d e l a p a n

7K 634 0
                                    

"APA?!"

"Val, kecilkan suaramu! Kupingku sakit!" Kataku dengan kesal.

Dia hanya terkekeh. "Maaf, maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti kupingmu."

Lalu dia berdeham. "Jadi, ibumu akan menikah dengan paman Thomas yang kau ceritakan tadi?"

"Iya." Kataku lemas. Aku berbaring di ranjang nyamanku setelah makan malam tadi.

"Lalu kenapa? Lau tidak menyukainya?"

"Bukan begitu. Paman Thomas sangat baik. Aku bisa melihat dia tulus menyayangi ibuku." Aku menghela napas.

"Tapi?"

"Entahlah," jawabku bohong.

Tentu saja aku berbohong. Tidak mungkin aku bilang pada Val kalau aku takut Paman Thomas tidak bisa menerima kemampuanku ini. Dia sendiri bahkan belum tahu. Belum lagi perasaan bahwa aku begitu menyayangi papaku. Mana mungkin aku dapat menerima hal yang tiba-tiba seperti itu dengan tangan terbuka.

Val pun menghela napas juga. "Terkadang aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Tapi aku hanya bisa mendengar ceritamu saja, tidak bisa berbuat apa-apa."

Aku hanya bergumam, mengiyakan.

"Lalu, Lyon bagaimana?"

Aku menghela napasku. "Reaksinya bahkan lebih parah. Aku yakin saat ini dia sedang menelpon Vic." Yah mereka berdua sangat dekat sejak SD. Dan untuk informasi, aku yakin dia tidak menyukai paman Thomas. Bahkan aku tidak perlu menyentuhnya lagi.

Val hanya bergumam. "Kapan mereka menikah?"

"Enam bulan dari sekarang."

"Hmm. Masih lama."

"Kenapa kau bertanya?" tanyaku bingung.

"Yah siapa tahu saja kau ingin meretakkan hubungan mereka." Aku merasa Val menyeringai di seberang sana.

Aku memutar bola mataku. "Aku tidak sejahat itu, Val. Aku juga ingin mama bahagia."

Dia hanya tertawa. "Ya aku tahu kau tidak akan sekejam itu pada ibumu." Lalu dia menghela napas sekilas. "Sebaiknya kau tidur sekarang. Besok kita sekolah."

Aku membalasnya dengan menggumam. "Sampai jumpa besok."

***

"Hei, katanya hari ini aka ada murid baru. Dan anak itu perempuan." Val memulai pembicaraan.

Kalau aku boleh jujur, firasatku hari ini sangat sangat buruk. Lebih dari sangat buruk.

Tiba-tiba ada yang memukul kepalaku dari belakang. Aku tahu siapa yang memukulku. Aku langsung memberi tatapan tajam pada Lyon. Dan aku sedikit kaget ketika dia juga menatap tajam aku.

"Aku punya firasat buruk hari ini." Katanya.

Val, Vic, dan Grey langsung melihat Lyon dan aku bergantian.

"Kau bukan satu-satunya orang yang berpikir seperti itu di sini," balasku dengan suara kecil.

Bel pun berbunyi dan kami duduk di tempat kami masing-masing. Lalu Bu Theresia pun masuk dengan murid baru itu. Aku langsung membulatkan mataku dan mengepalkan tanganku kuat-kuat.

"Anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru lagi." Lalu dia menghadap ke anak perempuan itu. "Silahkan perkenalkan dirimu."

"Nama saya Gracia Veronica Klen. Panggil saja saya Grace."

Apa sebenarnya cobaan yang kau berikan hari ini untukku, Tuhan?

***

Aku sedang di bangku panjang dengan Val, Lyon, Grey, dan Vic. Makan siang. Aku dan Lyon sedang menggunakan wajah dingin kami masing-masing.

Vic sudah tahu karena diceritakan oleh Lyon. Yah minus kemampuanku ini karena dia dulu tidak satu sekolah dengan kami. Kami dulu bertetangga.

Grey, dia tidak tahu apa-apa, tentu saja. Tapi aku bisa melihat dari tatapannya, dia ingin tahu tapi tidak berani bertanya.

Val, yah dia benar-benar penasaran. Dan akhirnya dia memecah keheningan yang kami berdua buat. Dia menghela napas keras-keras. "Cukup. Aku benar-benar tidak tahan lagi. Ada apa dengan kalian berdua?"

"Grace." Kami menjawab bersamaan.

Val hanya bisa melongo dengan kekompakan kami. Lalu menggeleng. "Kalian berdua berhutang cerita pada kami bertiga. Pulang sekolah nanti aku akan ke rumah kalian."

"Aku ikut." Jawab Grey.

"Kurasa aku tidak ikut. Aku sudah tahu ceritanya." Kata Vic, bosan. Tapi aku bisa melihat kilatan matanya seolah-olah ingin menerkam seseorang. Ada apa dengannya?

Lyon dan aku hanya menghela napas dan bergumam. "Baiklah. Terserah kalian."

Lalu, ketika kami kembali ke kelas, Grace menatapku dengan tatapan tidak suka. Aku tidak menghiraukannya dan menatapnya dingin. Lalu aku membuang muka dan menggenggam tangan Vic yang tepat berjalan di sebelahku. Dia hanya diam karena dia tahu kalau aku sedang pusing memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Apa rahasiaku akan terbongkar?

Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang