17

7.9K 771 32
                                    

Renata terkikik geli ketika melihat ekspresi Kara yang hidungnya ia toel-toel. Wanita itu sampai rumah dini hari tadi bersama Abraham, tidak kebetulan, mereka sudah berencana dari awal agar pulang bersama. Ketika sampai rumah, Renata langsung masuk ke kamar bontotnya dan menemukan Kara tengah tertidur tidak nyaman karena demam tinggi.

Matahari sudah naik, namun Kara masih betah memejamkan mata walaupun suhu anak itu sudah tidak sepanas tadi karena Renata menempelkan bye bye fever di dahi Kara.

"Kara.. bangun yuk.." Renata mengusap alis hitam Kara.

Anak itu sepertinya terusik, terbukti dengan perlahan-lahan membuka matanya. Kara terlihat linglung sebentar, lantas memekik kaget karena melihat Renata di depannya. Kara reflek bangun dan memeluk Renata erat.

"Mama!"

Renata terkekeh, ia mengacak gemas rambut anaknya. Kemudian menarik Kara dari pelukannya.

"Mama udah selesai urusannya?"

"Belum." Renata menggeleng, lalu menyentil pelan hidung anaknya. "Kamu sih bikin khawatir terus. Gak tenang mama dapat laporan yang gak enak dari bibi maid."

Oh tidak. Kara merasa menyesal sekarang. Harusnya memang ia tidak banyak tingkah sehingga tidak menggangu dan membuat kerjaan Renata berantakan.

Melihat ekspresi sedih Kara, Renata buru-buru menyadari apa yang barusan dikatakannya. "Tapi mama seneng, mama jadi bisa pulang cepet. Udah kangen banget sama Kara soalnya."

Pasti anak itu menyalahkan dirinya lagi, pikir Renata.

"Kamu ini, kenapa bisa demam, nak? Kamu kemarin habis ngapain??" Omel Renata.

Kara nyengir. "Gak ada. Cuma habis keluar sama bang Biru ke taman."

"Lagi dingin-dinginnya ngapain keluar, Kara.."

"Pengen, mama."

Renata menggeleng-gelengkan kepalanya. Lantas matanya menangkap presensi kucing gendut yang meringkuk di samping Kara. Penyebab Ken bisa alergi, Renata dan Abraham tertawa saat diceritakan oleh Brian soal cafe kucing dan rasa suka Kara terhadap kucing. Anaknya itu menggemaskan sekali memang.

"Namanya Labu." Ucap Kara karena sedari tadi Renata menatap kucingnya.

Renata mengernyit. "Labu?"

Kara mendekatkan diri pada Renata dan membisiki arti nama kucingnya pada mamanya. "Ini rahasia kita berdua ya, ma."

Renata terkikik geli sambil mengacungkan jempolnya.

Ceklek

Abraham masuk ke kamar Kara, dengan penampilan yang berbeda. Ayahnya sudah tidak brewok lagi. Dengan setelan jas, pria paruh baya itu meletakkan nampan berisi sarapan Kara dan obat yang berjumlah tujuh butir. Nambah dua? Perut Kara mulai bergejolak tidak enak.

"Kenapa? Mau ganti menu sarapan?" Tanya Abraham karena melihat wajah Kara yang sepet.

Kara menggeleng pelan.

"Ayo Mama suapin, sayang." Renata mulai mengarahkan satu sendok bubur ke depan mulut Kara. "buka mulutnya."

Kara menerima dengan baik. Seperti biasa anak itu tidak rewel soal makanan. Renata terus menyuapi dan menunggu Kara mengunyah makanannya dengan sabar.

"Sarapan sana, mas. Kamu harus berangkat sekarang." Suruh Renata.

Abraham menggeleng, ia malah duduk di tepi ranjang. Abraham suka melihat Kara makan.

"Nanti, anak-anak sudah berangkat semuanya."

Kara termenung, pantas Brian tidak merecokinya pagi ini. Apa karena ia terlambat bangun?

HAPPY ENDING✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang