Segitiga Sembarang - Achmad Muzaki Hidayat

17 0 0
                                    

"Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.", pungkas pak Abdul dalam agenda ekskul siang ini. Murid–murid berhamburan keluar kelas, ada yang pulang, ada yang mangkal di kantin, menyisakan dua orang didalam sepi, yang sepertinya mengalami gejolak hati.

"Gak pulang, Sa?" Tanya Harry pada akhirnya. "Eh katanya mau ngomong sesuatu? Gimana sih?". Pecahlah obrolan antara keduanya, mengalir mengembara tak terkira, hingga sampai di moment yang tepat, Harry pun memberanikan diri mengungkapkan rasa, rasa yang telah begitu lama menyiksa, dan begitu lama pula hampa menyertai penantiannya.

Tepat pengungkapan selesai terucap, Vinia datang begitu saja, menyambar tangan Lisa, menggandengnya keluar tanpa memberi kesempatan keduanya untuk membalas 'pengungkapan' yang mengagetkan.

"Vin, tahu nggak sih?, tadi itu lagi penting banget, main slonong masuk aja, tiba-tiba seret-seret aku lagi.", panjang lebar protes Lisa. "Memang tentang apa sih?, nggak baik tahu berduaan di dalam ruangan kayak gitu!", "tau, ah!", protes dibalas ketu. Begitulah obrolan mereka berlanjut tanpa memperdulikan perasaan Harry yang sedang pasang surut, menanti jawaban dari sang 'Sinta' dengan wajah cemberut, mengalihkan rahasia yang tak terduga, bahwa mereka terlibat dalam cinta segitiga.

***

Angin dingin yang menjadi tanda bahwa waktu malam akan segera tiba, menambah derita yang selama ini menerkanya, menunggu jawaban dari kegelisahan yang tiada pungkasnya.

"Kring!!!", bunyi ponsel Harry, memecah lamunan dan keheningan yang sedari tadi menghantuinya tanpa henti. Tanpa pikir panjang, diangkatlah panggilan tersebut yang ternyata berasal dari Vinia. "Ya, Vin? Gimana?", sapa Harry. Ribuan basa-basi pun di lontarkan hingga sampailah pada intinya. "Oh iya Harr, tadi kamu sama Lisa berduaan di kelas lagi bahas soal apa sih? tadi kata Lisa sih 'penting banget', jadi kepo deh akunya pengen tau apa itu 'penting banget' nya kalian, soalnya tadi aku kan datang, terus tanpa izin aku culik Lisanya, aku ngerasa berdosa banget jadinya". "Nggak kok, tadi cuma lagi bahas-bahas soal kelas ekskulnya pak Abdul." jawab singkat padat dan penuh kedustaan di dalamnya. "Oh itu, cuma masalah kayak gitu, aku kira masalah yang penting banget, banget, banget, sampai Lisanya ngamuk-ngamuk nggak jelas macam ibu gorila yang lagi PMS.

***

"... macam ibu gorila yang lagi PMS."

"Tapi apa iya cuma masalah ekskul doang si Lisa bisa marah-marah nggak jelas kayak gitu, kan nggak logis banget?.", batin Vinia ketika mendengar jawaban dari Harry yang ia rasa kurang 'ngeh' diantara sebab dan akibatnya.

"Ya udah Her, kayaknya udah malam nih, takut mengganggu aktivitasmu, lagian aku juga udah disuruh tidur sama nyokap. Udah ya, bye.", tutup Vinia mengakhiri percakapan yang berlangsung lumayan lama. Vinia melanjutkan 'ritual' sebelum tidurnya, lalu tidur di atas empuknya ranjang yang hangat diantara dinginnya angin malam.

***

Remang-remang gerimis di pagi hari, bagaikan sambutan yang hangat untuk hari ini, terlelap dalam sunyi, di bawah alam mimpi, di dalam rangkulan selimut Lisa yang nyaman pagi ini, hingga tanpa ia sadari bahwa matahari kini kian meninggi, hanya saja ada awan yang menutupi.

Sehingga bumi pun berbaik hati, memberikan gerimis di dalam remangnya kamar Lisa, gerimis yang jatuh tepat di muka, dari sang ibunda yang sedikit murka.

"Lisa!!!." Satu-satunya suara yang dapat menyadarkan Lisa dari zona nyaman yang diberikan selimut panda favoritnya. "Iya bund, ini Lisa udah mau selesai siap-siapnya kok", jawab Lisa yang masih setengah sadar. "Siap-siap gimana? Orang buka mata aja belum", sangkal ibunya sembari menunjuk ke arah jam yang bertuliskan 08:30, mengisyaratkan bahwa sudah terlambat tiga puluh menit untuk berangkat ke sekolah.

Padma Amerta: Antologi Cerpen MA An-Nawawi Berjan PurworejoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang