Be My Forever || Hadikusuma Laboratoriun

128 12 0
                                    

Karel beranjak ke kamarnya, dan mengurung diri. Ia bahkan melupakan jika hari ini harus pergi mencoba tester makanan untuk katering makanan di pernikahan Rajendra, dan Rossaline yang tinggal beberapa minggu lagi. Ia meminta salah seorang temannya yang merupakan koki di sebuah hotel terkenal untuk mengurus makanan yang akan di pesan untuk pernikahan Rajendra nanti.

Berbeda dengan Rajendra yang kepribadiannya agak sedikit semberono,  Karel tetap tenang meski dadanya sangat bergemuruh karena kesal kepada dirinya sendiri yang dengan bodohnya mendorong Meira untuk menjauh, dan akhirnya jatuh ke pelukan Raja.

Ia bersyukur karena Meira jatuh ke pelukan pria sebaik, dan seloyal Raja. Ia dan Rajendra tentu mengenal sosok Raja dengan sangat baik. Ia tidak rela Meira dengan Raja, tapi ia bisa apa?

Ia tidak mungkin merebut calon pengantin sahabatnya sendiri karena keegoisannya. Ia tidak mau!

Karel mengusap wajahnya kasar, ini peristiwa yang benar-benar mengguncang hidupnya, bahkan ia saja tidam seperti ini saat di vonis memiliki penyakit langka oleh dokter. Tapi, hanya karena Meira Aprilian Hadikusuma ia seolah berada di ujung tanduk, tidak memiliki jalan keluar, dan tidak mampu menjalankan hidupnya.

Cklek.

Karel menoleh saat pintu kamarnya terbuka, memunculkan sosok Rajendra yang menatapnya dengan wajah sedikit kesal. Tanpa menunggu persetujuan sang kakak, ia duduk di atas ranjang bersebelahan dengan Karel.

"Keterlaluan rasanya jika sampai saat ini kau masih tidak menyadari perasaanmu kepada Mei,"

Karel tersenyum miris, kembali menatap lekat foto pertunangan Meira di lauar ponselnya. "Sekalipun aku sadar, bukankah semuanya sudah terlambat?"

Rajendra membaringkan tubuhnya di atas ranjang empuk milik Karel, matanya menatap langit-langit kamar sang kakak. "Mereka baru bertunangan. Bukankah ada pepatah mengatakan, sebelum janur kuning melengkung kau masih bebas untuk berjuang,"

Karel ingin tertawa dengan ucapan konyol sang adik. "Masalahnya, ia adalah Raja. Sahabat kita, apa kau tega merebut calon pengantin sahabatmu sendiri?" Karel menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan pikiran Rajendra yang mengatakannya untuk berjuang mendapatkan Meira.

Rajendra mengalihkan tatapan matanya kepada Karel. "Kenapa tidak. Kak, kau itu harus menjadi pria yang berpendirian, buktikan pada Meira jika kau mencinyainya,"

Karel berdecih. "Anak kecil, jangan sok mengguruiku," ucapnya sebal.

Kini giliran Rajendra yang sebal. "Aku memang lebih muda darimu, tapi pengalaman cintaku lebih banyak darimu,"

Karel mengiyakan dalam hati. "Rajendra, masalahnya yang akan aku rebut adalah calon pengantin sahabatku sendiri. Itu tentu bukan hal yang mudah, apalagi dengan adanya hubungan persahabatan yang erat,"

Rajendra menghela napas, mengubah posisinya menjadi duduk kembali, dan menepuk bahu sang kakak. "Ayolah, tidak ada yang sulit kak. Kau hanya perlu berjuang, maka aku akan menjadi pendukung terkuatmu, mama dan papa juga pasti alan mendukungmu. Tapi, jika kau menyerah, aku akan mendukung Raja,"

Karel tertawa, lantas menatap adiknya dengan sebal. "Kenapa begitu?"

Rajendra hanya mengangkat bahu, dan kemudian beranjak dari kasur empuk itu. "Pikirkan baik-baik. Aku sudah memiliki seribu rencana jika kau mau berjuang merebut Meira," katanya kemudian berjalan keluar dari kamarnya.

Karel menghela napas kasar, Rajendra benar-benar tidak masuk akal. Bagaimana bisa ia menyarankan untuk merebut Meira, meskipun ia sangat mencintai Meira, tapi merebut calon pengantin orang lain sama sekali tidak pernah ada dalam rumus hidupnya.

Tapi, ia tidak bisa memungkiri jika ia sedikit terhasut oleh ucapan Rajendra.

"Tuhan, apa aku harus merebut Meira dari Raja?" gumamnya.

*****

Acara pertunangan hampir selesai, beberapa kerabat dan sanak saudara dari kedua belah pihak sudah berpamitan untuk pulang, tinggal hanya Raja, dan Saras yang belum pulang. Keduanya tampak berbincang antar keluarga.

"Ma, boleh izin ke kamar mandi? Aku ingin buang air kecil," ucap Raja.

"Ah, pakai kamar mandi di kamarku saja," kata Meira, mengingat letak kamarnya yang paling dekat hanya menaiki anak tangga saja, sedangkan letak kamar tamu cukup jauh karena berada di sayap kanan rumah keluarganya.

Meira berdiri, "Ayo, aku akan mengantarmu," ucapnya.

Raja mengangguk, lantas ikut berdiri dan berjalan beriringan dengan Meira menuju ke kamarnya. Setelah menaiki beberapa anak tangga, akhirnya mereka sampai di depan pintu kamar Meira yang tertutup. Beruntung tim perias membantunya membereskan kamar, jadi ia tidak akan malu begitu Raja masuk ke kamarnya.

Meira membuka pintu, dan mempersilahkan Raja masuk. "Nah, masuklah. Kamar mandinya berada di sebelah kiri," ucapnya. "Aku akan turun ke bawah lagi," pamitnya.

Raja mengangguk, Meira sudah pergi dan ia mulai memasuki kamar tunangannya itu. Menatap kamar Meira yang tampak sangat rapi dengan cat berwarna tosca, ia tersenyum melihat ke arah meja kamar Meira yang terdapat foto dirinya ketika wisuda yang tampak sangat cantik dan lugu. Ia hendak melangkah ke kamar mandi, namun tanpa sengaja tangannya menyenggol sebuah map coklat berlogo Hadikusuma Laboratorium hingga terjatuh ke lantai, dengan selembar kertas hvs yang tercecer.

Ia lantas berlutut mengambil map dan kertas tersebut di atas lantai, dan memasukkannya kembali. Tapi tiba-tiba saja gerakannya terhenti begitu membalikkan kertas hvs tersebut, dan menemukan nama Karel Alister tertera di sana sebagai nama yang di teliti oleh Hadikusuma laboratorium.

Ia tahu jika ini tidak sopan, tapi ia tidak tahan untuk mbaca dokumen itu hingga selesai. Benar, hanya ada satu Karel Alister di bumi ini, dan itu adalah putra sulung keluarga Alister.

Ia tidak bisa membohongi dirinya yang sangat terluka dengan kenyataan jika Meira masih saja peduli kepada Karel, ia marah karena sampai detik ini belum bisa memiliki hati wanita yang kini menjadi tunangannya.

Ia sudah berjuang dengan keras sejauh ini, ia pikir telah berhasil mendapatkan sedikit saja hati Meira, tapi ternyata tidak sama sekali.

Dengan hati yang kecewa, Raja kembali memasukkan isi dokumen itu ke dalam map. Hatinya hancur, bak di tusuk ribuan pisau tajam. Apakah ini adalah balasan karena keegoisannya? Apakah karena ia terlalu memaksa untuk cepat-cepat menjadikan Meira miliknya.

Raja berdiri, menaruh dokumen itu di atas meja, sebelim akhirnya beranjak ke kamar mandi untuk melakukan niatnya sebelumnya.

Meira melihat ada gelagat aneh dari Raja yang baru saja turun dari kamarnya. Raut wajahnye terlihat sangat murung, dan tersirat akan adanya kemarahan dari bola matanya. Tapi ia tidak ingin berprasangka buruk.

"Ma, Pa. Mohon maaf sebelumnya aku, dan Mama akan berpamitan pulanh,"

Ilana dan Arkana lantas menoleh menatap Raja. "Lho, kenapa buru-buru sekali Raja," ucap keduanya.

Raja hanya mengembangkan senyum tipis, "Maaf, sebelumnya aku mendapat telepon dari kantor. Mengingat sudah tinggal dua minggu lagi pernikahan Rajendra," ucapnya yang sebenarnya bohong.

Lantas kedua orang tua itu mengangguk memaklumi. "Ah, tentu kau pasti sangat sibuk ya Nak," ucap Arkana.

Raja mengangguk. Kemudian beranjak menyalami kedua orang tua Meira, ia juga memeluk Meira sebelum pergi.

"Padahal Mama masih ingin berlama-lama dengan Meira," ucap Saras yang membuat Meira dan Raja terkekeh.

Raja lantas melepaskan pelukannya dari Meira. "Nanti Mama bisa mengobrol sepuasnya dengan Meira sebagai menantu, satu bulan lagi,"

Ya, acara pertunangan ini sekaligus penentuan pernikahan Meira dan Raja yang sepakat di gelar satu minggu lagi.

Raja juga tetap egois ingin tetap menjadikan Meira miliknya meski pun  belum bisa memiliki hatinya.

Kedua keluarga itu saling tertawa, lalu keluarga Meira mengantar Raja, dan Saras sampai memasuki mobil.

Be My Forever [Alister Series II] COMPLETED ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang