Lyna POV
"Mama.."
"Kenapa sayang?"
"Kenapa mama tidak pernah bilang kalau paman Thomas punya anak?"
"Benar juga ya... Memangnya kenapa, sayang?"
"Aku--"
"LYNA!!"
Aku menengok ke arah Lyon yang berteriak, dia terlihat marah. Mama hanya melihat ke arah kami, bingung.
Lyon pun berjalan ke luar rumah dan aku pun mengikutinya, karena dari tatapan tadi, aku tahu dia ingin bicara denganku.
"Kenapa kau tadi teriak?" Dia tidak menjawab. Kurasa ini soalan serius.
"Ly." Katanya ketika kami sudah sampai di taman dan duduk di bangku panjang. "Kau ingin membuat mama sedih lagi?"
"Apa maksudmu. Aku tidak mengerti."
"Kau tadi ingin bilang kan kalau kau menyukai anak paman Thomas. Oh mungkin kau akan bilang kalau kau mencintainya, apa aku salah?"
Deg.. Lyon memang selau tahu gerak-gerikku. Aku menyamarkan kekagetanku. "Apa yang kau bicarakan, Lyon?" Tanyaku lalu tartawa garing.
"Cukup pura-puranya, Ly. Apa kau tahu apa yang akan terjadi kalau mama dengar kalimat tadi?" Aku terdiam. "Mungkin dia akan meminta paman Thomas untuk tidak melakukan pernikahan, lalu kau akan membuat mama sedih lagi. Kenapa kau tidak pernah berpikir panjang, Ly!"
Tanpa sadar air mataku menetes. Aku langsung mengusap mataku dengan punggung tangan. "Aku.. Maaf Lyon.. Aku tidak berpikir jernih akhir-akhir ini."
Tatapan Lyon melembut. Dia memelukku lalu kenepuk-nepuk punggungku pelan. "Tolong, Ly. Bunuh perasaanmu pada Grey. Mungkin Vic bisa membantu."
"Huh? Vic?" Tanyaku setelah merengkangkan pelukan supaya bisa menatapnya. Dan dia hanya nyengir.
"Cepat atau lambat kau pasti tahu."
***
"Hai Lyn!" Val menyapaku dengan begitu cerianya. Aku berani bertaruh setelah aku membalas sapaannya, dia akan tertawa. Karena dia memang sedang menahan tawa.
Aku menghela napas. "Sudahlah tertawa saja, tidak perlu ditahan. Mukamu jadi aneh."
"Bfftt... HAHAHAHAHAHAHHAHA." Demi Tuhan. Kenacang sekali suaranya. Semua orang di kelas bahkan menatap kami. Ugh.. Aku bingung kenapa aku tidak malu bersahabat dengannya. Lalu tawanya reda.
"Sekarang ku tanya, kenapa kau tertawa?" Tanyaku datar.
"Bukan apa-apa." Katanya sambil tersenyum lebar. "Hanya saja aku punya rencana yang cukup bagus untukmu... Hehe."
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Jadi terserahlah."
"Lyna.." Aku menengok ke arah suara itu. Oh.. Tenyata Grace.
"Ada apa?" Tanyaku. Dia terlihat gugup, atau apalah itu. Karena dia sedaritadi menunduk.
"Aku ingin minta maaf. Harusnya aku tidak langsung berprasangka buruk. Aku terlalu dibutakan oleh dendam. Apa kau memaafkanku?"
"Aku sudah memaafkanmu, Grace. Tapi kalau kau berharap kita kembali seperti dulu.. Entahlah. Ku rasa aku tidak bisa."
Dia menghembuskan napas lega. "Memaafkanku saja sudah cukup. Terima kasih." Lalu dia pun pergi setelah mendengarku bergumam sama-sama.
.... Aku merasa ada yang jangal. Oh iya Val. Aku menatapnya. "Apa?" Tanyanya merasa diperhatikan.
"Habis menonton teater gratisan ya?" Tanyaku sebal. Pantas saja tadi aku tidak mendengar dia bicara.
Dia hanya nyengir. "Tenang saja. Aku pasti memberitahu Ion.. Eh maskduku Lyon.. Hehehe"
Hmm... Kurasa aku harus mencari tahu tentang panggilan Val pada Lyon.. Ion huh?? Sedikit terdengar menjijikan.. Hehehehe...
***
Lyon POVTut.... Tut.... Ceklek...
"Halo?"
"Halo, ini aku Lyon."
"Ada apa kau menelponku?"
"Apa rencanamu sudah siap?"
"Baru sembilan puluh persen. Memangnya kenapa?"
"Tidak apa. Kapan kau akan menjalankan rencana ini?"
"Mungkin lusa. Kau harus membantuku. Kau sudah berjanji, Lyon."
"Iya iya. Aku tidak mungkin lupa. Ya sudah aku hanya ingin mengecek saja. Dan jangan lupa lusa kau harus bawa Lyna ke sana."
"Iya."
Tut.....
***
Hayoo siapa yang telponn 😄 hahahaha.
Thanks readers, and don't forget to leave vomments 😁 maap yaa karena chap ini super sedikit hehehe
Nad
KAMU SEDANG MEMBACA
Mind Reader
Teen FictionKau mau menjadi sepertiku yang punya kemampuan membaca pikiran? Aku bersedia memberikan kemampuan ini padamu, kalau saja aku bisa. -Lyna Freyana- Ketika rahasianya terbongkar, yaitu kemampuannya membaca pikiran, tidak ada satupun orang yang mau bert...