Bertarung Dalam Lautan Darah - Ahmad Fahmi Anshori

13 0 0
                                    

Tibalah aku dan pasukan berseragam besi mengikuti jejakku untuk menginjakkan kakinya di tanah lapang. Disitu sering mengeluarkan suara dencingan besi dan teriakan kematian. Raja Harles telah mempercayaiku serta 4 temanku; Frenzy, Bond, Howled, dan Thompson supaya menjadi komandan pasukan. Senjata tajam memanjang yang melekat di pinggang kiri ku, disertai baju zirah yang memikat erat tubuh ini. Hal itu membuatku lebih percaya diri untuk memimpin pasukan.

"Kami lebih baik mati dengan kehormatan, daripada hidup tanpa pengorbanan.", teriakku kepada prajurit untuk menggugah semangatnya.

"Twweeeettt...!!!", terompet berbunyi, tanda kedua belah pihak kerajaan akan segera beradu kekuatan. Aku maju dan mencabut pedangku dari sarungnya. Kemudian muncul beberapa kepala dengan murka di hadapanku. Setelah aku berhasil mengelak dari serangan mereka, langsung ku tebaskan pedangku dan berhasil mendarat tepat di leher musuh. Musuh pun tewas seketika.

Tanpa kusadari sebuah anak panah melaju dengan kecepatan tinggi, sudah berada di hadapanku. Beruntung panah itu hanya menepis pinggiran kepala di atas telinga, semangat pun menggugahku, setelah anak panah membuat darahku mewarnai rambutku. Maka kuayunkan pedangku dengan penuh konsentrasi, hingga tiga kepala berhasil kulepaskan dari jasadnya. Disamping itu sebuah tombak melayang dan bersarang diperut Thompson, yang mengakibatkan pria perkasa itu merintih kesakitan, karena cairan merah dalam tubuhnya berebut keluar untuk menyaksikan pertempuran. Dia terbaring lemas. Akhirnya beberapa orang dari tim medis membawanya ke-dalam tenda, supaya kondisinya pulih kembali.

Sementara, dari mulut Bond keluar keluar kalimat tauhid, setelah menerima dua tebasan di lehernya. Hingga dia kembali ke-hadapan Ilahi dan mati secara terhormat. Dengan begitu dia masuk ke-dalam golongan syuhada. Setelah bola mataku bergerak memutar dan tertuju pada dua temanku yang sudah tak berdaya. Inilah saatnya untuk memberikan pelajaran kepada pasukan Ferardo yang berada dibawah pimpinan Raja Syaraden Khan.

Tak sengaja aku menoleh ke belakang, ternyata sudah banyak korban berjatuhan di pihakku. Dari yang awalnya bersemangat, kini aku telah berubah menjadi panik dan ketakutan oleh hebatnya musuh dalam menghilangkan nyawa-nyawa lawannya. Musuh pun menggunakan kesempatan emasnya, salah satu dari mereka meluncurkan tombak dengan kecepatan tinggi dan hinggap di paha kananku. Mereka juga menusukkan pedang di perut, bau anyir menyeruak masuk melalui lubang hidung ku, penglihatanku menjadi semu dan lama-kelamaan gelap. Akhirnya aku kehilangan kesadaran. Seolah-olah dunia ini pasam.

"Bimaaa....!!!"

"Mengapa kau tinggalkan aku dan Frenzy?", tanya Howled yang tidak mungkin aku bisa mendengarnya. Anggota medis sontak berkumpul

"Ayo angkat Bima... dan kita hentikan pendarahannya...!!", ujar ketua medis kepada anggotanya. Mereka membawaku ke dalam ruangan yang tertutup rapat. Howled memastikan bahwa aku telah aman. Dia langsung menyergap musuh dan menghabisi nyawanya tanpa ampun, sebagai pelampiasannya karena dia kesal terhadap musuh yang sudah melenyapkan satu nyawa temannya dan membuat dua temannya terkulai lemas setelah menerima serangan.

Satu demi satu nyawa telah Howled pisahkan dari jasadnya. Kini, medan menjadi lautan darah. Para korban perang sudah terbaring tak berdaya hampir memenuhi medan pertempuran. Walaupun dengan kondisi tersebut ditambah robeknya kulit lengannya, Howled masih fokus dan bersemangat untuk membunuh orang-orang bawahan Syaraden Khan. Tidak bosan dia membunuh, meskipun puluhan ksatria telah ia tewaskan.

Saking asyiknya dia mencabik-cabik musuh, tidak terasa matahari hampir bersembunyi di balik bumi. Ketika hendak ia tebaskan pedangnya dan hampir menyentuh leher seseorang.

"Tweeetttt...!!"

Terompet tanda berakhirnya pertempuran sementara telah berbunyi. Howled menahan pedangnya untuk mematuhi peraturan. Aku pun terbangun kaget, saat suara bising itu masuk kedalam gendang telingaku, kulihat perutku, ternyata sudah terbalut rapi dengan kain putih disertai corak merah akibat darah yang tidak mau sembunyi di balik kulit perutku. Rasa sedihku muncul seketika, begitu mataku menyaksikan banyaknya korban berjatuhan. Namun, hal itu terlupakan setelah tiga orang temanku muncul. Lebih ajaibnya Howled dan Frenzy yang bertempur dari awal pertempuran sampai berakhirnya perang, tak ada satu pun pengobatan dan perban yang menyentuh mereka.

Padma Amerta: Antologi Cerpen MA An-Nawawi Berjan PurworejoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang