24

826 56 1
                                    

Konser sudah dimulai sejak satu jam yang lalu, Yuri yang mendapatkan tiket langsung dari Seokjin duduk di bangku vvip.

Meskipun tidak banyak lagu yang dia tau, tapi sosok Seokjin yang sedang bernyanyi sangat berbeda dengan kesehariannya. Suaranya yang lembut membuat hati Yuri hangat.

Sebelum lagu terakhir, Seokjin menyapa penggemarnya dan dibalas dengan teriakan yang sangat bersemangat.

"Kalian pasti tau kenapa aku mengadakan konser ini. Ya—aku memutuskan untuk keluar dari dunia hiburan dengan beberapa alasan. Terima kasih karena kalianlah yang membawaku sampai pada titik ini, aku tidak akan pernah melupakan kalian." kata Seokjin sambil membungkukkan badannya sebagai ucapan terima kasih.

"Dan, disini juga aku akan mengatakan sesuatu kepada seseorang yang mempunyai ruang special dihatiku. Kau— tolong ijinkan aku untuk masuk kedalam kehidupanmu dan membuatmu bahagia. Meskipun aku tidak bisa menggantikannya, tapi setidaknya aku berharap bisa mengisi kekosongan dihatimu."

Jarak antara panggung dan tempat Yuri berada sangat jauh, tapi mata mereka mampu untuk bertemu. Seokjin memberikan senyuman yang paling indah dan Yuri tersipu karenanya.

Banyak penggemar yang bersorak bahagia, tapi ada juga yang berteriak bahwa mereka juga ingin dicintai oleh Seokjin.

"Tenang saja, aku tetap akan mencintai kalian—tapi hatiku hanya cukup untuk satu orang. Maaf." jawabnya sambil tertawa dan membuat lelucon agar suasana tidak lagi terasa canggung.

Sebelum acara benar-benar selesai, Yuri sudah keluar dari stadion. Dia berjalan menuju belakang panggung sambil membawa bouquet bunga yang sudah dia siapkan.

Beberapa staff memang sudah tau tentang kedekatan mereka, hanya saja mereka tidak menyangka bahwa wanita yang mampu merebut hati Seokjin selama ini adalah Yuri.

Confetti sudah dikeluarkan, lampu juga perlahan meredup. Seokjin turun dari elevator panggung dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh staff. Tidak bisa dipungkuri ada rasa sedih yang menjalar dihatinya karena meninggalkan panggung hiburan.

Tapi rasa sedih itu sirna ketika dia melihat Yuri sudah menunggunya. "Kau membuatku malu." kata Seokjin.

"Penampilan yang sangat menarik, sayang sekali aku tidak mengikutimu sejak dulu. Padahal aku juga ingin menjadi salah satu fans yang menggilaimu seperti mereka." katanya.

"Berhenti meledekku." Seokjin hendak memeluk Yuri, namun dia sadar bahwa saat ini bajunya sangat basah oleh keringat.

Tau bahwa Seokjin menahan diri, Yuri berinisiatif memeluknya terlebih dulu. "Oppa sudah bekerja keras, dan apakah kau bisa memberikan aku waktu untuk berpikir?"

Banyak mata yang awalnya melihat memilih untuk memberikan waktu kepada mereka berdua. "Sebanyak yang kau butuhkan, aku akan menunggunya." jawab Seokjin.

"Baiklah, kalau begitu sampai bertemu besok pagi." kata Yuri melepaskan pelukannya.

"Kau yakin tidak mau makan bersama kita?" Seharusnya Seokjin bisa langsung pergi bersama Yuri, tapi karena acara ini adalah perpisahan—para staff membuatkan pesta untuknya.

"Tidak. Nikmati waktumu bersama mereka, aku akan jalan-jalan disekitar hotel."

Seokjin menarik tangan Yuri ketika wanita itu hendak beranjak. "Hati-hati."

Langkah yang tidak ada tujuan itu membawa Yuri ke Odaiba Seaside Park. Tempat warga lokal menikmati malam dengan pemandangan Rainbow Bridge dan bangunan-bangunan pencakar langit.

Tidak sedikit pengunjung yang datang berpasang-pasangan, dan tidak sedikit juga yang menikmati kesendiriannya seperti Yuri.

Karena letaknya yang tidak jauh dari sungai, suhu menjadi lebih rendah dan terasa sangat dingin. Yuri memutuskan untuk kembali sebelum semakin larut.

Ditengah perjalanan Yuri sempat singgah untuk membeli minuman hangat, tiba-tiba saja dia sadar bahwa cincin permata sudah tidak ada lagi ditangannya.

"Tidak. Bahkan sampai beberapa menit yang lalu aku masih menyentuhnya."

Sampil menyalakan senter diponselnya, Yuri terus menunduk melihat apakah ada sesuatu yang berkilap dijalan aspal. "Aku mohon, hanya itu peninggalannya."

Tubuh yang sesaat lalu merasa kedinginan menjadi panas seketika, dia melepaskan coatnya dan melanjutkan pencariannya. Sesekali dia berhenti untuk mencoba berpikir tenang dang mengingat kembali rentetan jalan yang dia lewati.

Jalanan semakin sempit, Yuri merasa baru pertama kali melewati jalan ini. "Sepertinya aku tersesat." gunamnya memutar arah.

Tapi dia melihat segerombolan orang memakai pakaian hitam sambil berjalan menuju kearahnya. Tubuhnya mematung, kejadian malam itu kembali memenuhi pikirannya. Ada rasa trauma jika dia melihat orang-orang berpenampilan seperti preman.

Ketakutan Yuri itu tidak terjadi, mereka hanya melewatinya tanpa mengganggu sedikitpun. Yuri ingin segera pergi dari sana, tapi kakinya tidak mau melangkah saat salah satu dari mereka menyebutkan sebuah nama.

"Itu mobil Kichiro Ito, sedang apa disini? Bukankah bos seharusnya berada di Kyoto?"

Sontak Yuri menoleh dengan sisa harapannya. Mobil yang berhenti beberapa puluh meter dari tempatnya berdiri itu terlihat sangat familiar. Hanya satu yang terlihat berbeda, tentu saja plat nomer.

Saat pintu mobil terbuka, seketika harapan yang tinggal setitik itu harus musna. Yang keluar dari sana bukanlah orang yang dia harapkan.

"Apakah cincin itu pertanda bahwa kau benar-benar sudah tidak ada didunia ini? Apakah Tuhan juga ingin menghilangkan semua kenangan yang tersisa darimu?" monolognya sambil memukul dadanya.

Ketika dia ingin merelakan semuanya, suara seorang pria membuat kakinya lemas. Yuri berjalan dengan sangat tergesa-gesa, dia tidak perduli jika apa yang dia lihat ini hanya mimpi atau hayalannya saja.

Gerombolan pria yang berpapasan dengannya menahan saat Yuri menerobos mereka. "Siapa kau? Mau apa?"

"Jeon Jungkook? Kau benar Jeon Jungkook? Ah tidak, apa aku harus memanggilmu Kichiro Ito?" suara Yuri terdengar bergetar.

"Apa yang sedang wanita ini bicarakan dengan bos kita?" ucap salah satu dari mereka.

"Lepaskan dia."

Apa yang Yuri lihat adalah sosok Jungkook yang selama ini dia cari dan dia rindukan. "Min Yuri, kenapa kau ada disini?"

Ada yang berbeda dengan tatapannya. Meskipun terasa dingin, namun ada gurat kesedihan juga disana.

Yuri menampar pipinya sendiri dan membuat orang yang ada disana termasuk Jungkook terkejut. "Kau sudah gila?"

"Ternyata ini bukan mimpi." ucap Yuri.

"Kishiro San, sudah waktunya anda pergi." panggil seorang pria.

Jungkook masih menahan tangan Yuri untuk tidak berbuat gila. "Katakan kepada ayah, aku akan menemuinya besok pagi."


[ bersambung... ]

Eyes on You (mature)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang