Senja Tak Selamanya Indah - Agismatul Aulia

19 0 0
                                    

Hari ini, hari dimana aku percaya akan skenario Tuhan yang tak bisa ditebak oleh manusia. Kebanyakan orang berpikir bahwa skenario tuhan itu menyakitkan tapi, menurutku skenario tuhan itu indah daripada ekspektasi kita

Ketika rasa penyesalan ini hadir waktu tak akan pernah bisa diputar kembali hanya angan yang membuatku mengerti bahwa dia tak akan pernah kembali. Pagi ini adalah hari dimana aku akan bertemu kedua orang tuaku .

"Ran, jadi dijenguk?" tanya Rasya sambil duduk di sebelahku

"Jadi, tapi kok belum sampai-sampai ya?" ucapku tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya

"Sabar, bentar lagi juga sampai" ucapnya untuk menenangkan hatiku. Aku pun hanya memandang hamparan luas yang ada di hadapanku dengan tatapan kosong.

"Aku tinggal dulu." pamit Rasya kepadaku dan hanya aku balas dengan sebuah anggukan. Sudah berjam-jam aku menunggu kedatangan kedua orang tuaku sampai pada akhirnya aku melihat mobil yang sangat familier di mataku aku pun langsung menghampiri mobil tersebut.

"Assalamu'alaikum" ucap ibuku kepadaku.

"Waalaikum'salam" jawabku.

"Sehat Ray?" tanya ibuku kepadaku.

"Alhamdulillah sehat, ibu sama ayah sendiri gimana?" tanyaku pada ibuku.

"Alhamdulilah sehat kok" jawabnya singkat.

Aku pun berbincang-bincang dengan ibuku tanpa memedulikan keadaan sekitar. Sudah berjam-jam aku dijenguk sudah saatnya ayah dan ibuku untuk kembali ke rumah .

"Mikir kalo mau minta dijenguk ,mending kalo ayah sama ibu uangnya banyak bisa jengukin kapan aja, lah ini udah ekonomi lagi naik turun minta dijenguk terus ."ucap ayahku dengan nada membentak. Aku pun hanya diam sambil menundukkan kepalaku menahan air mata supaya tidak keluar begitu saja.

"Udah ya, kasihan." ucap ibuku

"Biarin supaya dia mikir gimana susahnya nyari uang cuma buat jengukin Rayna, sudah besar harusnya bisa mempertimbangkan semuanya jangan seenaknya sendiri." ucapnya. Aku yang sudah tidak sanggup lagi menahan air mataku. Akhirnya air mata itu lolos begitu saja tanpa seizinku. Seketika itu ibuku langsung turun dari mobil untuk menenangkan diriku.

"Udah jangan nangis, udah besar malu diliatin sama temennya." ucap ibuku.Aku hanya berusaha menghapus air mataku yang telah membasahi pipiku

"Udah ya, maafin ayah mungkin ayah lagi capek makanya ayah bentak Rayna kaya gitu."

Aku hanya diam dan menangis di dalam dekapan ibuku ,aku tau bahwa ibuku sama sama sakit hatinya denganku karena ucapan yang ayahku lontarkan tapi, ibuku menutupi rasa sakitnya dengan senyuman supaya aku bisa tetap tegar menghadapi sikap ayahku yang sedang badmood.

"Udah ya, jangan nangis lagi ibu Cuma mau pesen sama Rayna, Rayna belajar yang rajin disini supaya bisa banggain ayah sama ibu, dan supaya Raina bisa ngangkat derajat ayah sama ibu." ucap ibuku. Aku hanya bisa menganggukan kepala.

"Bu, ayo dah sore mau sampai rumah jam berapa?" ucap ayahku

"Sabar yah."

"Ibu tau Rayna anak yang kuat, anak yang hebat makanya ibu percayakan semuanya sama Rayna, jangan sedih terus ada ibu disini yang akan selalu ada buat Rayna." ucap ibuku. Lagi-lagi aku hanya menganggukkan kepalaku karena aku sudah tidak sanggup lagi mengucapkan satu kata pun.

"Assalamu'alaikum" pamit ibuku kepadaku.

"Waalaikumussalam" jawabku.

Setelah selesai aku berpamitan kepada ibuku, ayahku langsung melajukan mobilnya menjauhiku tanpa mengucapkan satu kata pun. Sejak saat itu aku mulai membenci ayahku, segitu tidak sukanya ayah kepadaku sampai-sampai ia membenciku ketika aku memintanya untuk menjengukku, padahal aku merindukan semua nasehat-nasehat yang ayah berikan kepadaku sampai pada akhirnya pemikiran buruk tentang ayahku mulai bermunculan di dalam benakku, sebenarnya aku ini anak kandungnya atau anak pungut sih? Kenapa ayah dan ibuku malah lebih sayang kepada adik-adikku daripada aku? Kayaknya apa pun yang aku lakukan selalu salah di mata kedua orang tuaku.

Setiap kali aku menelepon dengan ibuku, ibu memintaku untuk menghubungi ayahku tapi, rasa sakit hatiku tidak meruntuhkan egoku untuk tidak menghubungi ayahku. Sejak saat itu aku sadar bahwa hidupku tidak pernah berarti apa pun, lantas mengapa aku dilahirkan di keluarga yang tidak mau menerimaku dengan ikhlas, apa tuhan begitu membenciku sampai-sampai tuhan menghadirkanku di keluarga yang hanya membenci diriku saja?

Keesokan harinya aku melakukan kegiatan seperti biasa tanpa ada halangan suatu apa pun tapi, perasaan yang aku rasakan saat ini adalah rasa takut, khawatir, bimbang, dan lain sebagainya dan itu membuat semua kegiatan yang aku lakukan tidak berjalan sesuai dengan yang aku inginkan. Apakah akan ada sesuatu yang menimpa aku dan keluargaku? Atau ada yang akan pergi dari hidupku? Tapi, lagi-lagi aku singkirkan semua prasangka buruk tentang semuanya. Tiba aku dipanggil ke kantor untuk menemui bu Anisa rasa takut itu menghampiriku lagi. Setelah aku menemui bu Anisa aku merasa heran kenapa tiba-tiba aku disuruh pulang, apa ini semua ada kaitannya dengan perasaanku tadi pagi.

Sesampainya did pan rumah aku merasa heran kenapa ada banyak orang di rumahku? Aku pun melihat sekeliling dan aku terpaku melihat bendera warna kuning yang ada di depan rumahku dan seketika itu aku pun langsung berlari masuk ke dalam rumah untuk melihat siapa orang yang tega meninggalkanku untuk selama-lamanya. Sesampainya diruang tamu aku dibuat shock melihat dua orang yang selama ini menjadi panutanku sudah terbaring lemah dengan wajah yang begitu pucat pasi, aku yang melihat itu hanya bisa tertunduk lemas menyesali semua yang telah terjadi tapi, aku kecewa kenapa tidak ada yang memberi tau diriku dari awal ketika dua orang yang aku sayang menghembuskan nafas terakhirnya. Aku menyesali semuanya yang telah aku perbuat kepada mereka tapi, kenapa engkau mengambil mereka begitu cepat? Apa ini balasan untukku karena telah membenci mereka? Apa ini balasan untuk anak yang selalu membantah ucapan kedua orang tuanya? Sebelum pemakaman bibiku memberiku amplop yang mungkin itu pesan terakhir dari kedua orang tuaku.

"Ada titipan dari ayah ibumu ,semoga kamu bisa tabah menerima semua yang telah digariskan oleh Tuhan", ucapnya sambil pergi meninggalkanku.

Setelah selesai pemakaman aku pun langsung berlari menuju kamar untuk membuka surat yang bibiku berikan kepadaku;

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Putri kecil ayah ibu ........

Kesayangan ayah ibu .........

Kebanggaan ayah ibu ...........

Mungkin Rayna baca surat ini ketika keadaan tak lagi sama. Rayna maafkan semua yang pernah ayah sama ibuku lakukan kepadamu, nak. Maafkan ayah sama ibu belum bisa menjadi orang tua yang baik buat kamu, belum bisa menjadi orang tua yang Rayna inginkan, maafkan ayah sama ibu ketika sikap adil kami malah malah membuat luka lama yang Rayna rasakan malah kembali terbuka. Ayah sama ibu mau Rayna menjadi anak yang selalu patuh dan berbakti kepada siapa pun, Rayna ayah sama ibu cuma mau pesan tersenyum selalu walaupun banyak cobaan yang tuhan berikan kepadamu dan semoga apa yang Rayna inginkan semuanya bisa menjadi kenyataan. Ayah sama ibu pamit semoga Rayna bisa ikhlas menerima ini semua.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Tertanda

Ayah dan ibu.

Air mataku mengalir deras membasahi pipi, aku meratapi semua kesalahan yang pernah aku perbuat kepada mereka. Tuhan, skenariomu begitu indah sampai–sampai semua orang yang melihatnya dibuat takjub akan skenariomu. Tuhan, hari ini aku mengerti bahwa senja indah yang selalu hadir di sore hari tidak akan bisa menandingi mentari yang menemani sepanjang hari. Tuhan, aku begitu egois ketika aku memintamu untuk mengembalikan dua orang yang begitu berarti dalam hidupku.

Itulah pesan terakhir dari kedua orang tuaku. Mereka telah melangit bersama tenggelamnya senja yang indah itu. Semua rasa menjadi satu dalam angan yang semu, Mereka melangit membawa semua angan-anganku yang indah. Selamat tinggal ayah ibu akan aku ingat semua nasehat yang ayah sama ibu berikan kepadaku, akan aku ingat semua kenangan yang pernah kita lalui bersama. Bahagia selalu di sana aku ikhlas akan semuanya.

Writer: Agismatul Aulia

Padma Amerta: Antologi Cerpen MA An-Nawawi Berjan PurworejoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang