Bab 7 | Benci atau Cinta

912 86 23
                                    

"Jika tidak ada orang yang tidak pernah berbuat salah, maka memaafkan adalah bentuk dari mengurangi kesalahan."

***

Hari ini beberapa kelas sedang sedikit gaduh, karena semua guru sedang mengadakan rapat dan kelas menjadi kosong. Meskipun suasana kelas begitu gaduh, Nindy sama sekali tak menghiraukan mereka. Dia hanya duduk termenung meletakkan kepalanya di atas siku yang ia lipat di atas meja.

"Nin, lo masih sakit? Padahal kita baru mau jenguk lo hari ini." Sherrin memegang bahu Nindy dengan lembut. Namun tak ada jawaban dari gadis itu. Yasmine lalu menyenggol siku Sherrin agar mengulang pertanyaannya kembali. Sherrin hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia tak lagi punya keberanian melihat Nindy yang hanya diam tak memberi respon apapun.

Nindy mengangkat kepalanya, mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan cepat.

"Gue izin ke kamar mandi sebentar." Nindy berjalan ke kamar mandi tanpa menghiraukan jawaban dari temannya.

"Tuh anak kenapa sih?" tanya Yasmine penasaran.

"Biarin aja dia sendiri dulu." Sherrin membereskan beberapa buku yang berantakan di atas mejanya.

Di kamar mandi, Nindy kembali menangis, mengingat semua orang yang dekat dengannya dan yang dia percaya bahkan tak ingin memberi tau kebenaran apapun soal kakaknya. Dia merasa semua orang dengan sengaja membohonginya seperti orang bodoh. Setelah dirasa cukup, Nindy memutuskan keluar dari kamar mandi dan hendak kembali ke kelas. Namun ketika membuka pintu kamar mandi dia justru dikagetkan oleh Nathan yang sudah berdiri menunggunya.

Tanpa melirik ke arah Nathan, Nindy sesegera mungkin mengambil langkah untuk pergi dari sana. Namun dengan cepat Nathan menarik lengannya "Dengerin gue sebentar!"

Nindy berbalik, ia melepas genggaman tangan itu dan kembali berjalan meninggalkan Nathan. Nathan yang tak pantang menyerah, ia langsung mengejar Nindy dan menghentikan langkahnya.

"Lo harus denger dari sudut pandang gue Nin, bukan gue pelakunya." jelas Nathan dengan tegas.

"Lalu siapa?" Nindy mendongakkan wajahnya menatap tajam ke arah Nathan.

"Gue.. Gue juga belum tau tapi akan segera.."

"Udahlah kak aku capek, berhenti jelasin apapun." Nindy dengan cepat memotong perkataan Nathan.

Nathan kembali menggenggam tangan Nindy, memohon agar dia mau mendengarkannya sekali lagi.

"Please, lo udah janji gak akan ninggalin gue kan? Percaya Nin, bukan gue yang ngelakuin itu."

"Terlepas kakak atau bukan pelakunya, kalau Kak Nathan nggak ngajak Bang Dirga ketemuan waktu itu, mungkin sekarang aku nggak akan hidup sendiri seperti ini Kak." Nindy mulai kembali menangis di depan Nathan, membuatnya sangat tidak tega melihat gadis itu.

"Apa alasan Kakak melakukan itu? Karena Kak Zhara? Untuk membalas dendam soal kematian Kak Zhara yang kakak fikir itu semua karena Bang Dirga, iya?" Nindy sedikit berteriak di depan Nathan. Kebetulan lorong sekolah itu tak terlalu ramai oleh anak yang lewat.

"Udahlah Kak, kita udahan aja. Aku nggak sanggup terus berhadapan sama Kak Nathan. Oh iya, emang dari awal kita nggak pernah beneran jadian kan ya? Aku hanya bahan taruhan dan alat buat balas dendam kan, haha. Selamat ya, kakak berhasil. Congratulations!" Nindy masih terus menangis dan meraih tangan Nathan untuk menjabat tangannya. Nathan menggelengkan kepalanya, terus menggenggam tangan Nindy dan tak ingin melepaskannya. Namun gadis itu terus berusaha melepas genggaman itu.

"LEPAS KAK!!" teriak Nindy.

"DIEM! DIEM DAN DENGERIN GUE JELASIN SEMUANYA!" Nathan yang terbawa emosi jadi berbicara dengan nada yang tinggi.

SUNYI DAN RINDU - SELESAI (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang