A-22

45K 5K 174
                                    


Meratap pedih yang menjalar perih.

Damai semilir angin menerpa, mengantarkan hangat yang begitu di damba. Mengulas senyum yang sengaja dipaksa.
Tidak akan ada yang paham bagaimana luka menghujam tanpa jeda.

Jemari lentik itu boleh menari diatas canvas bercorak bunga bermekaran, bertolak belakang dengan laras perasaan yang perih tak tertahan.

Athalia hanya ingin mengatakan mengenai penyakit yang di punya, namun Jiveer dengan keras menolak fakta bahwa itu nyata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Athalia hanya ingin mengatakan mengenai penyakit yang di punya, namun Jiveer dengan keras menolak fakta bahwa itu nyata. Pria itu dengan yakin berkata bahwa itu hanya sandiwara untuk mendapatkan cinta keluarga.

Tanpa mereka tau bahwa ini hanya masalah waktu, sebelum ledakan bom itu dipercikkan menghantam penyesalan.

Tak apa, Athalia semakin terbiasa dengan luka. Bahkan tak jarang gadis itu mulai menikmati sakit yang di rasa, entah itu fisiknya atau jiwanya.

Sehebat itu mereka menoreh luka bagi gadis remaja yang tak tau dimana salahnya.

Hela nafas panjang terdengar, mencoba bertahan meski tanpa harapan.

Merasa cukup untuk hari ini, di rapikan lagi semua peralatan lukis kegemaraanya.

Gadis itu pergi setelah makian Jiveer terlontar, menyangkal paksa sebuah fakta. Pun Anjani tak menaruh curiga jika yang putrinya katakan adalah kenyataan yang mematikan.

...

Lalu lintas begitu padat, mungkin karna saat ini jam pulang para karyawan kantor. Pusat jalan itu dipenuhi manusia.

Di trotoar sana Athalia melihat seorang wanita baya bersama gadis balita yang meraung dengan tangisnya yang keras, entah apa yang terjadi dengan balita itu.

Lampu berganti hijau, semua orang melaju tanpa mau tau dengan hal lain selain berburu pulang melepas penat.

Tangis balita itu tak kunjung mereda, Athalia memilih mendekat ke tempat wanita itu duduk ber-alas kardus.

Lihat.. bahkan manusia yang kini melewati wanita itu tak sedikit pun menaruh simpati, wajah-wajah mencemoh itu terlihat jelas dari beberapa orang yang berjalan kaki.

Kemana hati nurani meraka sebagai sesama manusia. Dunia memang telah kehilang fungsi yang sebenarnya. 

"Permisi bibi.. ada apa dengan adek manis ini..?"

"Tak tau nak.. Mungkin karna dia belum makan dari pagi tadi." suara wanita itu pun lemah tak bertenaga.

Tuhan.. ternyata Athalia tak cukup bersyukur atas hidupnya.

Dengan cepat Athalia merogoh tas ranselnya, sebungkus torayaki ia berikan kepada sang gadis kecil itu.

"Hai.. Adek mau ini tidak..?" si balita tak mengerti masih saja menangis keras.

"Nak ini makan ini ya Gina mau..?" berhasil gadis kecil itu terdiam dengan suapan roti yang mulai masuk kedalam mulut pucat itu.

Sungguh miris hanya dengan suapan roti gadis yang tadinya menjerit kini terdiam tenang dalam rengkuhan sang ibu.

Athalia Secret. |Sudah Terbit|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang