"Bolehkah kamu saja yang mengakhiri semua ini? Karena aku pastikan, jika aku yang mengakhirinya, aku tak akan pernah sanggup."
***
Suasana sore ini tak seperti biasanya. Langit terlihat begitu gelap, cahaya matahari mulai tertutup awan hitam, hembusan angin yang lumayan kencang mampu membuat tubuh sedikit menggigil karena dinginnya.
Tok tok tok
"Mbak anin, bisa buka pintunya sebentar." teriak Bik Iyas dari luar kamar Nindy.
Nindy yang kala itu tengah mendengarkan musik bergegas membukakan pintu kamarnya.
"Iya bik, ada apa?" tanya Nindy.
Bik Iyas mendekatkan mulutnya ke telinga Nindy lalu membisikkan sesuatu dengan lirih.
"Bibik serius?" Nindy langsung kaget mendengar apa yang baru saja disampaikan Bik Iyas.
Nindy berjalan menuju pintu depan dan dengan segera membuka pintu itu. Tampak seorang laki-laki sedang duduk termenung di teras rumahnya memegangi lutut kaki dan menoleh ke arahnya. Tatapan laki-laki itu begitu sendu dengan baju yang bisa dibilang mulai basah terkena terpaan hujan yang mulai jatuh.
"Kak Nathan ngapain disini?" Nindy mendekati laki-laki itu dan bertanya apa tujuannya datang kemari tanpa memberi kabar terlebih dahulu.
Namun Nathan hanya diam dan terus menatap dalam mata Nindy yang kini sudah duduk dihadapannya.
"Kak Nath? Are you okay?" bisik Nindy lirih.
"Aku udah nggak marah kok, tadi aku cuma iseng aja, ma.." ucapnya terpotong.
Nathan mengecup singkat bibir Nindy, membuat gadis itu membuka lebar bola matanya. Mereka saling bertatapan cukup dalam "Jangan pernah bilang maaf lagi ke gue."
Nathan lalu memeluk Nindy dengan sangat erat, meletakkan kepalanya di bahu Nindy seolah tak ingin melepaskannya. Meskipun masih tak mengerti kenapa kekasihnya mendadak aneh, Nindy tetap membalas pelukan itu dengan hangat. Mengusap punggung laki-laki itu agar lebih tenang.
Nindy ingin melepaskan pelukan Nathan dengan maksud mengajaknya masuk ke dalam rumah terlebih dulu, karena kini hujan mulai semakin deras dan bisa saja membuat mereka basah kuyup apabila tidak segera masuk. Namun Nathan masih bersikukuh menggelengkan kepalanya dan tidak ingin melepas pelukan itu meskipun hanya sebentar.
"Kak Nath hujan, nanti kakak sakit." bisik Nindy lirih di telinga laki-laki itu.
Dengan beberapa paksaan, akhirnya Nathan melepaskan pelukan itu dan berjalan untuk menuju ke ruang tamu.
"Bik, tolong ambilkan handuk di laci ya." ucap Nindy dan langsung di iyakan oleh asisten rumah tangganya itu.
"Kakak kenapa? Ada masalah?" Nindy mengusap tetes air hujan yang sempat membasahi rambut kekasihnya itu.
"Jangan benci gue ya, jangan tinggalin gue." Nathan terus menggenggam tangan Nindy dengan erat.
Nindy yang tak juga mengerti apa yang dimaksud Nathan hanya bisa mengusap pipi laki-laki dihadapannya.
"Kak, aku nggak akan ninggalin kakak, udah ya jangan kayak gini." Nindy mulai mengusap baju dan tangan Nathan dengan handuk yang di berikan Bik Iyas.
**
Nathan yang baru keluar dari toilet untuk mengganti bajunya yang basah mendadak dikagetkan oleh kekasihnya yang sudah lama menunggu di depan pintu."Uang bayar toiletnya mana?" ucap Nindy dengan menengadahkan tangannya ke Nathan.
"Bayar pakai Nathan cukup?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNYI DAN RINDU - SELESAI (SUDAH TERBIT)
Teen FictionBuat kalian yang mau order Sunyi dan Rindu versi buku langsung klik aja link bio di instagram aku ya guys @urs.storyy_ SUNYI DAN RINDU sudah ada versi cetaknya loh guys yuk buruan cek di @urs.storyy_ °°° Mereka adalah dua manusia yang dipertemukan k...