Hari yang sibuk. Event Renata hampir di depan mata, wanita itu sudah tidak bisa disenggol sedikit saja. Setelah menyiapkan baju Kara, sarapan, dan obat Renata langsung pamit pergi. Sebenarnya mau mengajak anak terkahirnya itu, namun Renata takut Kara bosan.
"Mau iku papa aja? Tapi papa ada meeting, jadi kamu tiduran aja di ruangan papa. Bagaimana?"
"Atau mau ikut kakak sekolah? Itung-itung cek lokasi dulu sebelum masuk."
Abraham menggeleng tegas, "tidak, tidak. Ikut papa aja kalau gitu."
"Nanti aku bawa mobil, pa."
"Enggak."
Kara mendesah berat, "kan aku mau ikut Ken, pa."
Oh iya. Abraham menepuk dahinya lupa kalau semalam Ken sudah izin akan membawa Kara keluar karena anak itu sendiri yang memaksa. Renata sudah pamit kalau besok akan sibuk seharian, Abraham di kantor, Brian sekolah, Biru dengan urusannya, dan Kara sendirian di rumah. Padahal Kara biasa saja, ada banyak maid, pak Hans stand by di depan, kalaupun ada apa-apa ada orang disini.
"Hai, orang ganteng datang!"
Ken. Dengan cengirannya datang.
"Setelah urusanmu selesai langsung ke kantor, Ken." Ucap Abraham tegas.
"Iya, iya. Tenang saja."
"Nanti Kara ikut Ken aja ke kantor, nanti pulangnya sama papa."
Kara mengangguk pelan. Abraham mendekat dan mengecup singkat puncak kepala putranya dan bergegas pergi. Tanpa supir, tanpa pengawal, se-mandiri itu memang Abraham. Ia punya musuh, namun mainnya halus, tidak terlihat tapi tau-tau perusahannya rugi.
"Kakak berangkat juga." Brian mengacak gemas rambut halus adiknya.
Setelah semua pergi, Ken berkacak pinggang menatap penampilan Kara. Okay, sweater dengan turtle neck, mantel tebal dan panjang, kupluk rajut yang menutupi telinga, sarung tangan, kaos kaki, sepatu.
"Obat sudah?"
Kara mengangguk, menunjuk pada ranselnya yang ia bopong. Ada buku di dalamnya, Ken yang menyuruh membawanya, mungkin bisa sambil belajar saat menunggu urusannya selesai.
"Oke ayo kita cus." Ken menggiring putra Abraham itu ke dalam sedan yang ia baru beli beberapa bulan lalu. Hadiah dari Abraham karena Ken bisa menang tender. Wkwk. Royal sekali memang bosnya.
Salju tidak setebal awal-awal turun. Tapi tetap saja, bagi Kara ini mau tipis tebal saljunya tetap sangat dingin.
Mereka berhenti di sebuah cafe yang masih sepi dengan nuansa kayu, terasa hangat saat Kara masuk ke dalam. Ada banyak buku, perapian yang menyala dan perempuan cantik yang sedang membaca buku. Melihatnya saja Kara merasa terkesima, rambutnya yang panjang sepunggung berwarna coklat tebal dikepang berantakan dan diikat dengan pita putih di ujungnya.
Itu Brianna?
Kara menoleh, berniat mengajak Ken agar segera maju. Namun ternyata Ken malah melongo di tempat. Ken tidak berkedip sama sekali kalau Kara tidak menyikut pinggang Ken.
"Ah.. hehe." Ken menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Iya tau, Ken. Cantik banget emang."
Ken merunduk, membisiki Kara, "pilihan emak kamu, nih."
Kara tertawa saja. Renata sudah menceritakannya semalam. Kara berjalan di belakang Ken, kemudian duduk di samping pria itu. Brianna yang menyadari ada orang di depannya langsung menutup buku, ia tersenyum tipis kepada Ken dan tersenyum lebar kepada Kara.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPY ENDING✔️
Teen FictionSemua itu perihal menerima. Btw, orang-orang pada gak percaya sama judulnya.