s e m b i l a n

6.7K 636 3
                                    

Sampai di rumah hari itu, Val dan Grey mengorek-ngorek informasi tentang Grace. Mau tidak mau kami pun menjawab apa yng mereka tanyakan. Karena bercerita adalah hal yang malas kulakukan.

"Hmm.. jadi dulu dia sahabatmu." Val bergumam pada dirinya sendiri. "Lalu, menurutmu akan terjadi sesuatu yang menghebohkan besok?"

"Pertanyaan yang bagus. Tapi aku tidak tahu jawabannya." Jawabku acuh tak acuh.

Grey mendecak. "Katakan apa yang sebenarnya kau pikirkan, Lyn." Hei sejak kapan dia bersekongkol dengan Val?

Aku hanya menghela napas keras. "Ya. Kalian puas?" Mereka hanya mengangguk-angguk. "Bisakah kita berhenti dengan topik ini? Rasanya aku ingin muntah."

"Muntah saja sana. Aku sudah bolak-balik kamar mandi 3 kali sejak mereka berdua di sini." Jawab Lyon datar, tidak mempedulikan Val dan Grey yang mendengarnya.

"Pengakuan, huh?"

Lyon memutar bola matanya sebal. Yah, dia memang sedang tidak mood hari ini. Tepatnya sejak tadi pagi.

"Kalian tidak mau pulang?" aku beralih pada Val dan Grey. "Ini sudah sore, loh. Besok kita sekolah."

"Ku mengusir kami?" Tanya Grey.

"Anggap saja iya."

Val menyikut Grey. "Sudahlah. Lebih baik kita pulang sekarang. Sampai jumpa besok."

***

"Ly."

"Hmm."

"Firasat burukku bertambah parah."

Aku yang sedang menonton TV di sofa menghadap ke arah Lyon. Firasat Lyon jarang salah. Jadi sebaiknya kudengar ocehannya kali ini. "Firasat buruk seperti apa?"

Dia diam sebentar. "Ini tentang kau dan Grace."

"Grace?" Aku menengok ke arah datangnya suara itu. Mama yang baru saja pulang dari butik mengangkat sebelah alisnya.

Kami berdua mengangguk. "Lyon bilang dia punya firasat buruk." Lyon menepuk sofa meminta mama untuk duduk. Lalu kami bercerita tentang Grace yang pindah ke sekolah kami.

Tatapan mama berubah sendu. Lalu dia menatapku. "Mama ingin tanya padamu, Lyn." Aku mendengarnya dengan serius. "Apa yang akan kamu lakukan kalau orang yang sama menjatuhkanmu di lubang yang sama dua kali? Apa kamu akan memaafkannya? Atau kamu akan membalasnya?"

Aku diam. Memaafkan bukan hal yang mudah. Tapi balas dendam itu tidak menuntaskan masalah. "Kenapa mama bertanya begitu?"

"Karena mama yakin Grace akan memberitahu pada warga sekolah tentang kemampuanmu ini." Jawab mama yakin.

Aku termenung. Apakah dia setega itu? Dan yang membuatku bingung, kenapa dia melakukan itu?

Ah aku pusing.

***

Aneh.

Sejak aku masuk sekolah, semua murid menatapku dengan takut, jijik, dan lainnya.

Kurasa permainannya sudah dimulai. Batin Lyon

Permainan, ya?

Setelah aku duduk di kursiku, Val menegurku. "Hai!" katanya sambil tersenyum. Aku hanya membalasnya dengan senyum lelah.

Lalu Lyon yang berjalan-jalan sebentar di lorong sekolah berlari ke arahku. "LY!" aku menatapnya. dia sepertinya habis berlari "Mading sekolah." Dia mengucapkan tu dengan wajah pucat.

"Iya. Terima kasih informasinya. Aku sudah mengerti." Jawabku. "Nanti akan kulihat." Sepertinya Grace sudah memberitahu kemampuan ini melalui mading sekolah.


Val hanya menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan.

Ketika istirahat, aku, Val, Lyon, Vic, dan Grey akan pergi ke bangku panjang. Lalu ada yang menahan kami. Segerombol perempuan eksis di sekolah Victa. "Wah, wah. Jadi ini ya, nona pembaca pikiran itu?" Tanya seorang dari mereka dengan senyuman sinis.


Aku merasa Val, Grey, dan Vic menatapku kaget.

"Kenapa kalian bisa berkata seperti itu. Bukti saja kalian tidak punya. Testimoni saja kalian pikir cukup untuk menjatuhkan orang?" balasku dengan tegas. Walaupun aku membalasnya dengan berani, sebenarnya hatiku sudah menangis.

Aku lalu berjalan membelah kerumunan. Lalu tiba-tiba ada yang mendorongku. Aku akan tejatuh kalau Lyon tidak menahanku dari belakang. Eh. Sepertinya ini bukan tangan Lyon. Aku tidak sempat melihat kebelakang karena perempuan yang tadi berbicara lagi.

"Aku belum selesai bicara, nona pembaca pikiran."

"Apa mau mu huh?" tanyaku dingin. Maaf saja Grace, tapi aku tidak lagi selemah dulu yang hanya bisa lari dari masalah.

"Tidak ada. Kami hanya ingin kau pergi dari sekolah ini." Katanya diikuti sorakan perempuan lainnya.

Aku membalasnya dengan senyuman sinis. "Bagaimana kalau aku menolak, nona pemaksa? Mengumbar rahasia pribadiku keseluruh dunia, huh? Lakukan saja kalau kau memang masih hidup besok." Kataku tajam.

Dia tidak bisa menjawabku. Aku segera membelah kerumunan dan berjalan cepat ke bangku panjang.

Tanpa kulihat kebelakang pun, Val, Grey, dan Vic tidak akan mengejarku.

Lalu tiba-tiba ada yang mencekalku. "Kenapa kau lari, Li."

"Aku tidak lari Vic." Aku memutar tubuhku, memandang Vic.

"Meninggalkan mereka berdua tanpa penjelasan?" Mataku membulat.

"Kau sudah tahu." Bisikku.

Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang