bongkahan semok pantat Perth tampak sangat nyaman untuk ditampar. Sukses membuat jantung Meen berdesir hebat.

Tubuh itu, yang masih suci belum dijamah oleh siapapun. Membayangkan dia akan menjadi pria pertama yang akan memperkenalkan dunia kenikmatan kepada sang istri membuat senyum kebanggaan menghiasi wajah Meen.

"Kakak, kenapa tidak ketuk pintu dulu sebelum masuk? Keluar dulu, adek mau berpakaian." Perth menutupi tubuhnya dengan bathrobe yang dia ambil secepat mungkin. Melindungi tubuhnya yang dia rasa sudah seperti ditelanjangi oleh tatapan liar mata tajam suaminya. Rasa malu dan takut, kini menjadi satu.

Langkah kakinya kian mundur kebelakang. Menoleh ke kanan dan kiri, seakan mencari sesuatu untuk sekedar menepis ketakutan yang saat ini sedang dia rasakan.

Bukannya keluar, Meen malah tersenyum simpul. Langkah kakinya semakin mendekat memajukan tubuhnya yang tinggi. "Kenapa? Bukankah kakak suamimu, dek? Ucap Meen sengaja mendekati Perth. Kata Yai, mereka harus sering-sering melakukan kontak fisik supaya trauma Perth bisa hilang. "Bahkan, tubuh telanjang mu saja, kakak berhak untuk melihatnya dengan bebas," Tambah dia semakin terkikis jarak diantara mereka.

"I- iya, Ta-tapi... Tapi adek belum bisa. Ini mengerikan, adek takut..." Tolak Perth terus memundurkan badan. Dia berusaha tetap tenang namun bayang mengerikan itu terus menghantuinya.

Hingga kemudian, punggungnya menabrak dinding pintu lemari, membuat langkahnya terhenti. Perth sudah tidak bisa kemana- mana lagi. Tubuhnya sudah terjepit antara dinding dan tubuh gagah Meen.

Mata hitam itu terpejam. Air mata mengalir begitu saja menyentuh pipinya. Dia pikir Meen ingin menggaulinya mengingat sekarang ada kilat pada mata Meen, jujur Meen menginginkannya. Satu tangannya memegang erat bathrobe, sementara satu tangannya yang lain, berusaha mendorong tubuh gagah tinggi itu yang kini sudah memepetnya.

Aroma maskulin tubuh gagah itu, menusuk indra penciuman Perth. Untuk sedetik, dia seperti tersihir dengan keharuman yang menggambarkan kejantanan sempurna pada miliknya.

Dorongan Perth seperti tak ada apa- apanya. Tubuh itu tak bergeser sedikitpun. Malah semakin mendekat. Kedua telapak tangan Meen disentuhkan pada pintu lemari tuk memenjara tubuh indah yang kini berada di dalamnya, hingga membuat Perth tak bisa berkutik lagi.

Hembusan nafas Meen, menyentuh daun telinga Perth. Udara hangat yang dihasilkan, membuat Perth merinding seketika.

"Ja-jangan sekarang, kak. Adek mohon..." Pinta Perth masih butuh waktu bagi dia tuk bisa memenuhi kebutuhan lahir Meen.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang