Jam dinding menunjukkan pukul 3 dini hari. Hembusan angin menembus jendela kamar seorang gadis yang tengah tengadah sujud kepada Sang Pencipta. Malikha Naililizzah, sudah biasa ia lakukan sejak kecil. Beribu bait untaian cinta dalam putaran tasbih yang ia bumikan sedang ia langitkan. Bibir mungilnya berkomat-kamit, entah apa yang ia layangkan.
Di keheningan malam yang dipenuhi lengkingan suara jangkrik-jangkrik , Hembusan angin dingin sejuk mendamaikan, langit malam yang penuh dengan bintang-bintang di tengahnya terdapat lengkungan sabit nan elok . gadis itu tengah memandangi langit malam dibalik jendela kamarnya dan merasakan kedamaian penghujung malam dengan duduk di pinggir ranjangnya. Wajah yang setiap pasang mata melihatnya pasti akan merasakan ketenangan bak bercahaya, berkulit putih bersih, bibir ranumnya tertarik tipis manis, hidung bangir, mata belok nan bening.
"Malikhaaa...", diriku terkejut kaget. Terdengar suara sayup memanggilku setelah kulirik sampingku ternyata, Nisa yang baru terbangun. Ia mencoba mendudukkan tubuhnya kepalanya masih mencari posisi yang pas dikepala ranjang. Semalam setelah kami berdua pulang dari jalan-jalan, kupaksa ia menginap di rumah mumpung pondok pesantren masih libur.
"Apa, Sa?", tanyaku. Sudah terbiasa bagiku melihat kejadian unik seperti ini di pondok namun sampai sekarang diriku masih saja terkejut.
"Jam berapa?", tanyanya yang masih menerjap-nerjapkan matanya.
"Setengah empat kurang sepuluh, Sa", ia langsung bangun dan berjalan ke arah pintu sejurus kemudian kuambil Al-Qur'anku di nakas dan mulai kulafazkan bait-bait indah kalamullah dengan tartil. Kulihat Nisa memasuki kamar dengan wajahnya yang basah karena mengambil wudhu, Ia segera sholat setelah selesai ia duduk di sampingku yang masih muraja'ah.
"Malikha, apa kamu pernah mencintai seseorang?", tanyanya tiba-tiba, kuhentikan bacaanku dan kujawab.
"Pernah"
"Dengan siapa?'', tanyanya lagi.
"Abah dan ummah", jawabku tertawa kecil. Kulihat bibirnya cemberut seolah diriku salah menjawab.
"Ya, maksudnya selain abah dan ummahmuuu!", teriaknya dengan suara cempreng khasnya. Kugelengkan kepalaku dan tersenyum kecil padanya.
"Kalau menurutmu apa itu cinta?", pancingnya tak mau kehabisan topik. Kukerutkan alisku sebentar dan kuletakkan Al-Qur'anku di nakas.
"Cinta? Entahlah, merasakannya pun entah, aku belum tahu. Tapi, Menurutku cinta adalah suatu rasa yang setiap manusia pasti memiliki dan merasakannya, entah itu sedikit atau banyak. Cinta itu harus dijaga untuk sesiapa. Kalo kata Tere Liye nih, cinta itu hanya sebuah kata, sedangkan mencintai adalah kata kerja. Jadi, cinta itu tidak hanya butuh sebuah kata-kata tapi perlu tindakan untuk membuktikannya. Dan satu lagi, Kalau hati kita punya cinta dalam hidup, hati kita akan mudah terarah. Mungkin seperti cinta kepada Allah", jawabku tenang dan tersenyum kepadanya. Kulihat Nisa masih memikirkan jawabanku sambil mangut-mangut. Ia melihatku dengan tatapan yang sulit kumengerti .
"Malikha, kamu pernah seseorang atau jatuh cinta mungkin? Perlu digaris bawahi selain abah dan ummahmu"
"Entahlah. Apakah definisi jatuh cinta adalah ketika dua orang saling bertatapan, jantung mereka berdebar seolah ada rona dan desir letupan-letupan dalam hati?", tanyaku. Nisa hanya diam tak bergeming seketika anganku menyusuri lorong waktu yang pernah kulalui.
Flashback on
Hari Minggu, hari super sibuk mengalahkan hari-hari biasa. Ummah mengajakku pergi membeli kekurangan kitab fikih yang kemarin dibeli. ummah memang sosok pecinta ilmu dengan kutubussalafi-nya. Idenya selalu dipenuhi dengan hal-hal baru.
"Nduk, satu kerdus itu isinya kitab-kitab fikih. Pun tak bayar, tolong bawakan ke mobil ya!", ummah masih mengobrol dengan temannya dulu semasa di pondok. Mungkin ini alasannya mengapa ummah memintaku pergi lebih dulu.
"Nggeh, mah", dengan santai aku berjalan ke arah parkiran membawa satu kardus yang kuangkat setara dengan dadaku. Mataku berkeliling mencari sebuah mobil putih. Kulangkahkan kakiku kerah pojok kutemukan mobilku di sebuah pohon yang rindang. Kuketuk kaca pintu pengemudi, orang di dalamnya pun membuka kacanya.
"Pak, tolong bukakan bagasinya, nggeh!"
"Nggeh, mbak", bapak supir itu segera turun dan membuka bagasi.
Setelah kuletakkan kardus ke dalam bagasi, kududukkan tubuhku di belakang pengemudi tak perlu waktu lama ummah datang dan langsung masuk duduk di sebelahku.
Saat mobilku melaju melintasi toko buku, aku meminta kepada ummah untuk mampir sebentar membeli buku yang kuidamkan beberapa bulan lalu. mulanya ummah memaksaku ikut tapi, Ku berdalih agar ummah tidak terlalu lelah akhirnya menurut dan menunggu di parkiran mobil. Kulangkahkan kakiku memasuki toko buku. Kususuri satu persatu rak buku. Kakiku tertambat pada salah satu rak yang berisi buku-buku karangan penulis favoritku. Kupilih tiga buku dan segera kubayar ke kasir saat memutar tubuh dan beranjak pergi seseorang tanpa sengaja menabarakku. Tiga buku yang didekapku jatuh berserakan.
"Maaf", ujar lelaki itu sambil merunduk memunguti buku.
"Tidak masalah", tukasku. Degg.. seketika mata kami bertemu. Sejenak jagatku berhenti, seperti ada hal berbeda yang aku rasakan. Debaran jantung yang begitu kencang dengan desiran hati seperti sebuah letupan. Baru kusadari, ternyata ia kakak kelasku, namanya; Muhammad Asyfaq Ubayyu Azji. Kemarin Nisa bilang ia tengah kuliah di Al-Azhar Kairo, mungkin ia sedang liburan. Jagatku kembali berputar ku pungut bukuku dan langsung berdiri kuanggukkan diri tersenyum menunduk lantas pergi. Kulirik sebentar ia masih jongkok kemudian segera bangkit mengantri membayar bukunya.
Flashback off
"MALIKHHAAA...", suara cempreng Nisa menyadarkan lamunanku.
"Ehh..."
"Hayo, ngelamuni apa? Siapa sih orangnya?", godanya.
"Apaan sih, enggak!", tukasku. Kulihat jam dinding yang menunjukkan pukul 04.00
"Yuk, pergi ke masjid sebelum ummah menghampiri kita!", ajakku.
"Yaudah, yuk!", rengeknya. Bibirnya cemberut seolah ingin tau apa yang aku lamunkan.
Kami berjalan berdua berangkat menuju masjid embun dingin menyapa kami. Dalam batinku, semoga diriku dipertemukan kembali dengannya. Eh, mikirin apa sih, Malika! Saat ini, cinta tidak cukup penting dalam hidupmu. Perihal jodoh, itu telah di tentukan oleh yang Maha Kuasa. Yang perlu kamu pikirkan sekarang; ilmu. Ayolah, Malikha! Bukankah ilmu harus dicari dan dipirkan?
Writer: Ikmalani Nurossaidati
KAMU SEDANG MEMBACA
Padma Amerta: Antologi Cerpen MA An-Nawawi Berjan Purworejo
ContoPadma Amerta; sebuah antologi cerita pendek yang terdiri dari 28 karya siswa-siswi MA An-Nawawi Berjan Purworejo Jawa Tengah. Judul ini diambil dari bahasa Sansekerta. Kata "Padma" berarti teratai, sedangkan "Amerta" yang berarti abadi. Sesuai denga...