31 : It's You....

173 33 6
                                    


Meen meraba tempat di sampingnya.

"Sayang," Ucap dia dengan suara parau.

Pria tinggi itu membuka matanya dan tidak mendapati Perth disampingnya. Kemudian terdengar gemericik air di kamar mandi.

"Jam berapa nih? Kok dia udah mandi?"

Meen melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 4 pagi.

Tiga menit kemudian keluarlah Perth dengan wajah kusut, pria manis itu memegang perutnya dan sebelah tangan lainnya memegang pinggang.

"Adek habis pup?" Terka Meen melihat cara jalan istrinya.

Perth menggeleng dan berjalan lunglai pada Meen yang sudah duduk. Dia tidak duduk, malah berdiri dan berkata. "Kak, perut adek sakit banget." Jika diperhatikan dengan seksama, dia tampak pucat dan berkeringat dingin.

Meen tertegun, tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Sakit perut? Sakit perut karena mau pup?"

Perth menggeleng, lantas dia naik keatas ranjang dan menghampiri Meen.

"Adek berani sumpah. Sakit banget ini, aduh... kak, perut adek sakit banget kak..." Perth meronta-ronta kesakitan, bibir wajahnya semakin tampak pucat.

"Emang semalam apa yang adek makan." Cemas dia sembari memeriksa suhu tubuh Perth.

"Hanya memakan makanan yang terhidang di meja." Jelas Perth setelah mengingat apa yang dia makan semalam.

Meen semakin khawatir karena Perth kembali merintih kesakitan. Tak bicara banyak, diapun segera bangkit dan hendak mengambil kunci mobil. Dia akan membawa Perth ke rumah sakit.

"Tunggu sebentar ya," Titahnya sambil memakai baju, dia kalau tidur hanya memakai boxer.

Perth mengangguk ringan.

"Apa adek bisa jalan?"

Perth menggeleng masih memegang perutnya dengan erat. Penglihatannya sudah mulai buram.

Perth tidak tahu lagi apa yang terjadi, yang jelas, dia merasakan tubuhnya melayang. Meen menggendongnya lalu keluar dari kamar.

"Mau kemana Meen pagi-pagi begini?" Dia bertemu dengan Mai ketika menuruni anak tangga. Mai dari dapur, habis minum.

Mata Mai langsung membola ketika melihat Perth meringis kesakitan dalam gendongan Meen. Sementara Meen berusaha setenang mungkin walaupun saat ini dia dilanda kepanikan. Di kehidupan sebelumnya hal ini tidak pernah terjadi, atau dia yang kurang perhatian waktu itu mengingat di kehidupan sebelumnya dia jauh lebuh perhatian kepada Ping ketimbang dengan istrinya sendiri.

"Aduh, ya ampun nak, cepat bawa Perth ke rumah sakit. Biar mama yang nyetir." Panik dia saat darah mulai tercetak jelas pada bagian bawah tubuh Perth.

Meen mengangguk, setelahnya mereka berjalan cepat keluar rumah menuju garasi mobil.

"Ma, biar kakak aja yang nyetir. Mama..."

"Gak, biar mama yang nyetir. Mama jamin, kita sampai dengan cepat dan aman."

"Aduh, sakit banget kak..." Perth memegang perut bagian bawahnya karena tak kuasa menahan sakitnya. Dia terus berjuang tuk mempertahan dirinya tuk tetap terjaga. Dia juga merasakan darah keluar dari area intinya semakin banyak.

Rintihan Perth membuat Meen terpaksa mengalah lalu masuk kedalam mobil dengan cepat.

Perth semakin kesakitan.

"Bagian mana yang sakit? Biar kakak elus-elus, hembn."

"Perut aku yang sakit, kak... serasa diputar-putar dan diiris-iris... Tadi di kamar mandi adek juga muntah." Perth menarik tangan Meen ke perutnya. Darahnya masih mengalir sehingga merembes sampai ke celana Meen.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang