Pengendali element petir atau Aroganz. Bukan tanpa sebab dinamai seperti itu karena biasanya seorang pengendali element petir adalah orang yang arogan, egois, tinggi hati, kikir, ya pokoknya orangnya akan memiliki sifat yang buruk.Aroganz sangatlah langka bahkan bisa dikatakan element ini sudah punah, selain karena sulitnya dipelajari ilmunya bahkan untuk seorang pertapa sihir, tidak pernah ada kabar lagi kalau ada seorang yang menguasai element petir dari keajaiban.
Sudah sekitar seratus tahun lebih element petir menghilang, orang-orang mulai menganggap kalau Aroganz sudah punah dan mereka sudah tak memperdulikan itu.
Tapi kali ini berbeda, bagaimana bisa seorang pangeran yang terlahir dari keluarga kerajaan tanpa kekuatan element, dan dirinya memiliki kekuatan abnormal, bagaimana bisa? Tentu saja itu hanya bisa dijawab dengan satu satu kalimat saja, ya, yaitu...
"sebuah Keajaiban".
••••••••••
"Apa!? Raja kembali ke kuburan?"
Semua pelayan yang ada diruangan tersentak saat Grush memberitahukan kepada Aaron kalau Beneth pergi kembali ke pemakaman dan menyuruhnya untuk menyusul.
"Aku akan kesana. Menkar!" Aaron memanggil nama itu, segumpal cahaya keluar dari jendela dan berubah menjadi kuda putih di bawah.
Aaron turun dan menaiki kuda itu. Lalu dia langsung melaju pergi.
••••••••••
"Ja–jangan mendekat!" Flore merangkak mundur ketakutan melihat An yang melangkah mendekat kearahnya. Flore terus berkali-kali merapalkan mantra untuk memunculkan skeleton, tapi tetap saja skeleton langsung hancur dengan satu tebasan dari An.
"Dengarkan aku dulu, aku hanya..."
"Tak ada yang bisa kudengarkan dari mu, kau ingin membunuhku, kan!?"
"A-aku... aku, tahu kau adalah orang dari dunia lain, tapi bukan berarti aku takut kepadamu..." Wajah Flore sudah memucat, bukan tanpa alasan melainkan dia juga tahu kalau pengguna Aroganz bukanlah orang lemah.
Bahkan ada sebuah ramalan kalau kekuatan Aroganz bisa menguasai dunia ini.
"Dunia lain? Tunggu, maksudnya kau tahu aku berasal dari dunia lain?"
"Ya, aku mengetahuinya dari 'dia' kalau kau bukanlah berasal dari dunia ini, kau adalah makhluk panggilan yang akan menjalani takdir besar," balas Flore.
"Tunggu, jadi gimana? Bisa kau ceritakan lebih lanjut!?" pinta An yang membuat Flore kesal, dia merasa kalau dirinya sedang direndahkan.
"Apa maksudmu, hah! Kau menantang ku." ucap Flore kesal, nafasnya sudah tak terkendali karena ketakutannya terhadap An.
"Bukan, aku hanya ingin mengetahui lebih lanjut tentang aku yang dipanggil kesini."
Mendengar itu Flore menyipitkan matanya, bingung dengan apa yang dikatakan An barusan.
"Ha?"
"Begini, begini!" An lalu menceritakan semua kejadian yang dia alami hingga sampai ke dunia ini. Awalnya Flore acuh tak acuh tapi beberapa saat mendengar cerita An dia sepertinya tertarik, ia pun mulai mendengarkan cerita An.
"Begitu kurang lebih kejadian hingga ku terbangun di dunia ini." ucap An selesai bercerita.
Flore terdiam, tidak seperti itu yang dia tahu mengenai An yang dikirim ke dunia ini. Setahunya kalau An dikirim ke dunia ini dengan dipanggil oleh Pruistin, Paus Sekte Suci Barat.
"Lalu... Bagaimana denganmu? Bisa kau ceritakan lebih detail lagi mengenaiku yang dipanggil ke dunia ini?" pinta An. Lamunan Flore pecah dan langsung mentap matanya ke An.
"Emm? Sebenarnya aku juga tidak tahu banyak. Yang kutahu hanya–uhukk... Uhukk..."
Belum selesai berbicara tiba-tiba saja Flore terbatuk dengan cipratan darah keluar. An terkejut dan langsung menghampirinya, menanyakan kondisinya saat ini.
"Kau baik-baik saja?" tanya An khawatir. Flore menarik punggung An dan mendekatkan wajahnya ke telinga An.
"Cepat pergi dari sini..." Setelah itu ia merapalkan mantra, tiba-tiba saja mereka berpindah kembali ke tempat asal mereka, yaitu kuburan. Flore mendorong tubuh An.
"Cepat!" perintah Flore diselingi batuk. An terdiam dia menatap Flore dengan bingung.
"Dasar..."umpat Flore tak sempat. Setelah itu Flore terdiam sejenak, lalu berikutnya dia tiba-tiba saja membelalakkan matanya lebar-lebar. "Ahhkkk!!" Flore meraung kesakitan, dari dalam tubuhnya menjalar energi mana kuat yang mengalir cepat.
"Florence!" panggil An.
Tiba-tiba saja Flore melesat hingga berada di belakang An dengan sebuah kepalan tangan yang sedang diluncurkan kepada An.
An yang tidak menyadari hal tersebut langsung terpelanting cukup jauh dan mendarat dengan menabrak batu nisan. Bahkan batu nisan itu mendapatkan retak akibat tubrukan An.
"Ahkk!!" Rasa nyeri dibagian tulang punggung An benar-benar menyakitkan, mungkin tulangnya itu retak. An memegangi punggungnya yang sakit dan mencoba berdiri.
Berbanding terbalik dengan Flore yang terlihat biasa-biasa saja dengan kondisi tangannya yang berlumuran darah karena hasil pukulan kepada An. Flore terlihat berbeda dengan sebelumnya, dia lebih terlihat seperti robot yang dikendalikan.
"Apa yang terjadi?" An mencoba menyesuaikan penglihatannya. Saat penglihatannya sudah mulai terlihat dia langsung disuguhi dengan Flore yang berlari kearahnya. Sontak dia langsung terkejut dan spontan menutup matanya.
Trangg!
Suara hantaman benda keras yang saling beradu.
Saat An membuka matanya dia melihat kedua tangannya yang menahan serangan Flore dengan pedang beraura biru digenggamnya. An terdiam sejenak dengan gerak tubuhnya yang tak sinkron.
••••••••••
Seorang Pria berdiri di balik jendela kamar sembari menatap luar, yaitu taman yang indah dan luas. Seorang Pria berjas putih dengan rambut abu pudar.
"Apakah ujiannya berjalan lancar?" tanya Pria itu—Ed Asich.
"Sesuai yang Anda harapkan," jawab seorang wanita yang menghampirinya.
Pria itu hanya membalas dengan senyuman elegan, sambil dilengan kanannya terdapat minuman Wine.
"Tak apa, itupun aku sengaja untuk bisa mengetahui kemampuannya." jawab Pria itu.
"Apa kau sudah menyelesaikan semuanya, Dion?" ganya Pria itu dengan berbalik kepada wanita yang baru saja duduk di kursi.
Wanita itu adalah Dion, ya, kalian mengenalnya dengan sebutan Permaisuri.
"Hei, jangan panggil aku nama itu, aku tak menyukainya." ucap Dion menggembungkan pipinya kesal. "Panggil aku, Carmeara!" tambahnya menyuruh tuk memanggil nama aslinya.
"Terserah." tanggap Pria itu datar dan kembali berbalik.
Carmeara bangun dari duduknya dan langsung memeluk Ed dari belakang. Ed tetap diam saja tak memperdulikan Carmeara yang menempel kepadanya. Carmeara sedikit menggoda-goda Ed dengan ucapan, tapi Ed tak menanggapinya.
"Kau tak tergoda denganku?" ucapnya dengan nada halus menggoda. "Padahal aku sudah melakukan diet keras, loh agar bisa bertemu denganmu. Aku bahkan memasukkan obat perangsang di minuman yang kau pegang itu," imbuhnya.
Ed mendengus sarkas. "Memangnya untuk apa aku harus tergoda oleh makhluk rendahan sepertimu." balas Ed merendahkan wanita itu.
Carmeara melepaskan cengkeramannya dan pergi. "Jahat." ucapnya kesal. Lalu setelah pintu dibuka itu dia pergi dari sana.
Ed menatapnya dari pantulan kaca jendela hingga dia berbelok dan ditutup hingga dia tak tampak wanita itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkarnasiku Menjadi Seorang Pangeran
FantasySelama empat abad lamanya dunia jatuh kedalam neraka. Semua itu hanya didasari atas perbuatan manusia yang memiliki hawa nafsu yang tinggi. Sejarah hanya ditulis oleh seorang pemenang. Perbudakan manusia oleh manusia itu sendiri. Kekuasaan seseorang...