Wah ga nyangka udah mau abis yaa 😄😄 i hope u enjoy this chap, readers 😘
***
"APA?! KAU AKAN MENYATAKAN PERASAANMU PADANYAA?!!!" teriak Val sambil menggebrak meja di depannya sambil berdiri.
"Val!! Berhentilah berteriak! Bisakah kau berhenti mempermalukanku di depan umum?" Kataku tenang sambil mengusap telingaku yang sakit karena teriakannya.
Seluruh mata di café ini pun tertuju pada kami. Aku melihat wajah Val berubah merah lalu meminta maaf pada orang-orang di sekitar kami. Lalu dia menghembuskan napas, lelah sebelum duduk di kursinya tadi.
"Back to topic. Kau yakin dengan keputusanmu itu?" Tanyanya serius.
"Memangnya kenapa?" Tanyaku balik.
"Kenapa kau bilang? Kau perempuan!! Mau taruh di mana ego mu itu?" Tanyanya kesal. Lalu dia menghembuskan napasnya lagi. "Maaf aku terbawa emosi."
"Tidak apa. Aku tahu kau khawatir padaku. Tapi... Kurasa sebaiknya begini dari pada tidak bilang, begitu kan Val?"
"Iya sih... Terserah kau saja lah. Aku hanya bisa mendukungmu dari jauh, nona keras kepala." Katanya lau tersenyum.
Lalu hp ku berdering. "Kau masih belom mengganti nada deringnya?" Tanya Val sambil menahan tawa. "Aku jelaskan saja ya kata-kataku waktu itu. Lagu ini cocok denganmu karena kau sepertinya takut untuk menyukai seseorang. Kau selalu menyangkat perasaanmu sendiri. Jadi, aku langsung beranggapan begitu." Aku terbengong mendengar ceramahnya yang panjang tadi. "Ah.. Sudahlah, cepat angkat teleponnya."
Aku kembali sadar dari lamunanku lalu segera mencari hp ku. Oh mama yang menelponku rupanya.
"Halo?"
"..."
"Aku sedang bersama Val. Kenapa?"
"..."
"Baiklah aku akan segera pulang."
"..."
"Tidak usah.. Biar saja Val yang mengantarku pulang. Dia memaksaku tadi."
"..."
"Hm.. Iya. Sampai nanti." Lalu aku menutup teleponnya.
"Um Val." Dia mendongkak setelah meminum habis milkshakenya. "Bisa tolong antar aku pulang sekarang?"
"Hmm.. Baiklah. Ayo." Lalu kami membayar makanan kami di kasir dan segera ke arah parkiran.
***
"Aku pulang!" Teriakku dari pintu depan rumah setelah aku membukanya. Lalu aku melihat ada papa di dapur. Maksudku Papa Thomas.
"Hai Pap. Mama mana?" Tanyaku padanya.
"Dia baru saja kembali kebutik, ada klein yang harus dia temui." Aku hanya mengangguk-angguk. "Lalu kenapa mama menyuruhku pulang tadi?"
"Setelah aku selesai memasak ini aku harus pulang. Tadi aku sudah terlanjur masak, lalu sekretarisku bilang akan ada meeting lagi jam 3. Jadi kau di minta untuk menjaga rumah." Katanya sambil nyengir.
"Loh? Lyon belum pulang? Tumben." Aku bergumam.
"Baiklah. Aku harus ke kantor sekarang. Jaga rumah baik-baik Lyn. Hati-hati." Katanya sambil ke berjalan ke luar.
"Iya. Papa juga hati-hati."
***
Akhirnya hari itu datang juga. Hari pernikahan Papa dan Mama. Sejak tadi pagi aku sudah merapikan diriku, wajah, rambut, dan pakaian dan segala tetek bengeknya. Ini akan menjadi hari yang melelahkan bagiku. Yah tentu saja Grey dan Lyon juga. Mereka terlihat gerah menggunakan tuxedo mereka. Hampir setiap saat mereka mencari tempat ber-AC.
Dan hari ini juga aku akan menyatakan perasaanku padanya. Bilang saja kalau aku ini tidak tahu malu. Tapi, kalau bukan aku yang bilang, dia tidak akan maju, kan? Apa aku harus menunggu ketidak pastian? Lagi pla, dia sudah pernah meyatakan perasaannya padaku. Jadi aku harus menjawabnya. Sekarang atau tidak sama sekali.
"Hei, Ly. Kau tidak gerah ya?" Tanya Lyon sambil menatapku horror.
"Kami berdua bahkan ingin sekali membuka seluruh pakaian ini. Aku bahkan tidak peduli dengan semua mata yang melihat." Lanjut Grey sambil mengipasi wajahnya dengan tangan.
"Sabarlah, bro." balasku lalu tertawa. "Dan soal gerah atau tidak, tentu saja aku gerah. Sebaiknya kalian tidak banyak mengeluh, atau aku kan beritahu ini pada mama. Aku akan bilang padanya kalau kalian malas menggunakan tuxedo dan menghadiri pestanya." Kataku lalu tersenyum licik.
"Baik-baik kami tidak akan mengeluh lagi." Kata Lyon lemas. "Huh! Awas saja kalau kau beritahu mama." Katanya sambil menatapku tajam.
"Memberitahu mama apa?" Tanya suara mirip mama dari arah belakang kami. Dan ketika kami berbalik, itu tenyata memang mama.
Aku langsung membuka mulut. "Memberitahu mama soal-" tiba-tiba mulutku dibekap oleh Lyon dan Grey.
Lyon tertawa garing. "Bukan apa-apa kok, ma. Hanya ingin bilang kalau mama benar-benar cantik hari ini."
"Iya. Itu benar." Lanjut Grey dengan senyum paksaannya.
Mama mendengus, sebal. "Mama dari dulu udah cantik kali. Sudah ya, mama harus ke dalam lagi." Lalu dia berjalan ke dalam ruangan di mana papa sudah menunggu.
Akhirnya mereka melepaskan tangan mereka dari mulutku sambil menghela napas lega. Lalu mereka menatapku tajam. "Aku tahu aku tidak punya kemampuan sepertimu, tapi aku tahu apa isi kepalamu tadi." kata Lyon kesal.
Aku hanya nyengir tidak bersalah. "Sekali-kali aku yang iseng tidak apa kan?"
***
Akhirnya resepsi pernikahannya dimulai. Resepsinya dilaksanakan di ballroom Hotel Mulia. Aku capek sekali karena harus terus berdiri, menyambut tamu-tamu. Yah walaupun tidak banyak. Kebanyakan tamunya tidak ku kenal. Entahlah. Aku tidak peduli. Yang ku tahu hanya berdiri di tempat di mana seharusnya aku berada dan mengembangkan senyum di wajah dan bersalaman.
"Hei, Lyon, Grey. Aku pergi ke sana dulu ya. Aku ingin ambil minum." Mereka saling menatap lalu mengangguk kepadaku. Ada apa mereka?
Sebenarnya aku bukan hanya ingin minum, tapi mencari Val dan Vic. Val bilang kalau tadi dia datang ke sini dengan Vic, jadi mereka tidak mungkin berjauhan. Tapi setelah lama mencari, aku tidak menemukan mereka juga. Aku menghela napas, lalu berjalan kembali ke tempatku.
Tiba-tiba lampu di ballroom semuanya mati. Ada beberapa orang yang histeris, tapi tidak lama kemudian ada beberapa lilin yang menyala. Tapi tetap saja pengelihatanku masing remang-remang.
Lalu dari belakangku, ada yang menutup mataku. Dia berdiri sangat dekat denganku hingga aku bisa mencium bau khasnya. Sepertinya aku tahu dia siapa.
Lalu dia menggiringku ke luar ballroom sambil tetap menutup mataku. Dan sepertinya lampunya sudah menyala lagi karena terdengar suara orang-orang yang lega karena lampunya sudah menyala.
Aku tidak takut. Dalam hati kecilku, aku yakin orang yang ada di belakangku ini tidak akan berbuat jahat, karena aku mengenalnya.
Aku mendengar suara pintu tertutup dan aku merasakan angin yang berhembus cukup kencang. Ketika dia menyingkirkan tangannya dari mataku, aku sadar kalau aku ada di balkon ballroom dan aku pun membalikkan badanku. Dan ternyata memang benar dugaanku.
"Hai, Li. Kau cantik sekali hari ini." Katanya tulus sambil tersenyum ke arahku. Yap, dia orang yang ku cari sejak tadi. Vic.
***
Ngegantung banget yaa?? 😁😁 maap deh maap :* gatau kenapa suka banget bikin begini hahaha 😄😄
Jangan lupa tinggalin vomments ya guyss 😊😊 ilysm 💞💞NB: go check the mullmed, guys.. It's the balcony 😁
Nad
KAMU SEDANG MEMBACA
Mind Reader
Teen FictionKau mau menjadi sepertiku yang punya kemampuan membaca pikiran? Aku bersedia memberikan kemampuan ini padamu, kalau saja aku bisa. -Lyna Freyana- Ketika rahasianya terbongkar, yaitu kemampuannya membaca pikiran, tidak ada satupun orang yang mau bert...