35. Heart to heart

1K 226 38
                                    

IMEL

Hari ini, diam-diam aku keluar dari rumah. Aku ingin menemui Pak Tara, dan lagi... aku bosen di rumah terus, gak diizinin kemana-mana sama Papa.

Naik ojek di depan komplek, seneng banget aku bisa liat jalanan lagi, gak cuma memandangi tembok kamarku yang polos, bosenin.

Sebelum ketemu Pak Tara, aku janjian dulu sama Dini, jadi aku meminta abang ojek buat anterin aku ke kostannya Dini.

"Asslammuakaikum!" seruku sambil masuk ke kamar kostan Dini yang pintunya terbuka.

"Anjay, baru dikurung 3 hari, udah bisa salam lu? Biasanya maen nyelonong!" sahut Dini ketika aku duduk di sampingnya.

"Dijawab ege!"

"Iya, iya, walaiakumsalam warahmatullahi wabarakatuh!"

"Dih lebay!"

"Gimana-gimana, ayok cerita!" seru Dini.

"Pertama, siapa di antara kalian yang ngadu ke Pak Tara?!"

"Lha? Mana gue tau....."

"Anjir, mau pingsan gue pas balik ke rumah liat Pak Tara duduk manis di ruang tamu. Mana bokap mukanya kaya titisan Hitler!"

"Buset, ngeri juga, terus gimana?"

"Pak Tara mau tanggung jawab katanya," ujarku.

"Asik nih bakal jadi istri dosen!"

"Lo tau gak sih Din? Hati gue masih fifty-fifty!"

"Hah? Fifty-fifty kenapa?"

"Gue cerita kan ke elo? Soal pacarnya Pak Tara yang meninggal?"

Dini mengangguk.

"Gue yakin, Pak Tara cinta banget sama tu cewek, Din. Dan... gue gak bakal punya tempat di hati beliau,"

"Anjay beliau!"

Aku cemberut. Dini nih rese, aku lagi ngomong serius padahal.

"Saingan sama orang mati gue, Din!" kataku.

"Ya udah mati ini, ngapain lo pikirin?"

"Ya kepikiran lah oncom!"

"Ahh gue tau! Lo harus terlihat manis dong di mata Pak Tara," usul Dini.

"Gimana caranya?"

"Ya lo merendah, lo bilang ke dia, lo gak enak sama mendiang pacarnya, act like you care!"

"I do care! Gilak lu! Masa iya gue gak peduli? Itu cewek meninggal, anjrot! Dia masih muda, cantik to the max, that's must be a tragedy, I guess!"

"Nah, tonjolkan sisi peduli lo itu, kalau Pak Tara liat lo peduli sama mantannya, dia juga pasti makin respect sama lo!"

Aku diam.

Dini nih bener-bener ya rencananya. Masa iya ngambil hati orang lewat jalur simpati to the almarhumah?

"Gak tau lah gue, liat nanti aja,"

"Hah elu mah,"

Aku cemberut.

"Jadi bakal nikah gak nih, lo sama Pak Tartar? Lo udah gak kepikiran buat aborsi kan?"

Aku diam.

"Eh kampret!" Dini memukul lenganku.

"Sakit kampret! Dah ah, gue pergi aja," kataku.

"Kemana lu?"

"Mau janjian sama Pak Tara, ngobrol!"

"Di mana?"

Ranjang Usang Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang