"Sebenarnya kau mau membawaku kemana?" Aku agak sedikit kesal dengan kejutan ini.
"Sudahlah, kau akan tahu nanti." Lalu setelah percakapan itu tidak ada seorang pun dari kami yang membuka mulut. Hingga kami sampai di pasar. Tunggu dulu.. PASAR?!
"Baiklah kita sudah sampai," katanya lalu turun dari mobil.
Tentu saja aku masih terkejut, tapi aku tetap memasang tampang dinginku. Lalu aku pun mengikutinya turun dari mobil.
"Tolong temani aku sebentar, ya!" katanya sambil memohon padaku.
"Ya, ya. Terserah kau saja," kataku acuh tak acuh.
Aku hanya mengikutinya berbelanja bahan makanan. Jujur saja, aku tidak suka keramaian karena kalau aku tidak menggunakan sarung tangan saat ini, aku sudah pingsan dari tadi. Akan sangat pusing kalau aku membaca pikiran 2 orang sekaligus, apa lagi seperti saat ini.
"Baiklah kurasa sudah cukup. Ayo kembali kemobil." Aku hanya mengangguk.
"Aku benar-benar tidak mengerti," kataku.
"Apanya?"
"Kau membawaku ke pasar dan aku tidak melakukan apa pun selain mengekorimu."
"Lalu memangnya kenapa?" tanyanya sambil tertawa.
"Aku merasa kalau ini bukan alasan kenapa kau membawaku pergi. Dan kau pasti akan membawaku ke suatu tempat lagi. Apa aku benar?"
Grey tertawa. "Tepat sasaran. Kau suka sekali menganalisis sesuatu ya?"
Aku hanya mengangkan bahu sekilas.
Lalu kami masuk ke dalam mobil dan dia membawaku ke apertemen dekat rumahku.
"Kau tidak ingin berbuat yang tidak-tidak padaku, kan?" kataku sampil menatap matanya, sinis.
"Kau ini telalu berpikiran negatif," Katanya lalu tertawa.
Dia membawa bahan makanan yang tadi dia beli ke dalam apertemennya.
"Aku baru tahu kau tinggal di apertemen." Kataku ketika kami sudah sampai.
"Yah begitulah." Lalu dia beranjak ke dapur. "Tunggu sebentar ya."
Aku hanya menggangguk, lalu melihat-lihat sekeliling apertemen.
Setelah bosan melihat, aku pun menghampiri Grey di dapurnya. Oh.. dia sedang memasak.
"Kau tinggal di sini sendirian?" tanyaku.
"Yah begitulah. Memangnya kenpa?"
Aku menggeleng. "Hanya bertanya. Mau kubantu? Aku agak kasihan melihatmu memasak sendiri."
Grey tertawa lagi. "Aku tidak seburuk itu dalam memasak." Dia menunjuk meja makan di dekat Dapur. "Kau duduk di sana saja sambil menungguku selesai."
"Aku harap makananmu enak. Karena aku punya selera yang cukup tinggi," kataku datar sambil berjalan menuju meja yang ditunjukkannya padaku.
"Tenang saja," katanya dengan percaya diri.
Lalu lima belas menit kemudian dia selesai memasak. Dia memindahkan masakannya ke piring bersih lalu segera membawanya ke meja makan tempat aku duduk.
Setelah selesai, Grey duduk di depanku dan kami mulai makan masakannya itu.
"Hmm.. Boleh juga." Kataku menilai masakannya.
"Aku tidak akan mengecewakanmu." Dia terlihat tersenyum sekilas. "Ngomong-ngomong.." di melirik sarung tanganku yang ku telakkan di dekat meja. "Kenapa kau selalu menggunakan sarung tangan?"
"Memangnya Lyon tidak memberitahumu?" aku mulai tidak suka dengan topik ini.
Dia hanya mengangkat bahu. "Sudahlah. Apa susahnya menjawab."
"Alasan pribadi."
Lalu tidak ada diantara kami yang berbicara lagi.
"Maaf."
"Untuk apa?" balasku.
"Karena menanyakan hal tadi. Kau terlihat tidak suka."
"Baguslah. Berarti akomodasi matamu masih bagus," kataku datar.
"Kurasa sudah saatnya aku mengantarmu pulang."
Aku mendongkak, lalu menaikkan sebelah alisku.
"Lyon memintaku untuk mengembalikan mu ke rumah jam 12 siang."
"Untuk apa?"
"A..Aku tidak tahu." Baiklah. Aku yakin dia berbohong sekarang.
Aku menghela napas, lalu beranjak dari meja makan. Baiklah.
Lalu aku tiba-tiba tersandung sesuatu, dan hampir terjatuh kalau saja Grey tidak menahanku.
Oh.. tidak!! Aku lupa menggunakan sarung tangan!
Kurasa dia cukup manis.
Kalau kau tidak sungguh-sungguh, sebaiknya kau tidak mendekatinya.
Tentu saja aku sungguh-sungguh, aku menyukai Ly...
Cukup! Aku mendorong Grey kuat-kuat, lalu dia terjatuh.
"Lyn! Ada apa? Kenapa kau mendorongku?" tanyanya bingung bercampur kesal.
Aku sendiri kaget dengan perbuatanku tadi. Lalu aku buru-buru mengambil sarung tanganku yang tertinggal di meja makan, lalu berjalan ke pintu keluar. "Terima kasih makanannya. Kau tidak perlu mengantarku. Sampai jumpa." Lalu aku pun keluar dari apertemennya.
Paling tidak aku tahu kalau Lyon nanti akan mengajakku makan malam setelah menyentuhnya.
Air mata sudah menggenangi pelupuk mataku. Aku tidak tahu kenapa aku menangis. Apa karena aku takut kejadian dulu terulang?
"Lili?" Aku menegang. Hanya satu orang yang biasa memanggilku dengan nama itu.
Aku mendongkak, lalu melihat orang yang memanggilku tadi. Victor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mind Reader
Teen FictionKau mau menjadi sepertiku yang punya kemampuan membaca pikiran? Aku bersedia memberikan kemampuan ini padamu, kalau saja aku bisa. -Lyna Freyana- Ketika rahasianya terbongkar, yaitu kemampuannya membaca pikiran, tidak ada satupun orang yang mau bert...