tigabelas

8.2K 807 30
                                    

Kara benar-benar dikatakan membaik oleh Lewis setelah seminggu bed rest dan rutin melakukan terapi uap. Karena sudah membaik, Abraham meninggalkannya pagi-pagi buta karena ada meeting di Bern. Brian sudah berangkat sekolah, dan Biru sudah berangkat kuliah.

Renata sendiri juga sibuk di kamar, wanita itu setelah memastikan Kara mandi, sarapan, dan minum obat langsung masuk kamar dan terdengar sedang menerima banyak panggilan. Jadi Kara memutuskan untuk melukis agar tidak bosan, meskipun ada maid yang menjaganya tapi Kara belum tau bahasa mereka.

Sudah lama sekali Kara tidak memegang kuas, terakhir kali adalah sebelum kecelakaan itu, yang membuat sakit Langit tambah parah. Kara termenung, harusnya Langit tidak menyelamatkannya.

Kara melemparkan kuasnya ke papan, membuat warna muncrat dan merusak lukisan yang telah Kara buat dari pagi. Anak itu membenamkan kepalanya di kedua lutut yang menekuk.

"Young master, are you okay?" Maid yang ditugaskan memantau Kara mendekat dan menyentuh bahu majikannya.

Kara menggeleng, ia tidak menangis. Ia hanya merasa... Perasannya tiba-tiba buruk saja.

Maid itu segera berlari keluar dan mungkin memanggil Renata. Kara menegakkan tubuhnya, ia mengelus dada sambil memejamkan mata.

"Tenang, Kara..." Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri karena pikirannya berisik sekali.

Kara berjalan menuju balkon kamarnya, memandang danau adalah favoritnya akhir-akhir ini. Namun ketika kelamaan memandang danau, entah suara dari mana mendengung di telinga Kara untuk menyuruh Kara masuk ke dalamnya. Seperti sekarang. Anak itu buru-buru memejamkan mata sambil mencengkram erat pagar.

Beruntung sekali ada suara mobil yang memasuki pekarangan sehingga pikiran Kara buyar. Dibawah sana, Biru keluar dari mobil mewahnya dan melemparkan kunci kepada penjaga gerbang. Mereka tampak berbincang sebentar hingga penjaga gerbang itu memasukkan mobil ke basement, dan Biru memilih naik lewat tangga samping rumah. Padahal bisa saja langsung parkir ke dalam dan masuk lewat dalam juga.

Merasa anginnya mulai dingin, Kara masuk lagi ke kamarnya. Ia tiba-tiba ingin melukis lagi, tapi abstrak. Kara ingin melukis kakak kembarnya agar bisa satu frame.

Ceklek.

Biru memasuki kamar Kara tanpa permisi, lagipula anak itu serius sekali sampai tidak menyadari kehadiran Biru di belakangnya. Biru memandangi adiknya yang melukis menggunakan jarinya, padahal seperti hanya mencoret-coret asal namun hasilnya bagus sekali. Lukisan wajah seorang laki-laki dengan dua warna mata yang berbeda.

Hitam legam dan Hazel.

Biru membeku, tanpa sadar tangannya bergetar.

"Em.. ngapain?"

Biru langsung tersadar, ia kaget ketika Kara sudah menatapnya begitu. Biru juga merasa pipinya basah, ia merabanya. Mengapa ia menangis?

"Ah.. mama lagi ada urusan bentar, jadi kamu dititipin sama...gue." Biru canggung sekali membahasakan dirinya Abang.

Kara mengangguk singkat, ia memilih membereskan seperangkat melukisnya kemudian mengusap-usap telapak tangannya yang kotor ke baju. Biru berdecak, anak kecil itu, Biru meraih tissue basah di nakas dan ikut duduk di lantai bareng Kara. Ia meraih tangan mungil adiknya dan membersihkannya. Kara terdiam canggung.

Ia tidak terbiasa dengan sikap Biru.

"Em.. a-abang kok udah pulang?" Tanya Kara ragu karena ini pertama kalinya mereka berhadapan berdua.

"Tadi cuma satu matkul." Biru menjawab singkat, ia terus membersihkan tangan Kara sampai tidak ada noda.

"Mama kemana? Brian kapan pulang?" Tanya Kara beruntun, ia merasa ingin lari saja dari Biru. Aura kakaknya sangat mengintimidasi.

HAPPY ENDING✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang