d u a

14.6K 1K 6
                                    

Aku sampai di sekolah kira-kira pukul enam pagi. Ku taruh tasku di kursi dengan cukup kasar, lalu duduk. Aku menghela napas cukup keras, dan tidak ku sangka itu membuat Lyon melihat ke arahku dengan tatapan yang aneh.

Hari ini adalah hari pertama aku duduk di kelas 11 dan lagi-lagi aku dan Lyon sekelas. SMA Victa. Itulah nama sekolah kami ini. Dan 'hari pertama duduk di kelas 11' jelas bukan hal yang menarik bagiku atau bagi Lyon. Aku bisa membaca wajahnya yang terlihat bosan ketika dia sedang mengobrol dengan sahabatnya, Victor.

Tanpa kusadari, ada seorang perempuan berkacamata yang mendatangi ku. 'Apa yang dia inginkan dariku' adalah hal pertama dan satu-satunya yang terlintas dari kepalaku.

"Apakah kamu Lyna Freyana?" Tanya suara anak itu dengan lembut.

"Yah, begitulah. Dan apa yang kau inginkan dariku?"Tanyaku dengan nada sedikit mengancam. Arghh.. Kenapa aku harus berbicara dengan nada itu? Aku bertanya pada diri sendiri.

Tapi anehnya, anak itu malah tersenyum lalu berkata "Aku Valeri Ciprina. Boleh aku duduk di sebelahmu? "

Reaksi pertamaku adalah kaget. Setelah beberapa detik mencerna kata-kata yang diucapkan Valeri tadi, aku pun mengangguk. "Maaf, karena aku berbicara dengan nada agak kasar tadi." Kataku setelah dia duduk.

"Tidak apa. Dari wajahmu pun aku tahu kamu tipe orang yang bertindak sebelum berpikir. Yah dan aku pun juga begitu, jadi aku sudah terbiasa." Katanya sambil tersenyum dengan senyumannya yang cantik dan manis, walaupun kata-katanya sedikit membuatku tersinggung.

Tunggu dulu... sejak kapan aku memuji perempuan lain selain mama? Pertanyaan itu pun terhapus dari kepalaku ketika aku melihat Lyon memandangiku sambil tersenyum, dan aku tidak bisa mengartikan senyuman yang satu ini. Victor, sahabtnya sekaligus tetangga kami, yang ada di sebelahnya sedang mebisiki Lyon sesuatu. Sesuatu tentang aku dan Valeri tentu saja.

Tiba-tiba bel sekolah berbunyi dan semua murid duduk di tempatnya masing-masing. Kelas masih dalam suasana tenang, hingga seorang guru masuk dengan seorang laki-laki yang belum pernah ku lihat. Hampir semua murid di ruangan ini berbisik, terutama para perempuan.

"Saya akan menjadi wali kelas kalian tahun ini. Nama saya Theresia Setyana. Panggil saja Bu Yana." Suara itu membuat semua murid menghentikan obrolan mereka. "Dan kita kedatangan murid baru dari sekolah SMA Laurenta" katanya dengan mata yang menyapu ke seluruh penjuru kelas. Lalu dia menoleh kea rah anak laki-laki yang berdiri di sampingnya. "Silahkan perkenalkan dirimu."

Laki-laki itu hanya mengangguk ke arah Bu Yana lalu memandangi 'calon' teman-teman kelasnya. "Nama saya Gregory Calaghan. Kalian bisa panggil saya Grey. Seperti yang Bu Yana bilang, aku dari SMA Laurenta." Setelah jeda beberapa detik, ia hanya menutup perkenalannya dengan kalimat "Kurasa cukup sekian."

Singkat, padat, jelas. Para perempuan yang matanya sedaritadi berbinar-binar menyerukan kata 'yah' dengan suara kecil. "Baiklah. Kamu boleh duduk di sebelah sana." katanya sambil menunjuk kearah kursi kosong di belakangku. Di samping Lyon.

Dia pun menurutinya lalu menyapa Lyon dengan senyuman yang membuat semua perempuan di kelasku terpesona. Yah, kecuali aku.

"Si Calaghan itu tampan juga, ya" Kata Valeri dengan nada penuh semangat. Hari ini aku dan Valeri duduk di bangku taman sekolah sambil memakan bekal masing-masing. Kami sudah cukup dekat setelah seminggu berlalu.

Setelah mendengar kata-kata Valeri tadi, aku tersedak makananku. "Siapa?" tanyaku dengan satu alis terangkat.

"Si Calaghan ." Katanya sambil memutar bola matanya. "Siapa Calaghan, sih?"

"Grey." Jawabku datar sambil memakan lagi makananku. Valeri yang melihatnya hanya menggeleng-geleng. "Apa?"

"Kamu benar-benar menarik ya." Katanya sambil tertawa. "Kamu bahkan nggak terpengaruh dengan pesonanya."

"Menurutku dia biasa saja." Kataku dengan santai. "Apa yang kamu harapkan? Aku tidak terlalu tertarik dengan pesona seorang cowok."

"Oh yaampun. Mungkin aku harus mengajarimu bagaimana cara menyukai seorang cowok." Valeri tersenyum jail. "Mungkin bisa kita mulai dengan menyadarkanmu seberapa penting fashion itu."

Fashion? Aku benar-benar buta dengan kata itu. Baiklah, aku tahu artinya secara teori, tapi praktekku di bidang itu adalah nol besar. Tentu saja berlawanan dengan Valeri yang mempunyai tubuh yang bagus untuk pakaian apapun ditambah lagi wajahnya yang cantik.

"Kita harus mengubah sikap tomboymu itu dan-"

"Wowow. Tunggu dulu." Aku mengacungkan satu tanganku ke arah wajahnya. "Kenapa aku harus menurutimu?"

Valeria berpikir sebentar, lalu tersenyum tulus sambil berkata "Kita kan teman. Teman harus dibantu dengan tulus, kan?"

Aku sedikit tegang. Teman. Sahabat. Aku menyentuh tangannya dengan telapak tanganku dan melihat kejujuran dari kata-kata itu. "Yah.. Kita memang teman." Balasku sambil tersenyum.

Semenjak hari itu, aku berharap pilihan ini tidak akan membuatku menyesal di kemudian hari.

Bel pulang sudah berbunyi. Aku segera mengambil tasku lalu menghampiri Lyon yang sedang megobrol dengan Grey di ambang pintu. Yup, si anak baru itu. Ketika Lyon mendongkak ke arahku, dia hanya tersenyum. "Aku duluan." Katanya pada Grey.

Grey membalasnya dengan senyuman lalu meninggalkan kami. "hmm..." aku bergumam sendiri.

"Kenapa?" Dia menaikkan sebelah alisnya lalu berjalan ke lapangan parkir bersamaku.

"Rasannya aneh ketika melihatmu berbicara dengan Grey."

"Apanya yang aneh? Mungkin harusnya aku yang bilang begitu. Aneh." Dia memutar bola matanya.

"Sudah kuduga kau memperhatikanku tadi." Dia melihatku menggobrol serius dengan Valeri tadi. Dan tentu saja itu aneh baginya. "Doakan saja aku tidak menyesal nantinya." Kataku sambil merenung.

Ketika kami sampai di tempat tujuan, Lyon menaiki motornya, disusul olehku. "Aku tahu perasaanmu. Dan aku juga tahu apa yang kau inginkan." Katanya sambil mulai menyalakan mesin. "Tentu saja selain aku dan mama."

"Aku tidak mau kejadian itu terjadi lagi. Grace." Aku menutup mataku, mengingat masa laluku yang menyedihkan ketika Lyon mulai menjalankan motornya. Aku merasakan kalau wajahnya berbuah sendu.

***

Jangan lupa tinggalkan vomments ya, readers ^^ Makasi udah mau baca ceritaku

Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang