t i g a

11K 939 10
                                    




"Cepat, Lyn!" Grace berteriak padaku.

"Apa sih, Grace?" Sahabtku ini hanya tersenyum lalu menunjuk kearah lapangan voli.

"Coba lihat itu! Ahh!! Dion! Kenapa engkau tampan sekali!!" Yah aku tidak mengerti kenapa sahabatku itu begitu histeris setiap melihat Dion. Baiklah kuakui dia memang tampan dan pandai, tapi hello~ Honestly he always stalks me. But no one knows this thing, even Grace. Dan karena itu 'tepe' nya tidak mempan padaku. Hah!

"Hey Lyn!" Dion berteriak padaku setelah latihan selesai. "Aku ingin bicara denganmu!"

Aku hanya menolehnya dengan tampang datar. Tapi ketika aku menoleh kearah Grace, dia hanya membulatkan matanya kaget.

"Baiklah. Aku harus ke tempat Lyon sebentar"

"Aku ingin bicara sekarang. Dan, Grace boleh tolong tinggalkan kami berdua?"

Aku melihat pipinya sudah basah oleh air mata. Aku kaget, dan tanpa mengucapkan apa pun dia langsung berlari menjauhi kami berdua. Ada apa dengannya?

***

Tebak, apa yang baru saja Dion bicarakan? Dia menyatakan perasaannya padaku dan apa jawabanku? Tantu saja tidak! Tapi jangan berpikir macam-macam ya. Aku menolaknya dengan halus kok. Aku masih tahu diri untuk tidak menerimanya, karena Grace yang notabanenya adalah sahabatku menyukainya.

Ngomong-ngomong soal Grace, kurasa dia menghindariku. Aku tidak berani bertanya padanya karena melihatnya murung seperti itu. Kurasa aku harus membiarkannya sendiri dulu.

***

Keesokan harinya, Grace sama sekali tidak berbicara padaku. Lyon bahkan sempat bertanya ada apa dengan sahabatku itu dan aku hanya menggeleng.

"Grace!" Pemilik nama tersebut pun menoleh. Lalu aku memegang bahunya.

Lalu seketika aku tersentak. Grace menepis tanganku dari bahunya.

"Kau benci padaku." Grace pun kaget laku menoleh ke arahku. Tentu saja, kalimat tadi lebih tedengar seperti pernyataan dari pada petanyaan.

"Bagaimana kau bisa tahu-," dia begumam.. sontak aku menutup mulutku yang berbicara seenaknya.

"Kau bisa membaca pikiranku? Benarkan?" teriaknya sampai-sampai orang di sekitar kami kaget dan menyimaknya.

"A.. aku..." Dia terlihat takut lalu mundur selangkah.

"Sempat terlintas di pikiranku bahwa betapa anehnya saat kamu tahu semua perkataan yang akan aku katakan, tetapi ku pikir itu tidak mungkin. Aku selalu meyakinkan diriku bahwa itu hanya karena kamu mempunyai daya obervasi yang begitu baik," kata Grace sambil menatap ku dengan mata yang memandang jijik ke arahku.

Seketika aku mendengar pikirannya yang bersuara demikian. "Kalau aku tahu kamu bisa membaca pikiranku, aku tidak mau mengenalmu."

Seketika itu juga air mataku menetes. Grace pun langsung pergi meninggalkanku. Teman-teman yang lain pun menatapku dengan takut, jijik, kecewa.

"Ly?!" Aku mendengar Lyon memanggil namaku. Dia kaget ketika melihatku menangis. Dia menghapus air mataku lalu memelukku.

"Baiklah, kita pulang sekarang," bisiknya padaku. Aku hanya bisa mengangguk, mebiarkan Lyon menuntunku pulang.

Dan sejak hari itu, aku takut mempunyai teman dekat. Sahabat.

Mind ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang