Jam sudah menjukkan pukul 8 malam, dan Meira baru keluar dari ruang kerjanya seraya merenggangkan tubuhnya yang terasa sangat lelah, tentu saja karena hari ini pasien darurat di UGD benar-benar sangat banyak, dan membuat ia harus berada di ruang operasi terus menerus.
Saking sibuknya, ia sampai melupakan untuk mengisi perutnya yang terakhir kali terisi dua suap nasi dengan lauk ayam betutu yang di bawakan oleh Karel.
"Huh, besok aku harus membawa banyak camilan," ucapnya, lalu kemudian ia mengerang pelan. "Walau pun aku membawa banyak camilan, aku tidak yakin jika aku akan memiliki waktu untuk memakannya," keluhnya mengingat UGD adalah departemen yang paling sibuk.
Kedua matanya melotot begitu ia sampai di parkiran, dan menemukan sosok Karel yang tengah bersandar pada kap mobil miliknya. Jujur saja ia merasa jengah melihat pria itu terus berkeliaran di sekitarnya seharian ini. Sial! Ia pikir, setelah makan siang yang membuatnya kehilangan selera makan itu, adalah kali terakhir ia bertemu dengan Karel
Tapi lihatlah sekarang, pria dingin itu melambaikan tangan ke arahnya seraya tersenyum lebar. Meira sampai keheranan, dan menoleh ke kanan kirinya, siapa tahu Karel sedang melakukan itu kepada orang lain, namun ia tidak menemukan siapa pun selain dirinya.
"Mei! Kau sedang apa disana? Ayo cepat masuk!" Karel berseru dengan sedikit lantang.
Meira berdeham, menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Sial! Ia mendadak gugup, kenapa bisa seperti ini? Jika di bandingkan dengan Raja, maka lebih manis perlakuan Raja ketimbang Karel. Tapi kenapa, hatinya begitu terbuai dengan perlakuan, serta perhatian Karel yang tidak seberapa ini.
"Hm, Aku akan pulang naik taxy saja," tolaknya, padahal sebenarnya ia tidak mau Karel mengetahui hatinya yang kembali luluh.
Karel memijat pelipisnya, ternyata sangat sulit berjuang sendirian. Padahal Meira jelas sudah memberikannya kesempatan, ia pikir Meira akan mempermudahnya, tapi ternyata malah sebaliknya.
Meira masih menjaga jarak dengannya, mungkin karena ia telah terlalu banyak memyakitinya, dan juga statusnya yang sudah menjadi tunangan dari orang lain.
Karel menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh menyerah. Ia sudah berjanji akan berjuang sampai nanti dirinya dinyatakan kalah. Karel berjalan sedikit ke arah Meira yang tampak tengah menelepon itu, tanpa aba-aba ia merampas ponsel Meira, dan memutuskan panggilan itu, lalu memasukkan ponsel milik Meira ke dalam saku celananya.
Meira tentu terkejut, karena kejadian itu terlalu sangat cepat ia hanya bisa mematung, dan menatap Karel dengan kening yang mengerut.
"Ayo pulang! Selama aku di Bandung, aku akan bertugas menjadi sopir pribadimu!" ujarnya, seraya menarik tangan Meira yang terpaksa menurut tanpa banyak bicara itu.
Ia masih shock, karena Karel sudah banyak berubah, dari Karel yang dulu.
"Ayo masuk!" tanpa melepaskan tangannya dari Meira, ia membuka pintu mobil bagian depan dengan tangannya yang lain.
Meira diam-diam menahan tawanya, sungguh seorang Karel Alister tidak cocok menjadi pria yang manis seperti ini. Tiba-tiba saja Karel menatapnya dengan sedikit sebal, "Kau menertawakanku?"
Meira menggelang, dengan masih menahan tawanya. "Tidak, tapi--" Meira terbahak, akhirnya ia tidak bisa menahan tawanya lagi. Sungguh, Karel yang sekarang bersamanya ini benar-benar sangat lucu..
Kedua mata Karel menyipit, dan ia mulai menggelitik pinggang Meira sampai akhirnya Meira tidak lagi dapat menahan tawanya, dan Karel juga ikut tertawa. Mereka begitu senang, dan penuh tawa, seolah dunia memang milik berdua.
Mereka saling tertawa layaknya anak ABG yang baru di mabuk cinta. Menganggap mereka pasangan yang romantis, tapi cincin di jari manis Meira menegaskan jika wanita itu sudah di miliki oleh orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Forever [Alister Series II] COMPLETED ✓
Romantik# 9Karel (20/11/2022) # 5 Meira (20/11/2022) # 29 Conflict (21/11/2022) Merebut calon pengantin orang lain, tidak pernah ada dalam daftar hidup Karel Alister. Putra sulung keluarga Alister yang sejak kecil tidak terlalu peduli dengan keadaan se...