"Vic!! Liliy ke mana?!" Tanyaku pada Vic yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV.
"Aku tidak melihatnya." Katanya santai. Ugh.. Rasanya aku ingin marah sekarang. Aku pusing mencari anak kami dan dia hanya duduk santai.
"Tadi kau kan bersamanyaa!! Aduh.." Aku memegang kepalaku, pusing. "Liliy!!! Kamu kemana?!!"
"Mama cari aku?" Tanya perempuan kecil berumur 4 tahun dari belakangku. Yup, itu Liliy. Anakku.
Aku menghela napas. "Kamu dari mana, sayang?" Tanyaku sambil menggendongnya.
"Aku habis dari taman belakang." Katanya sambil menjuk tamannya. "Habis Liliy suka."
"Lain kali kalau mau kemana-mana bilang, ya." Kataku sambil mencubit hidngnya lembut. Dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Anak ini lucu sekalii.
"Halo." Aku mendengar Vic mendapat telepon.
"..."
"Apa?!"
"..."
"Baiklah! Kami akan segera ke sana." Lau dia mematikan hpnya. Dia terihat sangat khawatir.
"Ada apa?" Tanyaku.
"Mama kecelakaan. Dia ada di rumah sakit tempat Lyon bekerja." Aku terbelak, kaget.
Kami pun segera pergi ke sana. Dan kami juga membawa Liliy, karena di rumah tidak ada orang.
***
Kami berlari di koridor rumah sakit. "Lyon! Grey! Bagaimana keadaan mama?" Mereka semua kelihatan khawatir.
"Mama masih dioperasi. Kita hanya bisa berdoa sekarang." Kata papa yang ternyata ada di belakang mereka. Dia terlihat lebih khawatir dari pada Grey dan Lyon.
Aku kaget tentu saja. Tapi air mataku tidak bisa keluar. Entah kenapa. Tanpa kusadari Liliy yang sedang memegang tanganku menangis.
"Liliy kenapa menangis?" Tanya Vic lembut sambil berjongkok. Liliy hanya menggeleng sambil mengusap air matanya.
"Katakan saja sayang." Liliy masih belum melepaskan tangannya dariku. Dia menggeleng lagi. Aku menatap Vic. "Biarkan saja dulu."
Aku memakai sarung tangan, jadi aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Jadi kami membiarkan dia menangis.
Tiba-tiba ruang operasinya terbuka. "Bagaimana keadaannya, dok?" Tanya Lyon ketika dokter keluar dari ruang operasi.
"Operasinya berjalan lancar. Hanya saja dia belum bangun. Kami akan memindahkannya ke ruangan lain. Permisi."
Setelah mama di pindahkan ke ruangan lain, kami makan siang di kantin rumah sakit. "Kurasa, aku melihat mama dulu. Kalian makan saja duluan. Aku tidak lapar." Lalu aku berjalan ke ruangan mama. Vic dan Liliy mengikutiku.
Ketika kami masuk ke dalam, mama yang terbaring lemah membuat hatiku sedih. Aku duduk di sisi ranjangnya sambil berdoa dalam hati. Liliy memintaku untuk menggendongnya, aku pun menganulkan permintaannya. Tapi tiba-tiba dia menangis lagi.
"Kenapa kau menangis lagi?" Tanyaku lembut. Dia menggeleng sambil terus menangis. "Katakan, sayang. Jangan buat mama papa khawatir."
Akhirnya dia luluh. "Mama.. Hiks.. Sangat sedih tapi.. Hiks... Mama menahan air mata mama.. Hiks... Jangan di tahan.. Hiks.. Mama nanti jadi tambah sedih..." Aku kaget. Aku membuka sarung tanganku lalu membelai rambutnya.
Liliy.. Dia.. Bisa membaca perasaanku. Bagaimana bisa. Ketika aku membaca pikirannya lagi, dia ternyata menangisiku, bukan mama. Aku pun jadi ikut menangis. Vic terlihat bingung tapi dia memeluk kami berdua dari belakang.
"Kalian ini kalau mau bermesraan jangan di ruangan mama, dong." Aku kaget, melihat mama. Ternyata dia sudah bangun.
"Mama!! Syukurlah, mama sudah bangun." Aku memeluk mama dan dia membalasnya.
"Ma, Li, aku dan Liliy makan dulu ya." Kata Vic sambil menghendong Liliy keluar.
"Jadi, kenapa kamu menangis?" Tanya mama setelah Vic dan Liliy keluar.
"Liliy. Dia..bisa membaca perasaanku. Bagaimana bisa?" Mama tertegun mendengarnya.
"Sebenarnya papamu juga dulu bisa membaca perasaan." Aku kaget, tapi membiarkan mama menjelaskan. "Keluarga papa semuanya begitu. Tapi hanya diturunkan oleh satu anak saja. Kalau papamu membaca perasaan, kakekmu membaca pikiran. Jadi terus bergantian. Kalau Liliy punya anak nanti, dia pasti bisa membaca pikiran." Jelas mama. "Hanya saja bedanya membaca perasaan bisa dilakukan walaupun orang yang kau sentuh menggunakan sarung tangan atau semacamnya."
"Kenapa mama tidak pernah memberitahu ini padaku?" Protesku.
"Mama lupa." Katanya sambil tersenyum, merasa tidak bersalah. Yaampun aku tidak menyangka. "Lyn. Jagalah Liliy. Ceritakanlah tentang ceita hidupmu, dan kelak, kemampuannya akan dia gunakan dengan baik. Bukan untuk berbuat kejahatan, tapi untuk kebaikan." Nasihat mama.
Aku mengangguk pasti. "Aku akan menjaga Liliy dengan baik, ma. Mama tenang saja."
***
Pulangnya, aku bercarita pada Lyon ketika Liliy sudah terlelap. Ekspresinya sama ketika mama bercerita tadi.
"Hmm jadi begitu." Katanya sambil merebahkan tubuhnya di kasur. "Pantas saja dia menangis tadi. Ku kira itu turunan darimu. Cengeng." Katanya sambil tersenyum jahil.
"Enak saja. Memangnya aku secengeng apa?"
"Ada saatnya ketika kau sering menangis, kau tahu." Dia tertawa. "Aku penasaran bagaimana kehidupan Liliy ketika dia remaja nanti. Menurutmu apa akan seperti kau nantinya?"
Aku berpikir sebentar, tapi aku menjawab pasti. "Tidak. Karena beda orang beda pilihan. Beda orang beda takdir. Kau mengerti maksudku?"
Dia hanya tersenyum. Dia tetap saja tampan seperti dulu, walaupun sifatnya sekarang lebih jahil dan lebih kebapakan. Tapi itu tidak akan mengurangi cintaku padanya, malah itu semakin bertambah.
It's not a happy ending. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Pasti ada kalanya kami bertengkar, ada kalanya kami perang dingin. Tapi aku akan terus berdoa supaya kami tetap begini seterusnya.
Dan pada akhirnya, aku bersyukur punya kemampuan ini. Aku bisa mengenal Vic, Grey, dan Val lebih jauh.
Mungkin sulit untuk mencari teman yang benar-benar ingin berteman denganmu. Terlebih sahabat. Tapi kalau kalian berusaha kalian akan dapatkan, cepat atau lambat. Jangan salahkan Tuhan kalau kalian tidak mendapatkan apa yang kalian inginkan, karena rencanaNya selalu baik.
"Kau terlalu sering melamun." Kata Vic lalu menarikku ke ranjang. "Tidurlah. Besok kau harus rapat denganku pagi-pagi." Dan aku pun memejamkan mataku setelah aku mendengar kalimat ini dari hatinya yang paling dalam. I love you.
***
Yeyy!!! Gimanaa ceritanya?? Baguss?? Jelek?? Makasih untuk para readers yang udah baca ceritaku sampai habis dan selalu kasih vomments dan dukungan. I apreciate it ^^
ILYSM 😘Nad
KAMU SEDANG MEMBACA
Mind Reader
Teen FictionKau mau menjadi sepertiku yang punya kemampuan membaca pikiran? Aku bersedia memberikan kemampuan ini padamu, kalau saja aku bisa. -Lyna Freyana- Ketika rahasianya terbongkar, yaitu kemampuannya membaca pikiran, tidak ada satupun orang yang mau bert...