A-18

43.9K 3.9K 86
                                    

Pagi yang cerah menyapa tapi tak membuat seorang gadis tersenyum barang sedikit saja.

Thania melamun dengan ponsel yang ada di tangannya. Beberapa menit yang lalu ia baru saja melakukan panggilan ke nomor Athalia tapi hasilnya sama, nomor sedang tidak aktif.

"Kakak kemana? Setidaknya kasih tau aku.." pintanya sendu dalam lamunnya yang lalu.

Kantin sekolah sedang ramai pun tak membuat gadis itu terusik.

Perasaanya resah dan khawatir menjadi satu. Bagaimana tidak sejak pulang sekolah krmarin ia tak melihat sang saudara. Bagaimana pun mereka adalah anak kembar dan sedikit banyak memiliki ikatan yang tak kasat mata.

Pagi tadi sebelum ia berangkat sekolah pun kembali melontarkan pertanyaan yang sama terhadap beberapa maid dirumah tapi mereka serempak tak melihat sang nona muda.

Begitu pun Anjani dan Revano keduanya sepakat tak mengatakan yang sebenarnya kepada Thania khawatir mempengaruhi keadaan tubuhnya yang masih lemah pasca cuci darah.

"Thania... dimana Athalia? Aku tak melihatnya hari ini, nomornya pun tak aktif. Kau tau dia dimana?" rentetan pertahnyaan melesat yang Rabecca ucapkan.

"Aku tak tau.. Kak Lia gak pulang dari semalam."

"Shit! You kidding me.."

"Kenyataannya seperti itu.. Aku juga gak tau Kakak kemana. Aku udah nanya siapapun orang rumah tapi mereka juga gak liat sejak kemaren." Thania tak kalah frustasi memikirkan kemana perginya sang kakak.

...

Sendu, itu lah yang petama kali Louis tangkap dari air muka sang gadis. Sejak semalam senyum itu hilang surut tanpa bisa ia buat kembali hadir.

Sungguh hatinya pedih mengetahui sang terkasih masih tinggal dalam kubang luka semalam.

Diraihnya jemari mungil yang nampak pucat, digenggamnya erat seolah mengantarkan hangat.

"Jangan ditahan sayang.. kamu bebas untuk menunjukin kesedihan kamu. Engga salah kalo kamu sedih marah atau apapun itu.. Jangan pernah merasa sendiri kamu punya aku disini.. I'll always be by your side no matter how worse the situation.."

"Kak.."

"Ya sweety.." tetatapan lekat penuh kasih sayang Louis berikan. Seolah tak ada hal yang lebih baik ia perhatikan selain Athalia. Tak lupa tangannya membelai jemari sang gadis.

"Ada yang salah ya sama aku..? Kenapa semuanya minta aku buat ngertiin meraka? It's oke kalo aku harus ngalah buat Thania... Aku gapapa.
Tapi kenapa mereka juga ngedorong aku buat ngejauh? Apa a..akuu.. bu..bukan bagian dari mereka Aapa.. Aku gk berhak dapet cinta dari keluarga aku sendiri."

"Sstt... Sayang.. honey you deserve it.. Kamu berhak mendapatka cinta itu hanya saja mereka lupa ada gadis yang merindukan mereka.. Menginginkan cinta mereka. Meraka yang salah sayangku.. Bukan kamu. So stop menyalahkan dirimu sendiri.. Kamu sudah menjadi yang terbaik untuk mereka semua.." Louis menghapus pelan air mata yang membasihi wajah gadisnya. Diangkatnya dagu kecil itu dengan ujung jemarinya.

"Adek.. Sayang.. listen to me, Izin kan Kakak yang menggantikan peran mereka semua.. Memberikan cinta yang adek inginkan semua beserta jiwaku sayang.."

"Why..?" ucapnya ragu.

"Becouse i love you... kalimat yang aku ucapkan bukan berniat sebatas menghibur kamu. Dengan sadar aku katakan bahwa aku mencintaimu.."

Kenyataannya perasaan yang selama ini dianggap hal biasa berubah menjadi cinta.

Ketika hati menjeritkan satu nama, Athalia lah pemenangnya.

Athalia Secret. |Sudah Terbit|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang