"Ly?"
Aku mendongkak ke arah Lyon yang berdiri di depan kamarku. Yah aku sedang di kamarku. Merenung.
"Vic bilang kau menangis tadi."
Aku tidak membalas ucapannya. Lalu aku punmenyembunyikan wajahku dengan bantal sambil berbaring.
Lyon menghela napas. Lalu dia duduk di samping ranjang membelai rambutku.
"Aku membaca pikiran Grey tadi. Aku takut kejadian dulu terulang lagi. Dengan memberikan dia kesempatan untuk masuk ke dalam hidupku, itu juga menjadi peluang kejadian itu terulang lagi." Lalu aku bangkit dan duduk . "Aku.."
Lyon memelukku. "Shh.. kau tidak perlu bicara lagi. Aku sudah mengerti." Aku sayang padamu. Aku tidak mau melihatmu sedih begini.
Mungkin Lyon bisa menjadi saudara yang manyebalkan, tapi dia tetaplah kakak yang terbaik bagiku.
"Kau ingin mengajakku makan malam di mana hari ini?" tanyaku.
Lyon merenggangkan pelukannya supaya dia bisa melihat wajahku. "Emm. Sebenarnya aku agak ragu dengan moodmu yang sekarang. Tapi..."
"Tidak apa, apa. Eh.. jadi mama yang mengajak kita?" Kataku setelah membaca pikirannya.
Di mengangguk. "Formal. Sebaiknya kau siapkan baju dari lemarimu. Aku tidak tahu akan semewah apa makan malam hari ini." katanya lalu terkekeh. Oh, mungkin ada rekan kerjanya yang mengundang kami makan malam.
Lalu dia bangun dari ranjangku dan berjalan keluar kamarku. "Jam 5 nanti kau harus sudah selesai. Tidak perlu make up, cukup dengan bedak saja mengingat seberapa bencinya kau pada make up." Dia menyeringai. "Kita harus menjemput mama dulu di butik."
"Lyon! Sampaikan rasa terima kasihku pada Vic ya," kataku sambil tersenyum lembut.
Victor adalah laki-laki terdingin yang pernah kukenal. Dia hanya terbuka pada Lyon saja. Dan dia akan bersikap lebih dingin bila berhadapan dengan perempuan. Tapi jujur saja, aku agak penasaran dengan dirinya.
Entah sejak kapan. Mungkin sejak dia mengenal Lyon dan memanggilku Lili?
***
Aku berdiri di depan cermin yang ada di kamarku. Baiklah, setidaknya penampilanku tidak memalukan.
"Ly! Cepat turun! Kita harus jemput mama dulu!" Lyon berteriak dari bawah.
Aku cepat-cepat mengambil tas kecil lalu mengisinya dengan barang-barang yang harus kubawa. Aku cepat-cepat turun sebelum Lyon berteriak lagi.
Aku melihat Lyon yang mengenakan kemeja biru tua dan dilapisi lagi dengan jas hitam. Yah dia memang tampan, tapi tetap saja sifat menyebalkannya tidak hilang.
Dia pun melihatku, lalu tersenyum. "Kau cantik juga."
Aku mendengus. "Pujian atau ejekan, huh?"
"Anggap saja aku berbaik hati hari ini. Itu artinya pujian." Dia tertawa, lalu dia memberikanku sarung tangan tipis berwana putih yang menutup sampai lengan bawahku. "Pakailah," katanya.
Aku pun mengenakannya. "pasti kau yang membelinya," kataku. Dia hanya membalasnya dengan mengangkat bahu sambil tersenyum. "Terima kasih. Ini cantik," kataku dengan suara kecil.
"Apa? Aku tidak mendengarmu," katanya pura-pura tidak mendengar ucapanku sebelumnya.
"Kau sudah dengar tadi. Sebaiknya kita tidak membuat mama menunggu," kataku sambil berjalan keluar rumah.
***
Mama meminta Lyon untuk membawa kami ke Hotel Meiden. Baik, ini kelewatan. Kenapa? HOTEL MEIDEN ITU HOTEL MEWAH!
Cukup! Aku penasaran. Ku lepas sarung tangan kananku. Lalu mengarahkan tanganku pada mama. Tapi mama cepat-cepat menghindarinya.
Dia lalu menghela napas. "Sayang, mama tahu kamu benar-benar penasaran. Tapi mama ingin membuat kejutan untuk kalian. Sekali ini saja percaya pada mama. Oke, sayang?"
Aku tahu Lyon juga penasaran, tapi dia tidak mengucapkan apa pun pada mama. Aku pun menyerah. "Baiklah. Hanya untuk kali ini saja aku akan menahan rasa penasaranku yang sudah mencapai ubun-ubun ini." Lalu mengenakan sarung tanganku lagi. Mama hanya tersenyum kecil setelah mendengar perkataanku.
Sampai di hotel, mama menuntun kami ke restoran mewah. Oh kurasa ini tidak bisa diartikan dengan kata mewah, tapi benar-benar mewah.
Lalu mama berjalan ke satu meja, dimana sudah ada empat kursi yang mengelilingi meja bundar itu. Bahkan mejanya sudah dihiasi dengan lilin dan vas bunga dengan bunganya yang masih segar.
Tunggu... empat? Kami hanya bertiga kan?
"Anna!" tiba-tiba ada seorang laki-laki sebaya mama yang memanggilnya. Dan kemudian mereka saling berpelukan. Aku melirik Lyon, yang juga sedang melirikku. Dia terlihat.. umm bingung.
"Kurasa aku tahu kenapa kita dibawa ke sini, Ly," gumamku yang hanya didengar oleh Lyon.
Dia hanya mendesah. Yah dia terlihat kesal karena dia tidak tahu apa isi pikiranku.
"Sayang, kenalkan. Ini Thomas. Dia akan menjadi papa baru kalian."
Sudah Kuduga.
***
HAI readers! Maap kalau banyak typonya :D
makasi yang mau baca cerita abalku ini sampai chap ini!
Dan jangan jadi silent readers ya ^^
Love,
Nad
KAMU SEDANG MEMBACA
Mind Reader
Teen FictionKau mau menjadi sepertiku yang punya kemampuan membaca pikiran? Aku bersedia memberikan kemampuan ini padamu, kalau saja aku bisa. -Lyna Freyana- Ketika rahasianya terbongkar, yaitu kemampuannya membaca pikiran, tidak ada satupun orang yang mau bert...