6

8.8K 896 20
                                    

"Abang...??"

Kara dengan frustasinya mengecek nadi di leher dan tangan, sesekali menempelkan telinga di dada Langit. Tidak ada pergerakan apapun. Kara menggeleng tidak percaya. Air matanya belomba-lomba untuk turun.

Ia tidak bodoh untuk tidak mengerti situasi ini.

"Abang... Gak boleh Abang, Abang gak boleh pergi! Abang!"

Tapi bagaimana mungkin. Bahkan beberapa jam yang lalu Langit masih tertawa dan makan telur gosong.

"ABANG!! ABANG GAK BOLEH NINGGALIN KARA! ABANG!!!"

Kara memeluk Langit sangat erat. Tidak peduli kata guru agama kalau orang meninggal kalau disentuh sedikit saja akan sakit.

"KARA! LANGIT!"

Kakek datang dengan tergesa. Ia mendengar Kara menangis dengan begitu hebat dan begitu didatangi ia malah menemukan pemandangan seperti ini. Langit terlihat begitu damai memejamkan mata meski ada bekas darah di bawah hidung dan sekitar mulut.

Kakek mendekat, mencoba memisahkan karena bisa menyakiti Langit.

"Kara...."

Kara menoleh, ia langsung memeluk tubuh ringkih itu. "Kakek! Abang ninggalin Kara sendirian!!! Bilang sama Abang suruh kembali jangan ikut bunda!! Kakek..."

Kakek kewalahan menahan tubuh Kara yang memberontak, ia mengulurkan tangannya untuk mengecek nadi Langit.

Tidak ada. Langit sudah pergi.

"KAKEK... KARA SENDIRI! KARA GAK MAU!"

Kara menangis hebat. Ia kembali memeluk abangnya yang terkulai. "Abang gak boleh pergi... Abang jahat... A..bang..."

Hening sesaat, hanya terdengar tangisan lirih Kara.

"Kara?"

Anak itu perlahan jatuh menimpa tubuh kakaknya. Kakek menghapus air matanya dan segera mengangkat tubuh ringan Kara untuk dibawa ke kamarnya sendiri. Ia harus segera memberitahu tetangga yang lain agar Langit segera di urusi.

***

Kara mengerjapkan matanya pelan, kepalanya sangat berat dan ia merasa hawa tubuhnya sangat panas. Ia tidak nyaman, ingin ganti baju tapi ia sangat lemas.

"Abang?"

Benar, kejadian tadi malam. Pasti mimpi. Mana mungkin Langit meninggalkannya.

"Abang!! Abang dimana?! Abang!!"

Kara menuruni ranjang dan berjalan keluar.

"Please.. Abang! Jangan bercanda!"

Kakek yang mendengar suara gaduh di dalam segera masuk. Ternyata Kara sudah bangun dan sedang dipeluk oleh ibu-ibu untuk ditenangkan. Anak itu terduduk lemas di atas karpet.

"Kara ..."

"Kakek..."

Kara meraih rentangan tangan kakek. Menangis keras. Hati pria tua itu seperti tersayat sembilu mendengar tangisan Kara.

HAPPY ENDING✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang