26

924 50 3
                                    

Seokjin terbangun saat mendengar suara bel dikamarnya. Masih dalam keadaan setengah sadar, dia membuka pintunya dan terkejut saat seseorang berlari memeluknya.

"Min Yuri? Ada apa? Kau kenapa?"

Bingung dan takut telah terjadi sesuatu dengan Yuri, Seokjin membiarkan wanita itu memeluknya dalam waktu yang cukup lama tanpa berkata apapun.

"Oppa, aku minta maaf." ucapnya.

Tiba-tiba saja perasaan Seokjin tidak enak dengan ucapan maaf itu. "Jika karena kau belum bisa melupakannya, aku bisa menunggu sampai kau benar-benar siap."

"Tidak." jawab Yuri.

"Lalu untuk apa kau meminta maaf?" tanya Seokjin.

Mereka duduk dipinggiran ranjang. Seharusnya hari ini mereka akan pergi ke Osaka bersama-sama, tapi kedatangan Yuri yang lebih cepat membuat Seokjin memikirkan sesuatu.

"Aku bertemu dengannya." kata Yuri lirih.

"Dengannya? Siapa? Jangan bilang—"

Yuri mengangguk. "Jungkook masih hidup, aku tidak sedang bermimpi."

Tenggorokannya seperti sedang dicekik. "Benarkah? Bagaimana kau bertemu dengannya?"

Selama beberapa waktu Yuri menjelaskan hal-hal penting yang terjadi dengannya semalam. Dia juga mengatakan tentang persyaratan yang diberikan oleh keluarga Jungkook.

"Jadi kalian belum bisa bersama? Atau tidak akn bersama? Aku tidak mengerti." Seokjin beranjak dari duduknya dan melihat kearah luar jendela.

"Tidak. Selama sisa waktu itu, kita tidak bisa bersama. Dan mungkin saja tidak akan bisa bersama jika salah satu diantara kita sudah menemukan seseorang." jelasnya.

Melihat punggung Seokjin, hati Yuri kembali bimbang. Dia senang Jungkook masih hidup dan bisa bertemu dengannya. Tapi pria yang ada didepannya juga sudah mulai menyebarkan benih kedalam hatinya.

"Lalu, tujuanmu datang kesini dan permintaan maaf itu adalah jawaban?"

"Oppa, lihatlah aku!!" pinta Yuri yang sudah berdiri dibelakangnya.

Wajah yang sembap karena baru bangun, mata yang berkabut, dan rahang yang mengeras. "Aku menyukaimu—tulus. Kau mampu membuatku bangkit dari keterpurukan, kau juga memberikan kebahagiaan kepadaku." ucapnya sambil memegang tangan Seokjin.

"Tapi kau ingin menunggunya?" Dengan berat hati Yuri mengangguk.

Sejujurnya, pun Yuri tidak tau apakah keputusan ini benar. "Mungkin suatu hari aku akan merasa menyesal sudah menyia-nyiakan pria sebaik dan setampan Oppa." kata Yuri.

"Aku mengerti." jawabnya lirih. Sudah tidak ada lagi kata yang mampu membuat Yuri bertahan disampingnya. Dia juga tidak ingin memaksa untuk menerima perasaannya.

"Maafkan aku."

Seokjin mengusap rambut Yuri dan tersenyum hangat. "Kau tidak melakukan kesalahan. Memang benar bahwa saat ini aku merasa sedih, tapi disisi lain aku juga ingin melihatmu bahagia."

Airmata Yuri menetes. "Maka dari itu, mulai sekarang—jalani hidupmu dengan banyak kebahagiaan. Kau mengerti?"

Pelukan terakhir yang diberikan Yuri adalah kenangan yang mungkin tidak akan pernah bisa Seokjin lupakan.

Setelah Yuri meninggalkan kamarnya, Seokjin membuka laci dan mengambil cincin berlian yang tersimpan cantik didalam kotak bludru.
Cincin yang akan dia berikan sesampainya mereka di Osaka, tidak akan pernah melingkar dijari manis Yuri.

"Aku benar-benar mencintaimu, Min Yuri." gunam Seokjin sambil menjatuhkan tubuhnya di ranjang dan menutup matanya.

*

Malam sebelumnya, sang kakek memberikan waktu selama 12 jam untuk mereka habiskan bersama.

"Itu adalah kebaikan yang bisa aku berikan disisa umurku ini, pergunakanlah sebaik mungkin." katanya sambil memberikan satu buah kunci hotel terbaik yang ada di Tokyo.

"Apa ini sakit?" tanya Yuri meraba bekas luka didada sebelah kanan Jungkook.

"Lebih menyakitkan tidak bisa bertemu dan menghabiskan waktu denganmu." jawab Jungkook.

Waktu yang diberikan sang kakek memang tidak lama, tapi tidak juga sebentar. Cukup untuk meluapkan segara rasa rindu yang selama ini sudah ditahan.

"Pembicaraanmu dengan Seokjin lancar?"

Yuri mengangkat kedua bahunya tidak yakin. "Entahlah, tapi yang jelas—aku sangat berdoa dan berharap bahwa dia bisa menemukan wanita yang sangat mencintainya."

Jungkook memeluk Yuri erat. "Aku cemburu dengannya yang bisa menemanimu disaat-saat terberat."

"Apa kau melihat semuanya tentangku?"

"Semuanya bahkan saat kalian berciuman." jawab Jungkook.

"Bagaimana bisa? Padahal aku menciumnya dilorong hotel dan tidak ada orang yang lewat." kata Yuri.

Mata Jungkook terbuka lebar. "Kau menciumnya lebih dulu? Jadi tebakanku itu benar?"

"Jadi kau tidak tau dan asal menebak?"

"Tidak hanya bibir, bahkan kau hampir memberikan hatimu kepadanya? Apakah aku benar-benar sudah kau lupakan, Min Yuri?"

Yuri hanya diam saja sambil tersenyum, sudah sangat lama dia tidak melihat reaksi Jungkook yang sedang cemburu. Selama sisa waktu itu, mau tidak mau Yuri harus terbiasa untuk tidak melihat wajah tampan ini lagi—untuk sementara.

"Jeon Jungkook!!" panggil Yuri. "Tersisa enam jam lagi, apa kau hanya akan merajuk? Kalau iya, sebaiknya aku kembali kehotel!"

Ancaman Yuri berhasil. Jungkook langsung seperti anak anjing yang menurut ketika di perintah. "Kalau begitu, apa kita bisa melakukannya lagi?"

"Berapa kali lagi kau akan melakukannya? Ini sudah dua kali." kata Yuri menutup tubuhnya dengan selimut.

"Karena tersisa enam jam, aku akan hanya akan melakumannya sebanyak lima kali." jawab Jungkook sambil tersenyum seringai.

"Jangan gila!! Itu sama saja kau membuatku tidak bisa bangun dari tempt tidur. Bahkan untuk beristirahat saja tidak akan cukup." kata Yuri menghindar dari ciuman Jungkook yang datang bertubi-tubi.

Tapi Yuri tidak bersungguh-sungguh menolak. Dia hanya mencoba membiarkan masalalunya kembali seperti semula. "Kalau begitu akau akan melakukannya dengan cepat."

"Dasar monster pembohong!" gunam Yuri menarik tubuh Jungkook kedalam selimut.Membiarkan tubuhnya dikuasi oleh pimpinan Yakuza.

"Aku punya ide." katanya tiba-tiba.

Kotak persegi pipi dengan warna biru dilempar kesembarang arah, Jungkook tidak memerlukannya lagi. "Jangan bilang?"

"Kakek mengatakan bahwa kita harus menggunakan waktu sebaik mungkin." ucapnya lagi-lagi berseringai.

"Lakukanlah pelan-pelan." pinta Yuri melingkarkan kedua tangannya dan merentangkan kakinya untuk bersamdar dibahu Jungkook.

Sambil terus memompa, Jungkook selalu membisikkan kata-kata manis. "Aku merindukanmu."



[ bersambung... ]

Eyes on You (mature)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang