Demi Cita Sang Anak - M. Muflih Ali Yafi

7 0 0
                                    

Kelas demi kelas silih berganti menaiki panggung khataman akhir tahun. Malam ini adalah malam yang di tunggu-tunggu para santri, walaupun hanya sekedar gladi bersih untuk persiapan khataman akhir tahun besok lusa. Aku tak sabar menunggu giliran kelasku di panggil. Semakin lama menunggu, badanku terasa sangat lelah karena kegiatanku hari ini yang banyak. Hanya kurang empat kelas lagi sebelum giliran kelasku di panggil. Tiba-tiba, ada seseorang menepuk pundakku, yang tak lain adalah Pak Asna, wali kelasku. Entah mengapa, Pak Asna mengajakku kembali ke asrama. Pikiranku berkecamuk memikirkan perihal apa Pak Asna mengajakku untuk kembali ke asrama.

Tiba di depan asrama, aku langsung memperhatikan orang-orang yang ada di teras asrama. Disana terdapat pengurus pondok dan satunya Om Chamid, pamanku. Aku pun langsung menghampiri Om Chamid yang juga menyambutku dengan senyum. Om Chamid berkata "Siapkan pakaianmu secukupnya, ikut pulang Om Chamid sekarang." Aku hanya menjawab dengan anggukan singkat. Sembari berjalan menyusuri Lorong menuju kamarku, otakku mencoba berpikir keras untuk menerima kenyataan tentang ibuku.

2 tahun lalu (15 juli 2010)

"Mas Ali!!! Apakah barang-barangmu yang akan dibawa ke pondok sudah siap semua?". Tanya ibu sedikit berteriak, karena memang jarak antara kamarku dan kamar ibu agak berjauhan. "Insha Allah sudah bu. Nanti tinggal berangkat saja". Jawabku sambal mengecek kembali barang-barangku. Hari ini adalah hari pertamaku masuk ke pondok untuk meneruskan menimba ilmu. Sebenarnya, aku sudah pernah mondok di Pondok Pesantren Tahfidz dekat rumahku. Namun, setelah lulus dari Madrasah Tsanawiyah atau Sekolah Menengah Pertama, aku memutuskan untuk keluar dan mencari pondok yang agak jauh dari rumah. Setelah mencari informasi tentang Pondok Pesantren yang aku inginkan, aku pun langsung mendaftarkan diri di Pondok Salaf yang terletak tak begitu jauh dari rumahku. Walaupun hanya membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai di pondok itu.

Jarum jam menunjukan pukul 10:00. Maka, aku harus berangkat ke pondok sekarang juga. Dengan diantar oleh ayah, ibu, adik, dan pamanku. Di sepanjang perjalanan aku hanya sibuk dengan pikiranku sendiri. Tak ingin rasanya aku menanggapi candaan yang dikeluarkan oleh ayah. Aku membayangkan akan seperti apa nanti disana. Berada di tengah-tengah keramaian orang-orang asing, lingkungan baru, dan suasana yang berbeda pula. Apakah aku dapat mengubah nasibku esok dengan masuk di pondok ini? Entahlah. Aku tak akan terlalu memperdulikan perihal nasib.

Suasana ramai menyambutku ketika sampai di pondok. Tak heran, ratusan santri dari berbagai daerah datang di hari ini juga. Matahari yang tak malu-malu untuk menampakkan diri tepat di atas kepala menjadi saksiku memantapkan diri dengan niat baru memulai langkah menuju kebaikan yang kucari. Tak henti-hentinya aku menatap setiap bangunan, orang-orang yang berlalu lalang, dan kendaraan yang terpaksa berhenti akibat banyaknya para pejalan kaki yang menyeberang jalan. "Jaga kesehatanmu, fokus dengan ngaji, sekolahmu, dan tak usah memikirkan yang nggak perlu dipikirkan. Apa pun yang menurut mas ali baik, ya dilakukan. Ibu percaya mas ali sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk". Nasihat ibu sebelum meninggalkanku di pondok. "Iya bu, doakan saja yang terbaik buat Ali". Jawabku singkat. Ayah hanya mengangguk-angguk ikut membenarkan nasihat ibu. Ayahku memang tipe orang yang tidak banyak bicara dan juga tidak suka ribet. Aku mencium tangan keduanya dan memeluk ibu erat. Terbayang aku akan bisa bertemu kembali dengannya satu tahun lagi.

1 tahun kemudian

Aku tak sabar menunggu hari esok datang. Besok adalah liburan pertamaku di pondok. Walaupun hanya 1 bulan, tapi lumayanlah untuk mengobati rasa rindu dengan keluargaku di rumah. Tak banyak barang yang akan kubawa pulang, hanya barang-barang yang sudah tak terpakai. Semuanya sudah kusiapkan dari kemarin dan besok tinggal berangkat.

Di sepanjang jalan aku hanya membayangkan bagaimana ketika nanti sampai di rumah. Tak terasa aku dapat melewati 1 tahun ini dengan cukup baik, dan tak disangka aku mendapatkan rangking di kelas. Walaupun hanya rangking 3,namun itu adalah pencapaian pertamaku bisa mendapat peringkat yang baik setelah 4 tahun lalu aku tidak pernah mendapatkan peringkat.

Padma Amerta: Antologi Cerpen MA An-Nawawi Berjan PurworejoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang