"Serius. Aku sudah baik-baik aja!"
"Hanya sebentar, sayang." Bujuk Renata.
"Gak mau."
Kara, anak itu mungkin sudah mendengar rencana orang tuanya yang akan membawa dirinya ke rumah sakit, jadi pagi-pagi sekali Kara sudah bangun dan berjalan-jalan di sekitar rumah. Anak itu, Biru akui pandai sekali berpura-pura.
"Ah yang bener?" Goda Brian.
"Bener, nih, gue udah bisa lompat-lompat!" Kara meyakinkan dengan turun dari ranjang dan beberapa kali melompat, yang mana membuat Renata dan Abraham memekik panik.
"Okay, cukup, Kara. Kita percaya. Sudah jangan lompat-lompat." Perintah Abraham.
Kara tersenyum menang, daripada melakukan pemeriksaan yang begitu membosankan lebih baik ia menahan nyeri di dadanya setelah melompat-lompat seperti ini. Malas sekali harus bertemu Lewis. Kara sudah bosan melihatnya.
"Yakin sudah baik-baik saja?" Tanya Renata sekali lagi.
Kara mengangguk mantap, sesekali membasahi bibir agar tidak terlihat pucat dan kering.
"Mama hari ini mau pergi sebentar ke boutique, Biru ada kerja kelompok, dan Brian sekolah tentu saja. Kara di rumah dulu dengan papa, yes or yes?"
"No."
Brian sontak terbahak, wajah ayahnya jadi kecut sekali.
"Mana Ken?" Tanya Kara karena tidak melihat kehadiran pria itu.
Renata terkekeh. "Dia sedang merencanakan pernikahan."
Kara terdiam. Pernikahan? Berarti kalau Ken menikah tidak akan bersama dengannya lagi? Ken tidak mengajarinya lagi, pasti pria itu sibuk dengan kehidupannya yang baru, kan? Padahal Kara sudah nyaman.
"Mau makan sendiri apa mama suapin?"
Kara menggeleng. "Sendiri aja. Mama siap-siap sana. Kalian juga." Usir Kara.
Renata tersenyum kecil, lalu mencolek dagu anaknya. "Pundung, nih?"
"Enggak, ma."
"Mama mau ngajak kamu, tapi di luar lagi dingin banget, kamu juga baru sembuh. Jadi istirahat aja, ya? Kalau sampai sakit lagi mama akan seret kamu ke rumah sakit!"
Anak itu merengut, lalu meraih buntalan bulu yang tadi bergelung di pangkuannya dan memeluknya. Brian terkekeh, lalu meloncat ke atas ranjang dan meremas wajah adiknya.
"Arghh kak Brian!!"
"Hiss Lo gemesin banget soalnya. Gue gak rela Lo mau masuk SMA!!"
Kara berusaha mendorong tubuh kakaknya menjauh. Bisa bengek lagi kalau sumpek-sumpek kayak gini. Kara tidak mau bertemu Lewis.
"Brian, udah. Ayo kamu harus berangkat sekolah." Renata menyeret Brian keluar, pemuda itu beberapa menoleh dan melemparkan kiss bye kepada Kara yang berlagak muntah.
"Gue mau berak dulu." Pamit Biru.
Kemudian tinggallah ayah dan anak itu yang masih saling canggung. Kara langsung terdiam, pura-pura tidak menyadari adanya Abraham dengan bermain dengan Labu. Pria paruh baya itu berdehem, lantas pelan-pelan duduk di tepi ranjang.
"Em.. Mau papa suapi?"
Kara menoleh, lalu menggeleng. Anak itu sibuk bermain lagi dengan kucing gendutnya. Abraham memandang lurus anaknya, Kara terlihat sedikit lesu sebenarnya, keringat menghiasi dahi dan lehernya. Abraham terkekeh. Tangannya terulur untuk mengusap keringat anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY ENDING✔️
Teen FictionSemua itu perihal menerima. Btw, orang-orang pada gak percaya sama judulnya.