BAB 12 | Bukti

850 88 8
                                    

"Aku mencintaimu dalam keadaan apapun. Jika suatu saat aku meninggalkanmu, percayalah itu karena dua kalimat pertama."

***

Sepulang sekolah tanpa berfikir panjang, Vanya langsung memberi pesan kepada Kenzo untuk menemuinya di melati kafe. Tempat yang tak terlalu jauh dari sekolah. Sudah sekitar lima belas menit Vanya menunggu di kafe itu tapi Kenzo tak kunjung datang juga. Suasana mulai dingin, langit mulai berubah menjadi gelap tertutup awan hitam. Vanya mulai mengusap kedua lengannya karena dingin. Dengan mata yang terus tertuju ke luar jendela melihat rintik hujan yang mulai jatuh membasahi halaman kafe itu.

"Udah gue bilang kan, selalu bawa jaket." Kenzo yang entah darimana arah datangnya tiba-tiba menyelimutkan jaketnya ke pundak Vanya dengan lembut.

"Eh?" Vanya hanya bisa meraih jaket itu karena cuaca kali ini memang sangat dingin.

"Jadi lo mau tanya apa? Soal night party itu?" Tanpa berbasa-basi lagi, Kenzo langsung mengatakan apa yang difikirkan gadis dihadapannya.

Vanya menatap Kenzo dengan serius, "Lo kan, cowok yang ada di foto itu?"

Kenzo tersenyum tipis mendengar pertanyaan gadis itu, "Ternyata lo masih suka perhatiin gue."

Dengan cepat Vanya memutar bola matanya dengan kesal dan membuang nafas panjang.

"Jawab aja nggak usah terlalu percaya diri, bisa?"

"Iya iya. Kenapa sih lo masih kesel aja sama gue kan gue udah minta maaf sama lo, Van!" Kenzo memegang pergelangan tangan Vanya yang langsung mendapat penolakan dari gadis itu.

"Gue nggak suka basa-basi, jadi jawab aja iya atau bukan?" Vanya menatap Kenzo dengan tegas.

"Iya itu gue tapi bukan sama Nindy." Kenzo membuang nafasnya dengan kesal.

Vanya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Menyeruput segelas matcha latte dihadapannya, "Udah gue duga, siapa cewek itu?"

"Stevy. Awalnya dia emang mau menjebak Nindy tapi entah gimana ceritanya malah dia sendiri yang terjebak sama permainannya."

Vanya hanya bisa membuang nafas panjang sambil menggelengkan kepala saking herannya.

"Dan lo cuma diam aja nggak mau speak up apapun gitu di twitter." Vanya sedikit menggebrak meja karena emosi yang sudah meluap-luap. Beberapa pengunjung kafe bahkan sampai berbalik memandang ke arah mereka. Vanya berdiri dan berniat untuk meninggalkan tempat itu. Namun dengan cepat Kenzo menarik lengan Vanya, membuat ia kembali duduk pada tempatnya.

"Gue tau gue salah, makanya gue mau memperbaiki semuanya." Kenzo menatap Vanya dengan serius.

"Caranya?"

"Gue bakal bilang ke Pak Reyhan kalau cewek di foto itu bukan Nindy."

"Apa alasan lo belain Nindy? Bukannya lo juga terlibat dalam rencana Stevy?"

"Karena Bang Dirga! Gue baru tau kalau ternyata selama ini gue sekolah dengan pembiayaan dari dia. Gue pikir ini semua beneran murni beasiswa yang gue dapet dari sekolah tapi ternyata semua itu karena Bang Dirga. Setelah tau itu, gue beneran nyesel karena udah bikin dia celaka."

"Maksud lo?"

"Gue yang udah bakar tempat itu, tempat yang seharusnya bikin Bang Dirga, Nathan dan Juan tewas tapi nyatanya cuma Bang Dirga yang jadi korban."

Vanya terlihat sangat terkejut mendengar kebenaran yang disampaikan Kenzo kepadanya. "Gue nggak nyangka seorang Kenzo Al Ghifari adalah pembunuh sahabatnya sendiri."

SUNYI DAN RINDU - SELESAI (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang