25 : Salad Buah

178 36 30
                                    

"Adek yakin mau bantu mama masak? Yakin gak takut ketemu dengan orang lain tanpa kakak temani, hembn?"

Perth berpikir dalam setelah ditanya seperti itu oleh Meen.

"Gak usah dipaksain jika adek gak bisa. Adek di kamar aja istirahat, nanti biar kakak yang bicara sama mama kalau adek..." Perth segera menutup mulut Meen dengan telapak tangannya, dia harus berjinjit untuk melakukan hal itu. Lantas Perth menggeleng, "Jika adek gak membantu mama, nanti Ping bicara yang tidak-tidak tentang adek pada mama." Jelas dia tidak akan dia biarkan Ping memonopoli mertuanya.

Meen mengangguk tersenyum tipis, lalu dia mengecup telapak tangan Perth. "Jika adek kenapa-kenapa, segera temui kakak..."

Perth mengangguk ringan, kemudian dia kaget ketika tubuhnya diangkat oleh Meen seperti menggendong putri raja.

Perth terkekeh geli ketika Meen mencium pipinya berulang kali seraya memeluk erat leher Meen.

"Jika adek risih dengan Ping, maka abaikan saja dia seperti kakak mengabaikan dia." Katanya seraya membawa Perth ke dapur.

"Tapi tadi, di bandara... Kakak menanggapi perkataannya?" Perth tidak mungkin lupa tentang kejadian tadi.

"Iya, tapi itu hanya sekedar basa-basi mengingat keluarga kami berhubungan baik. Lebih tepatnya kakak menghormati orang tuanya."

Degh. Inilah yang Perth takutkan, hanya karena hutang budi, keluarga Meen sampai memaklumi semua perbuatan Ping pada mereka.

Karena geram, akhirnya Perth menggigit pipi Meen. "Adek tidak masalah jika kakak menghormati orang tuanya, tapi jangan sampai hal itu membuat kakak mempercayai semua perkataan Ping. Percayalah, Ping itu jahat... Dia itu cinta sama kakak dan benci banget sama aku. Dialah manusia bajingan yang membuat kakak berubah hingga akhirnya mencintaiku lagi. Padahal sudah aku bilang, jika kakak tak lagi mencintai ku, maka ceraikan saja aku. Tapi nyatanya kakak malah memperkosa aku sampai hamil." Oceh cemberut pada suaminya yang mendengar dengan baik ceritanya.

"Aku gak bohong, semua yang aku katakan itu benar adanya." Gerutu dia kemudian dia menepuk pundak Meen. Kesal dia karena Meen hanya tersenyum.

"Kakak percaya, apapun yang adek katakan kakak pasti percaya, sekalipun adek berkata bohong." Balas Meen malah membuat Perth semakin merajuk.

Cup! Dia mengecup pipi Perth, "Percayalah, suami mu ini akan selalu mempercayaimu." Katanya hanya dibalas anggukan ringan oleh Perth lantas dia mainkan pipi suaminya yang membuat dia sendiri menjadi tertawa.

Sementara Meen, dia hanya bisa pasrah ketika Perth memainkan pipinya. Kedua tangannya masih bertugas menggendong Perth.

⏩⏩

"Untuk hidangan penutup, aku ahlinya ma. Mama serahkan saja padaku. Tapi untuk makanan beratnya juga tidak masalah, soalnya aku bisa memasak segala jenis masakan." Terang Ping percaya diri mengingat dia tamatan Institut Paul Bocuse yang berada di kota Lyon, Perancis dengan program studi Sarjana Hospitality Management. Begitu tamat, dia mengambil program master di International Hospitality Management pada campus yang sama.

Jika dibandingkan dengan Perth, tentu jauh berbeda. Perth hanya tamatan Bangkok University jurusan sastra asing. Namun dia menguasai 7 bahasa asing, oleh karena itulah dia bekerja dengan perusahaan yang bergerak dalam penerbitan buku.

Untuk masakan domestik tentu Perth tidak ketinggalan dari Ping, masalahnya adalah keluarga Meen memiliki lidah internasional. Sehingga mereka jarang memakan makanan lokal.

Mai manggut-manggut, "Kalau begitu menantu kesayangan mama bikin salad ya. Kata Meen, salad buatan adek sangat enak. Mama jadi pengen coba." Ucap Mai jelas saja Meen berdusta mengenai hal itu. Karena sampai sekarang Perth belum pernah memasak untuk Meen. Walaupun di kehidupan sebelumnya sering.

The UnconditionallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang