Aku tuang lagi teh kedalam gelasku meskipun kehangatan dari teh telah mendingin larut kedalam udara yang beku. Otot-ototku kaku kedinginan, andai saja ada sekawanan anjing liar muncul di hadapanku, kecil kemungkinan bagiku untuk lari memanjat pohon sebelum mereka menyerangku. Aku harus bangkit, bergerak melonggarkan persendianku yang kaku. Tapi tidak denganku. Aku malah duduk diam seperti pohon besar yang berada tak jauh di depanku. Sementara cahaya matahari mulai merambat menyinari jagad raya ini. Aku hanya bisa memandangnya tanpa daya, ketika matahari mulai memancarkan sinarnya. terdengar samar-samar orang memanggil namaku, aku coba dengarkan sekali lagi.
"Via...", kupalingkan wajahku ke sumber suara, kulihat seorang gadis yang cantik dengan rambut hitam panjang seumuran denganku hanya saja badannya lebih tinggi dariku, tengah berlari menghampiriku.
"Vi... kamu dicari!", dengan napas terengah-engah.
"Tarik napas dulu Nay, tenang dulu baru cerita, serasa sudah enakan, Naya baru bilang"
"Ibu kamu meninggal Vi, tadi pas di perjalanan berangkat ke pasar", kata Naya.
"Hah!!!", sontak aku langsung berdiri dan berlari dengan kekuatan penuh kembali ke rumah meninggalkan Naya sendirian di pinggiran sawah. Sesampainya di rumah kudapati orang-orang tengah berkumpul di rumahku. Ku cari kesana kesini dan baru kudapati Ayahku di kamar kosong tempat biasanya ia menyimpan barang-barang. Gudang Kudapati ia tengah bersedih dengan wajah ditutup dengan kedua tangannya.
Empat tahun sudah berlalu. Tapi, memori-memori kebersamaanku dengannya masih teringat jelas. Hampir di setiap akhir pekan aku dengannya aku pergi ke pasar membeli bahan-bahan membuat kue, selesai belanja kami pun singgah di salah satu warung bakso demi mengisi perut kami yang mulai meronta-ronta minta di isi. Sambil makan aku bercerita ini itu dengan diselingi canda tawa, sampai orang di sekitar melihatnya dengan tatapan bertanya-tanya. Tapi semua itu sirna sudah, Tuhan lebih sayang pada ibuku.
"Hei !!!, melamun mulu", sontak aku bangkit berusaha menghapus air mataku. Tapi gagal, orang yang mengagetkanku lebih dulu menahan pergerakan tanganku.
"Teringat Ibu kamu lagi ya?", tanpa aku jelaskan padanya, Naya sudah pasti dapat menebaknya. Tanpa patah kata keluar dari mulutku aku pun langsung berbalik dan memeluknya kutumpahkan semua rasa sedihku di pelukannya.
"Udah Vi, jangan terlalu dipikirin, lebih baik kita sekarang pergi ke pemakaman ibu kamu, kita doakan dia, Ibu kamu pasti juga rindu pada putri semata wayangnya ini. Gimana?", ajak Naya, kulepas pelukanku padanya, kupandangi wajah Naya dengan diam seolah tau apa yang aku inginkan. Bagaimana tidak, dia sudah menjadi sahabatku dari kecil sudah pasti tau.
"Bentar", Naya terlihat sedang berpikir.
"Kita ke toko bunga dulu ya Nay, baru ke pemakaman", kata Naya tanpa melihatku ataupun menunggu jawabanku, langsung menarik tanganku untuk mengikutinya. Selesai membeli bunga kami pun langsung ke pemakaman. Sampainya di pemakaman ibuku ku coba bersihkan daun-daun yang ada diatasnya dan kutaburkan bunga yang tadi kami beli sembari mendoakannya. Kucurahkan semua kesedihanku lagi di makam ibu dengan ditemani Naya.
"Udah yok Vi, kembali ke rumah sudah mau gelap nih Vi,"grutu Naya. Tak terasa hampir 2 jam aku di pemakaman.
"Langsung kembali ke rumah ya, Nay?" tanyaku.
"Iya, tapi ayo buruan", sahutnya ketakutan. Aku hanya bisa tersenyum menahan tawa melihat ekspresinya.
Malam minggu, dimana orang-orang pergi bersama pacarnya, aku hanya duduk diam di taman Alun-alun kota sembari menunggu Naya yang sedang membelikan cilok untukku.
"Ini Vi, ciloknya", sambil menyodorkan ciloknya kepadaku.
"Terima kasih, Nay", jawabku. Dibalasnya dengan anggukan sopan. Kami pun menikmati cilok akami masing-masing tanpa ada percakapan. Hening, tak biasanya antara aku dan Naya. Biasanya Naya lah yang sering bercerita tentang cowok yang dia taksir. Tapi, sekarang dia terlihat sedang memikul beban yang begitu berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Padma Amerta: Antologi Cerpen MA An-Nawawi Berjan Purworejo
Short StoryPadma Amerta; sebuah antologi cerita pendek yang terdiri dari 28 karya siswa-siswi MA An-Nawawi Berjan Purworejo Jawa Tengah. Judul ini diambil dari bahasa Sansekerta. Kata "Padma" berarti teratai, sedangkan "Amerta" yang berarti abadi. Sesuai denga...