Kara masih tertidur lelap ketika Abraham dan Renata sudah bangun duluan. Anak itu bahkan tidak terusik sama sekali dengan keributan yang dibuat Abraham karena ia terlambat bangun padahal ada meeting pagi di kantor pusat. Mana ia sudah menjanjikan Kara jalan-jalan keluar.
"Aku udah suruh si Ken buat handle dulu tapi kok gak dibales-bales pesanku."
Ken, sekertaris Abraham. Tapi karena keseringan disuruh apapun oleh bosnya malah jadi terlihat babu daripada sekertaris perusahaan.
Renata membantu suaminya memakai jas, "tidur kali, biasanya kan weekend emang gak berangkat dia."
Abraham berdecak kesal. Awas saja, akan ia potong jatah liburan pemuda itu. Kemudian ia menatap Kara yang masih tertidur pulas, karena semalam anak itu mengalami Sleep Apnea, jadi baru bisa tidur dini hari tadi karena terus terbatuk dan mengeluh merasa tercekik. Hampir puluhan kali napas Kara berhenti selama beberapa detik selama tertidur.
"Besok kita check up ke rumah sakit." Ucap Abraham kemudian mencium singkat kening Kara.
Anak itu melenguh karena tidurnya terusik, pelan-pelan membuka mata. Mulutnya kering sekali, ia haus berat tapi masih ingin tidur.
"Kara? Bangun sayang." Renata mengusap rambut anaknya dengan sayang, lalu membantu Kara yang terlihat ingin duduk.
Setelah merasa kesadarannya kembali total, Kara menatap penampilan Abraham yang sudah rapi dengan setelan jas mahal. Mau kemana? Bukankah hari ini mereka akan jalan-jalan?
Abraham sedikit berjongkok dan meraih tangan anaknya, "Maafin papa ya, hari ini cancel dulu. Papa ada urusan mendadak."
Kara menarik tangannya, "Yaudah kerja aja. Kan bisa keluar sama yang lain." Balas Kara dengan susah payah, suaranya serak.
"Gak, gak boleh. Hari ini di rumah aja, Kara lupa semalem gimana? Besok kita check up ke rumah sakit."
"Gak mau!"
"Papa gak terima penolakan."
"Bodoamat."
Abraham mencium puncak kepala Kara lalu pergi dengan berlagak tidak mendengarkan. Anaknya itu kalau sudah berhadapan dengannya akan berubah jadi aing maung. Alias garang. Tapi tidak apa-apa, Kara menggemaskan.
"Udah gak apa-apa, mandi dulu gih, mama siapin sarapan buat Kara."
Renata menggiring Kara menuju kamarnya sendiri. Setelah memastikan anak itu benar-benar masuk kamar mandi Renata baru turun ke bawah. Kara sendiri hanya mandi abal-abal karena ia malas sekali. Tidak jadi keluar membuatnya enggan melakukan apapun hari ini. Abraham memang penghianat. Setelah memakai pakaian yang menurutnya nyaman ia bergegas turun untuk menyusul Renata.
Di meja makan sudah ada Brian yang makan dengan ogah-ogahan karena belum sadar sepenuhnya. Namun ketika melihat kedatangan Kara langsung melek dan pindah duduk di samping adiknya.
"Belum mandi jangan deket-deket!" Sentak Kara.
Brian merengut kecewa, namun tidak menyurutkan niatnya untuk mengusili Kara. "Lagian ngapain mandi sih, kan gak jadi keluar haha."
Gantian Kara yang merengut. Renata tertawa melihat ekspresi Kara yang tidak pernah gagal. Wanita itu meletakkan nasi goreng di depan Kara, juga susu. Anak itu menatap sangsi.
"Ini susu kambing, sayang. Gak bikin alergi, kaya kalsium, nutrisi, bagus untuk Kara."
Tanpa Kara mengendus bau susunya, sudah tercium agak amis. "Iya, nanti habis makan."
"Gimana kalau ikut gue aja, cil. Ke sekolah." Tawar Brian dengan alis yang di naik-turun kan. Kara menoleh dengan mulut yang masih mengunyah nasi goreng.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY ENDING✔️
Teen FictionSemua itu perihal menerima. Btw, orang-orang pada gak percaya sama judulnya.