Tidak ada yang tak mengenal siapa Karel Alister. Ia adalah putra sulung keluarga Alister, seorang yang seharusnya menjadi penerus Alister Group, justru malah di gantikan dengan adiknya yang bernama Rajendra Alister.
Tidak, ia bukan iri. Karena kedudukan yang seharusnya ia emban, justru malah menjadi milik adiknya.
Ia tidak iri, ia justru merasa sangat bersalah kepada Rajendra. Ia yang paling tahu bagaimana keadaan Rajendra selama menjabat sebagai penerus Alister Group. Rajendra banyak kehilangan momen masa mudanya karena tuntutan pekerjaan yang harus ia pikul di kedua pundaknya.
Setiap kali melihat Rajendra pulang dengan wajah lelah, hatinya terasa sangat sakit. Ia bahkan selalu menyalahkan diri sendiri selama hidupnya, andai saja ia tidak di vonis memiliki penyakit yang langka, Rajendra mungkin tidak akan mengalami masa muda yang sangat berat.
Karel merasa sangat bersalah, dan kehilangan sosok Rajendra yang biasanya selalu bersamanya di dalam rumah, bercanda, dan bermain game bersama. Kini terlihat begitu sangat sibuk, bahkan mungkin tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
"Oh, Karel? Kenapa tidak masuk saja ke dalam?"
Karel mengangkat wajah, tersenyum tipis pada sosok wanita dengan dress lengan panjang, berwarna biru muda sebatas mata kaki. Wanita itu tampak kerepotan dengan barang belanjaan yang di bawanya.
Karel berjalan, mendekat dan membantu wanita itu, dengan membawa dua kantong plastik besar yang tampak penuh itu.
"Padahal, kau bisa membuka pintunya," wanita itu masih mengoceh, sembari menekan nomor sandi pintu apartemennya, lalu kemudian pintu itu terbuka.
Karel, dan wanita itu segera masuk.
"Letakkan saja semua itu di atas meja pantry. Ah, astaga ... Aku lelah sekali, tulang-tulangku terasa menjadi jelly ," Wanita itu tampak mengeluh, seraya menyandarkan tubuhnya di sofa.
Karel hanya terkekeh, mendengar ocehan wanita sang pemilik apartemen yang di kunjunginya itu. Wanita itu memang terlihat sangat lelah, seolah baru saja berlari mengitari stadion gelora bung karno sendiran.
"Kenapa kau tidak membalas pesanku?" tanya Karel, yang kini berjalan menghampiri wanita itu.
"Mei!" serunya.
Ya, wanita itu adalah Meira Aprilian. Wanita yang sudah bersamanya selama beberapa tahun. Meira bukan hanya sekedar teman bagi Karel, tapi sudah seperti saudaranya sendiri. Ia akan datang kepada Meira, dan mencurahkan segala perasaan yang memberatkan hatinya.
Mereka sama-sama terbiasa, dan sama-sama saling membutuhkan.
Meira yang masihbersandar itu, lantas mengerutkan dahi, dan kemudian menatap Karel. "Ah, aku tidak membawa ponsel, hehe,"
Karel berdecak, lalu mencubit gemas kedua pipi Meira. "Huh dasar! Mau sampai kapan kau menjadi pelupa, hah?"
"Iiihh," Meira mengerang kesal, dan mengusap kedua pipinya yang tampak memerah karena ulah Karel.
Karel terbahak, dan tiba-tiba saja membaringkan dirinya di atas pangkuan Meira. Meira menghela napas, "Kenapa? Apa kau merasa bersalah lagi kepada Rajendra?"
Karel mengangguk, seraya memejamkan matanya.
Meira kembali menghela napas. "Aku tahu ini semua berat bagimu. Tapi, apakah Rajendra pernah menyalahkanmu?"
Karel menggeleng, dengan mata yang masih terpejam. Usapan tangan Meira di rambutnya benar-benar membuat dirinya sedikit lebih tenang. Selalu begitu, sejak dulu.
Ia tahu Rajendra tidak pernah mengeluh, dan menyalahkannya. Tapi tetap saja ia merasa sangat bersalah. "Jika seandainya aku--"
"No! Aku benci mendengar keluhanmu itu!" Meira menyela, ia bahkan menutup mulut Karel dengan telapak tangannya, meminta pria itu menghentikan ocehan yang menyebalkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Forever [Alister Series II] COMPLETED ✓
Romance# 9Karel (20/11/2022) # 5 Meira (20/11/2022) # 29 Conflict (21/11/2022) Merebut calon pengantin orang lain, tidak pernah ada dalam daftar hidup Karel Alister. Putra sulung keluarga Alister yang sejak kecil tidak terlalu peduli dengan keadaan se...