Zeyna's Story - Salwa Mafaatikhu Lailatur Ru'ya

6 0 0
                                    

Sinar matahari mulai masuk melewati celah jendela kamarku dengan atasan putih bawahan abu-abu juga kerudung putih yang senantiasa kupakai dan tak ketinggalan dasi yang terkalung rapi dikerah baju aku siap berangkat sekolah. Namaku Zeyna Deynara Kana, usiaku genap 17 tahun saat ini, aku bersekolah di SMA Bina Husada, salah satu sekolah ternama yang ada di Bandung. Orang tuaku meninggal 10 tahun yang lalu, karena kecelakaan, dan kini aku tinggal di panti asuhan, aku mempunyai sahabat bernama Alita Syakira ia selalu menemaniku di saat susah maupun senang, di saat semua memandangku dengan sebelah mata Alita yang benar-benar tulus berteman denganku.

Hari ini adalah hari pengumuman hasil Try out kemarin, kulihat di papan pengumuman tertempel kertas yang berisikan nama siswa dan rangking yang mereka dapat dari hasil Try out. Perlahan kubaca satu-persatu nama siswa yang berada di urutan teratas. Daftar teratas menunjukkan namaku di peringkat pertama. Di bawah namaku ada Danu, dan peringkat ketiga Lita. Tak disangka aku bisa menduduki rangking pertama yang belum pernah aku capai sebelumnya. "Aku harus segera menceritakan ini ke Lita, dia pasti senang", gumamku dalam hati.

Dengan langkah senang, aku berjalan memasuki kelasku yang disambut dengan banyak tatapan mata yang tak bisa kuartikan sama sekali. "Ada apa ini, kenapa mereka semua menatapku seperti itu, apa yang salah denganku?"

Perlahan kulangkahkan kakiku melewati mereka dengan bisikan yang tertuju padaku. Beruntungnya aku tak memedulikan perilaku mereka. Bahkan aku sudah terbiasa diperlakukan seperti ini oleh teman-temanku. Mungkin karena aku anak yatim piatu miskin yang tidak pantas bersekolah di sini. Mataku langsung tertuju pada sosok perempuan yang duduk menyendiri di bangkunya. Pandangannya kosong menghadap keluar jendela. Kuhampiri ia dan duduk di bangku kosong yang berada di belakang Lita.

"Hey, Lit! Aku punya kabar gembira", ucapku ramah, ia pun menoleh kepadaku.

"Oh iya, peringkat pertama kan? Selamat ya", ucap Lita menyalami tanganku lalu kembali menatap jendela. Ada apa dengan semua orang? Lita bahkan menatapku aneh seperti itu.

"Kamu kenapa sih, Ta?", tanyaku padanya.

"Nggak papa kok", jawab Lita sembari tersenyum.

Semakin lama sikap Lita terhadapku mulai berubah. Lita mulai menghindariku tanpa sebab. Hari-hariku pun kembali lagi seperti dulu, Zeyna yang dikucilkan oleh semua orang.

"Heh cupu, kerjain tugas Kimia gue dong!", ucap seseorang yang tengah membanting bukunya ke arahku. Zila namanya; ia adalah salah satu dari sekian banyak orang yang suka membuat onar di sekolah.

"Kamu kan bisa ngerjain sendiri, aku juga lagi ngerjain tugasnya", jawabku.

"Belagu banget sih lo, mentang-mentang dapet peringkat satu, lo tu disini cuma beruntung aja. Apa jangan-jangan lo nyontek ya biar dapet peringkat dan dapet beasiswa? Lo kan miskin, gak punya orang tua lagi, masa bisa dapet biaya buat kuliah, orang buat makan aja susah!", maki Zila.

Aku hanya bisa menahan sekuat tenaga air mata yang ingin jatuh, setelah sekian banyak perlakuan dan perkataan yang mereka tujukan kepadaku, mungkin ini menjadi yang paling menyakitkan. Aku masih bisa menerima jika dicap sebagai orang miskin dan lain sebagainya. Tapi, jika itu menyangkut kedua orang yang sangat aku sayangi, aku tidak bisa menerimanya.

Aku berusaha mencari keberadaan Lita, tapi tidak berhasil menemukannya. Air mataku tidak boleh kuperlihatkan kepada mereka, aku harus tetap menahannya. Tapi sekuat apa pun bertahan, aku tidak sanggup menahannya lagi. Sekuat tenaga aku berlari keluar dari kelas, aku butuh bantuan kali ini, aku tidak sanggup jika harus menghadapinya sendiri, tak bisa kugambarkan perasaanku sekarang. Marah, kecewa, takut, semua terlintas di benakku. Aku tidak peduli lagi jika harus bolos sekolah, walaupun langit telah menumpahkan air matanya ke bumi, aku tidak peduli jika air yang turun akan menghantam tubuhku. Akhirnya air mata yang kutahan sekuat tenaga tak dapat lagi kubendung, aku menangis sejadi-jadinya, bersamaan dengan tetesan air hujan yang turun semakin deras, seakan langit pun ikut menangis bersamaku.

Perlahan, kulangkahkan kaki menuju sebuah tempat dimana kedua orangtuaku di semayamkan. Sebuah tanah pekuburan yang berada di pinggiran kota, dari sekian banyak makam terdapat dua gundukan tanah yang berdampingan tempat ayah dan ibuku di makamkan. Kuhampiri dan kuusap papan nisan yang bertuliskan nama ayah dan ibuku.

"Ayah, ibu, Zeyna datang. Zeyna kangen kalian, kangen dipeluk ayah dan ibu", ucapku sambil menahan tangis.

"Tadi Zeyna di ejekin temen-temen karena Zeyna gak mau kasih jawaban Kimia. Mereka bilang, Zeyna miskin dan gak pantes bisa sekolah di sekolah mereka. Mereka juga bilang, kalau Zeyna gak punya orang tua, Zeyna sedih, Zeyna harus gimana?"

Setelah ku sampaikan perasaanku, aku berdoa untuk kedua orang tuaku. Langit masih menampakkan kesedihannya, tapi tetesan air matanya telah berhenti. Aku berjalan lesu menuju Panti. kuketuk pintu perlahan dan langsung disambut oleh raut khawatir ibu angkatku.

"Astaghfirullah, kamu kenapa nak kok bisa basah kuyup kayak gini,yuk masuk dulu biar ibu bikinin teh anget. Setelah ini langsung mandi ya biar gak sakit", aku hanya bisa mengangguk sebagai jawaban.

Selesai mandi ibu membawakanku teh hangat dan beberapa makanan. Dengan lembut ibu bertanya kepadaku, "Muka kamu kenapa sembab, tadi di sekolah kenapa?", akhirnya kuceritakan kejadian yang menimpaku di sekolah. Ceritaku masih terus mengalir, dan dengan sabar ibu mendengarkanku hingga selesai.

"Zeyna harus gimana bu, Zeyna capek kayak gini terus"

Dengan lembut ibu berkata, "Zeyna tahu kan kalau kita nggak boleh benci apalagi dendam sama orang lain?", tanya ibu angkatku.

"Zeyna juga tahu kan kalau kejahatan harus di balas dengan kebaikan?", kuanggukan kepala tanda setuju.

"Kalau gitu berarti kamu harus buktiin ke mereka kalu kamu memang bisa, kamu harus jadi orang yang sukses dengan usaha kamu sendiri. Jadiakan sesuatu yang menyakitimu menjadi penyemangatmu menuju kesuksesan", kucerna baik-baik semua nasehat yang diberikan beliau kepadaku. Aku harus menjadi kuat dan pantang menyerah.

***

Hari demi hari kulewati dengan penuh semangat. Aku harus rajin belajar agar bisa mendapat Beasiswa di universitas impianku. Tentang teman-temanku, aku sudah memaafkan mereka. Lita pun meminta maaf kepadaku karena kemarin ia kesal sebab peringkatnya turun, ayahnya marah dan Lita juga yang menghasut teman-temanku agar mem-bully ku lagi. Aku sudah memaafkannya sebelum Lita meminta maaf. Bagaimana pun juga, lita adalah sahabat yang aku sayangi, wajar jika Lita marah padaku, karena ayahnya sangat memprioritaskan Lita untuk jadi peringkat satu. Jika tidak, ayahnya akan memarahi bahkan memukul Lita.

Tak terasa UN telah usai. Beruntungnya aku bisa mengerjakan semua soal dengan lancar saat itu. Hari ini adalah hari kelulusan bagi seluruh angkatan kelas 12. Mengenakan baju kebaya dan kerudung yang melengkapi pakaianku,  serta sedikit riasan untuk persiapan mengikuti acara ini.

Ibu angkatku datang sebagai waliku disini. Semua siswa mengikuti acara ini dengan penuh khidmat, hingga sampai pada momen yang mendebarkan dan di tunggu oleh seluruh siswa dan siswi SMA Bina Husada; pengumuman juara yang akan dibacakan oleh kepala sekolah. Diatas panggung, terlihat sudah ada kepala sekolah yang siap membacakan pengumuman hasil UN kemarin.

"Dimohon kepada siswa-siswi yang namanya saya panggil untuk maju ke atas panggung". Tak lama kemudian momen mendebarkan pun tiba saat kepala sekolah mengucapkan;

"Selamat kepada saudari Zeyna Deynara Kana sebagai juara umum Ujian Nasional SMA Bina Husada tahun 2021-2022, dimohon untuk saudari Zeyna agar maju ke atas panggung dan menerima penghargaan"

Aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Mimpiku selama ini benar-benar terwujud. Aku mendapatkan juara dan memperoleh beasiswa kuliah di universitas impianku. Dengan bangga, ibu angkatku memelukku dan mengucapkan selamat kepadaku. Para guru juga menyalamiku dengan rasa bangga, seluruh teman-temanku pun bertepuk tangan untukku. Semua orang mengucapkan selamat untukku. Terima kasih, Tuhan, Engkau telah mengabulkan keinginanku untuk menjadi orang yang berprestasi dan bisa membanggakan orang-orang yang aku sayangi.

Writer: Salwa Mafaatikhu Lailatur Ru'ya

Padma Amerta: Antologi Cerpen MA An-Nawawi Berjan PurworejoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang