Vic's POV
Saat itu aku sedang menyalin catatan yang belum aku selesaikan. Lalu tiba-tiba...
"Vic!" Lyon menepuk bahuku.
Aku pun mendongkak ke arah Lyon, meninggalkan dulu pekerjaanku. "Ada apa?"
"Kau habis pulang sekolah tidak ada kegiatan lain kan?"
"Kalau menurutmu pulang ke rumah adalah kegiatan, jawabannya iya, ada. Memangnya kenapa?"
"Ikut aku setelah pulang sekolah." Kata Lyon.
"Kenapa aku harus ikut denganmu? Tidak ada alasan, aku tidak akan ikut." Jawabku santai lalu melanjutkan catatanku.
"Ini soal Lyna." Aku pun berhenti mencatat, tapi mataku tetap menatap buku. Lili?
Lau aku menatap Lyon lagi. "Apa yang kau mau dariku?" Dia hanya menyeringai, merasa menang.
"Tidak ada. Hanya bicara empat mata."
Aku memutar bola mataku. "Baik aku kalah. Aku bawa motor. Nanti kau tunjukkan jalannya."
"Kau cepat sekali menyerah ya, Vic," goda Lyon.
"Berisik kau."
***
"Umm... Kenapa ada kau disini?" Kami sudah ada di lapangan parkir. Dan ada Grey di sini."Tenang saja. Aku hanya memastikan kau tidak kabur." Katanya tenang. Yah terserahlah.
Aku pun membuntuti motor Lyon yang ada di depanku. Serelah beberapa menit, kami sampai. "Hutan?"
"Tenanglah ini bukan hutan." Katanya santai. "Ayo ikut aku." Aku pun turun dari motorku, mengikuti Lyon dan Grey yang berjalan di depanku. Dan setelah berjalan beberapa saat, aku bisa melihat hamparan bunga di depan kami. Indah sekali, seperti taman bunga yang sengaja di buat oleh seseorang untuk bersantai.
Dan ketika kami sampai, aku kaget ketika melihat Lili di sana. Tunggu. Aku memandang Lyon tajam. "Oh.. Jadi ini ulahmu?"
Dia hanya menyeringai. "Tenanglah bro!"
Lalu Aku mendengar Lili bertanya kepada Val. "Yang tadi kau telpon itu Lyon? Lalu Grey?"
"Aku hanya memastikan Vic tidak kabur." Katanya sambil melirik ke arahku.
"Lalu memangnya ada apa denganku dengan Vic?" Tanyanya bingung. O-ouw.
"Karena kau sudah mengungkitnya, sebaiknya kita pergi sekarang, Val, Grey." dan mereka bertiga meninggalkan kami sendiri.
***
Aku dan Lili duduk di hamparan bunga. Sendirian. Dan keheninganlah yang terjadi. Sekarang aku tahu kenapa Lyon bilang "hanya berbicara empat mata."Pertama aku kira bicara dengannya soal Lili. Ternyata, aku terlalu cepat mengambil kesimpulan. Dan aku tahu apa yang diinginkan Lyon padaku. Dia seolah-olah ingin bilang "cepat nyatakanlah perasaanmu padanya. Diterima atau tidak itu urusan nanti."
Yah aku belum bicara sama sekali dengannya. Walaupun aku terlihat tenang, otakku ini sedang bekerja tahu! Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan padanya.
"Jadi... Kau tahu kenapa mereka meninggalkan kita di sini?" Akhirnya keheninganpun pecah setelah Lili bicara.
"Hmm.. Kurasa aku tahu. Tapi ini hanya perkiraanku saja." Jawabku berbohong. Kau tanya kenapa aku berbohong? Aku sendiri tidak tahu. Kalimat itu langsung saja keluar dari mulutku.
"Katakan saja perkiraanmu itu. Tidak ada salahnya kan?" Katanya santai. Oh itu tersengar seperti dia ingin menatangku.
"Mungkin dia ingin aku menyatakan perasaanku padamu." Kataku ambil menatap matanya yang terlihat kaget.
Dia terrawa hambar. "Haha. Apa yang kau bicarakan sih?" Aku tidak akan menyalahkannya jika dia menganggap itu lelucoan. Tapi...
"Aku menyukaimu, Li. Mungkin sejak pertama kita bertemu. Ketika aku melihatmu tersesat di komplek rumah ketika kita masih kecil dulu."
Dia tertegun. "Aku..."
"Aku tidak akan memintamubuntuk membalas perasaanku." Kataku sambil berusaha tersenyum.
"Maaf Vic, aku masih belum bisa melupkan-"
"Grey. Iya aku tahu." Selaku. Kurasa aku tidak akan kuat jika dia menyebut nama Grey. Jadi lebih baik menyelanya kan?
"Lagi pula, kenapa kau bisa menyukaiku? Dengan kemapuan seperti ini, aku bahkan membenci diriku sendiri."
"Jangan pernah bicara begitu lagi." Kataku sambil menatapnya tajam. Dia hanya menunduk. "Apakah menyukai seseorang memerlukan alasan? Aku menyukai semua yang ada dalam dirimu, bahkan ini." Kataku sambil mengambil tangannya yang terbalut sarung tangan. "Aku tidak keberatan kalau kau ingin membuka sarung tanganmu sekarang."
Dia hanya tersenyum kecil. "Kau ini.. Kalau boleh-" aku langsung melepas sarung tangan kanannya dan mengenggamnya erat. Dan seketika wajahnya tegang. Lalu air matanya mengalir begitu saja. Aku segera mengusap air matanya itu. "Kau terlalu sering menangis. Berhentilah jadi cengeng." Tapi anehnya, tangisnya makin pecah.
Karena bingung ingin melakukan apa, aku memeluknya, dan dia tidak menolak. Yah, aku biarkan saja dulu begini, asalkan dia bisa kembali tenang. Aku bisa mendengar dia mengucapkan terima kasih dan maaf beberapa kali walaupun suaranya sangat kecil.
***
Lyna's POVHangat... Satu kata itu saja cukup untuk menggambarkan seperti apa pelukan Vic. Bahkan lebih hangat dari pada pelukan Grey.
Apakah secepat itu aku berpindah hati? Sejak kami ditinggal berdua, entah kenapa jangungku berderak lebih cepat dari biasanya.
Dan aku menjadi gugup, padahal ini Vic. Aku tidak pernah gugup ketika berhadapan dengannya, hingga hari ini datang.
Kalau kalian bertanya apa yang aku baca ketika Vic menggenggam tanganku, aku akan menjawabnya. Aku seperti melihat layar proyeksi.
Saat kami baru bertemu, ketika aku tersesat di jalan, dia bukan melihatku sebagai anak kecil yang butuh di tolong. Dia bilang kalau badannya bergerak sendiri, seperti dia harus menolong aku karena orang itu adalah aku. Padahal kami tidak saling mengenal.
Lalu ketika tangannya patah. Saat ketika dia mulai menjauhiku, Lyon bercerita padanya kalau aku terus menyalahkan diriku sendiri atas kejadian itu. Dan dia berusaha keras untuk memaafkanku. Dan sebenarnya dia tidak ingin terus menghindar dariku, tapi dia bingung bagaimana caranya bicara denganku, setelah dia bersikap dingin padaku.
Ketika dia mendengar kalau Grace membuat aku dijauhi teman-teman, dia benar-benar marah. Dan saat itu pula Lyon memberitahu tentang kemampuanku ini. Keinginan untuk melindungiku tumbuh. Dia ternyata sering memperhatikanku, padahal saat SMP dulu kami tidak satu sekolah. Aku benar-benar menghargainya.
Dia merasa kalau Tuhan memberikan kesempatan baginya untuk mengembalikan ikatan persahabatan kami. Itu terjadi ketika kami masuk SMA. Dia sedikit demi sedikit mendekatiku, mengikat tali di antara kami, dan sekarang tali itu sudah terikat sempurna.
Dan dia baru sadar kalau dia menyukaiku ketika dia melihatku menangis melihat Lyon terbaring di rumah sakit.
Dia merasa sakit ketika aku membicarakan Grey. Dan aku bingung, bagaimana dia bisa tahan dengan rasa sakit itu.
"Hei, kau tidak ingin pulang?" Tanyanya sambil menepuk punggungku. Aku hanya tertawa, lalu menghapus sisa air mataku.
Aku pun berdiri lalu menepuk rokku karena banyak daun yang menempel. Lalu aku tersenyum ke arahnya. "Ayo pulang."
Dia membalasku dengan senyum terbaiknya. "Baiklah. Ayo." Katanya ketika sudah berdiri.
Ternyata kalau dilihat baik-baik, Vic itu tampan, dengan badannya yang tegap, tidak kurus tidak gemuk, ditambah dengan badannya yang tinggi. Tidak heran banyak perempuan yang menyukainya.
Dan apakah aku menjadi salah satu diantara sekian banyak perempuan itu sekarang?
***
Hueeee.... Aneh gajelass yaa???? 😿😿😿 tolongg kritikannya yaaa!!!!
Aku merasa kalimat yang aku pake gajee bingit!!!
Leave vomments, okay? 😊😊Love,
Nad
KAMU SEDANG MEMBACA
Mind Reader
Teen FictionKau mau menjadi sepertiku yang punya kemampuan membaca pikiran? Aku bersedia memberikan kemampuan ini padamu, kalau saja aku bisa. -Lyna Freyana- Ketika rahasianya terbongkar, yaitu kemampuannya membaca pikiran, tidak ada satupun orang yang mau bert...