Brak!
Karel membuka pintu ruang kerja sang ayah dengan kasar, Mahesa yang tampak duduk di kursi kebesarannya itu menatap sang putra dengan sedikit terkejut, namun bisa kembali menormalkan ekspresinya.
"Pa, benarkah hasil lab itu dari Hadikusuma Laboratorium?" tanyanya.
Mahesa mengangguk singkat, memberika lembar hasil lab itu kepada putranya. Karel membaca, dan tiba-tiba air matanya meluruh. Bukan karena hasil lab nya yang menunjukkan dirinya sehat, tapi karena nama Hadikusuma Laboratorium yang berada di atas hasil diagnosis kesehatannya.
Meira benar-benar melakukannya, bahkan setelah ia berkali-kali menyakitinya Meira tetap memperhatikannya sampai akhir. Hatinya berdenyut nyeri, Meira benar-benar tulus mencintainya lantas apakah ia tidak salah jika memutuskan untuk merebut Meira dari genggaman Raja?
Sial, kini ucapan Rajendra terus memenuhi kepalanya, memengaruhi dirinya untuk mengambil Meira meski sudah menjadi milik orang lain.
"Papa tidak mengerti. Selama ini, Arkana bukanlah orang yang ingin ikut campur urusan orang lain, tapi tiba-tiba ia mengirimkan hasial lab ini kepada kita," ucap Mahesa, pria dengan wajah tegas dan tampak masih berkharisma di usianya yang sudah menginjak usia senja itu. "Apa ini ada hubungannya dengan Meira?" tatapannya mengarah kepada putra sulungnya.
Karel menghela napas, dan mengangguk. "Pa, jika seandainya aku akan merebut calon pengantin orang lain, apa Papa akan melarang?" alih-alih menjawab pertanyaan sang ayah, Karel justru balik bertanya.
Mahesa menyelami bola mata sang putra yang penuh keyakinan itu. "Berikan Papa satu alasan mengapa kau ingin melakukan hal tersebut," ucap Mahesa seraya menghempaskan punggungnya pada kursi kebesaran miliknya, tanpa melepaskan tatapan matanya dari sang putra.
"Aku mencintainya. Dan aku tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya,"
Mahesa tersenyum tipis, seolah puas dengan dengan jawaban putranya. Kemudian ia mengangguk, "Lakukanlah, Papa memberikan dukungan penuh untukmu,"
Mendengar itu, senyum Karel merekah.
"Kejar, dan perjuangkanlah apa yang seharusnya kau perjuangkan. Tapi Papa titip satu hal, kau tidak boleh menyakiti perempuan, apa pun alasannya. Mengerti?"
Karel mengangguk mengiyakan ucapan sang ayah. Lagipula, setelah ini ia tidak berniat sama sekali untuk menyakiti Meora, dan membuatnya harus kehilangan Meira untuk ke sekian kalinya.
Karel berjalan memilih duduk di sebuah sofa yang berada di ruang kerja sang ayah. "Pa, jika diagnosis itu salah, berarti selama ini dokter Inggrid sudah menipu kita semua?" Karel tidak bisa menahan rasa penasarannya, dan ingin mencaritahu dalang dari semua permasalahannya yang baru saja terkuak hari ini, tentunya berkat Meira.
Mahesa mengangguk. Setelah ia sampai ke ruang kerjanya, ia menerima e-mail dari pusat Laboratorium milik Arkana yang menjelaskan jika kandungan obat yanh di konsumsi Karel selama ini tidaklah berbahaya, bahan kandungannya sama seperti vitamin biasa.
"Ini yang membuatku bingung juga," ia menegakkan tubuhnya. "Jika sejak awal dokter Inggrid memang ingin menipu, atau menghancurkan kita, kenapa ia memberikan obat yang tidak berbahaya untukmu?"
Karel mengerutkan dahinya, "Maksudnya?"
Mahesa memberi isyarat untuk Karel melihat laptopnya yang masih membuka e-mail dari Hadikusuma Labiratorium. Tanpa menunggu sang ayah memerintah kedua kali, Karel segera bangkit dan melihat laptop sang ayah dan membacanya e-mail tersebut hingga selesai.
"Bagaimana?"
Karel menggeleng, ia juga tidak mengerti. Tapi tetap saja seluruh keluarga Alister sangat kecewa kepada dokter yang selama ini menjadi kepercayaan mereka sejak kedua putra mereka masih sangat kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Forever [Alister Series II] COMPLETED ✓
Romance# 9Karel (20/11/2022) # 5 Meira (20/11/2022) # 29 Conflict (21/11/2022) Merebut calon pengantin orang lain, tidak pernah ada dalam daftar hidup Karel Alister. Putra sulung keluarga Alister yang sejak kecil tidak terlalu peduli dengan keadaan se...