"Berhenti disini saja." ucap Yuri kepada sopir taxi.
Cuaca memang sangat dingin dengan salju yang menumpuk dipinggir jalanan. Tapi hal itu justru malah membuatnya ingin berjalan kaki menuju Alora Boutique.
Sesampainya didepan pintu, Yuri melihat satu tangkai bunga tulip bewarna merah muda. Bibirnya tersenyum ketika mencium aroma yang harum di musim dingin ini.
Setelah kepulangannya ke Korea, Yuri memutuskan untuk menjalani kehidupannya dengan sebaik mungkin sambil menunggu Jungkook menjemputnya. Dia tidak merasa takut ataupun khawatir karena tau, bahkan dia selalu memperhatikannya. Terbukti dengan bunga tulip yang setiap hari dikirimkan selama dua tahun ini.
"Kau pasti sudah menerima foto yang orang itu kirim." gunamnya.
"Sajangnim, anda datang lebih dulu lagi." ucap salah satu pegawainya.
"Loh, ini kan belum waktunya kalian masuk. Kenapa sudah datang?" tanya Yuri.
Mereka saling pandang. "Karena kami merasa tidak enak membiarkan anda membuka toko sendirian."
Beberapa kali Yuri memang datang lebih pagi, taoi dia tidak berniat membuat pegawainya terbebani. Dia hanya menyukai aroma kopi yang bercamour dengan suara mesin jahit.
"Rumah kalian dekatkan? Kalau begitu pulang saja dulu, masih ada dua jam lagi sebelum kalian masuk." jelasnya.
Yuri memaksa sampai mereka benar-benar pergi. Sudah susah paya dia mencari waktu untuk menikmati paginya, dia tidak mau seseorang mengganggunya.
Selama beberapa jam Yuri berkutat dengan mesin jahit, sesekaki dia juga menyesap kopi yang sudah tidak lagi panas itu. Sampai suara pintu terdengar.
Dilihatnya jam yang sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi. Yuri mengira bahwa pegawainya sudah datang dan naik untuk menyapanya lagi.
"Untuk apa keatas, kan tadi kita sudah bertemu." katanya sambil mengibaskan tangan agar mereka turun.
Suara langka semakin mendekatinya. "Ada ap—" karena terkejut, Yuri melukai tangannya.
"Kenapa tidak hati-hati?" kata pria itu sambil menjilat darah yang keluar jari Yuri.
"Eugh..." Yuri mengerang karena jarinya semakin dalam masuk kemulut pria itu.
"Saat ini, kau tidak sedang terangsang kan?"
Yuri melepaskan jarinya dan memeluk pria itu. "Kapan kau sampai disini?"
Iya. Benar. Jeon Jungkook datang sambil membawa bouquet bunga tulip—tapi kali ini bukan bewarna merah muda, melainkan putih. "Baru saja."
"Kenapa tidak menghubungiku?" tanya Yuri yang masih betah didalam pelukan Jungkook.
"Tunggu, daripada itu—apa kau tadi terangsang karena aku menjilat jarimu?!"
Sontak Yuri melepaskan pelukannya dan memukul dada Jungkook. "Kapan? Aku tidak—eumph!!!"
Ciuman terasa sangat lembut dengan sisa aroma kopi dan musim dingin yang menempel dibaju Jungkook. "Akhirnya kau mau melihatku."
Yuri bukannya tidak ingin melihat Jungkook, dia hanya sangat merindukan pelukan pria itu sampai-sampai tidak ingin melepaskannya.
Bibir yang masih saling berpagut itu membuat tubuh mereka panas, Yuri membantu melepaskan jaket Jungkook begitu pula dengan Jungkok yang melepaskan satu persatu kancing kemeja Yuri.
Ketika keduanya hampir melakukan pemanasan, suara decak seorang pria membuat mereka terkejut. "Ini masih terlalu pagi, dan juga—kenapa kau meninggalkannya dikamarku???" Yoongi masih memakai piyama sambil membawa seorang balita digendongannya.
"Dia sedang tidur, aku tidak tega membangunkannya." kata Yuri mengambil balita itu dan menggendongnya. Tentu saja setelah dia merapikan pakaiannya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Yoongi mengulurkan tangannya.
"Baik. Terima kasih sudah menjaga Yuri dan Sachie selama aku tidak ada."
Balita yang sedang digendong oleh Yuri itu bernama Jeon Sachie. Wajahnya yang cantik itu mirip sekali dengan ayahnya—Jungkook.
Ide yang dibicarakan saat Jungkook saat itu adalah mencoba untuk membuat Yuri mengandung anaknya. Tentu saja hal itu sudah mereka pikirkan setelah pergi ke gereja terdekat untuk melakukan pernikahan secara tidak resmi.
Kabar tentang kehamilan Yuri terdengar hingga ke kediaman orang tua Jungkook. Tapi bagaimanapun janji adalah janji yang harus ditepati, meskipun dia menyesal tidak bisa berada disamping Yuri selama dia mengandung dan melahirkan.
Dalam bahasa Jepang, Sachie mempunyai arti kebahagiaan.
Dengan memberi nama itu, mereka berharap bahwa nanti anaknya kelak hanya bisa merasakan kebahagiaan tanpa perlu mengorbankan sesuatu ataupun seseorang.
"Oh ya, sepertinya saat itu kau kehilangan sesuatu." kata Jungkook membuka cincin dari kotaknya dan berlutut didepan Yuri.
"Jungkook ah..."
"Mim Yuri, maukah kau menikah denganku? Kali ini ayo lakukan dengan benar dihadapan orang-orang terdekat kita." kata Jungkook yang sedang melamar kekasihnya, ibu dari anaknya.
Tentu sana Yuri mengangguk dan mengulurkan tangannya. "Ini?"
Cincin yang saat ini tersemat dijari manisnya mempunyai alur cerita yang membuatnya bertemu lagi dengan Jungkook.
Empat tahun yang lalu, Jungkook tidak bisa memberikannya langsung. Oleh sebab itu, kemanapun Yuri berada, dia selalu membawanya. Selama berada di Jepang, dan mencoba membuka hatinya untuk Seokjin—dia memindahkan cincin yang tadinya menggantung dileher menjadi melingkar dijari manisnya.
Cincin yang seharusnya berada ditempatnya itu menghilang malam sebelum dirinya akan pergi ke Osaka bersama Seokjin. Siapa yang mengira bahwa Yuri harus memilih jalan yang berbeda dari saat dia berangkat. Dan disanalah, cincin itu seolah bertukar posisi dengan pemilik aslinya. Namun—sekarang keduanya kembali bersama.
Semua perjalanan berat Yuri terbayarkan dengan kedatangan Jungkook dihidupnya.
Selama acara berlangsung, Yoongi menatap punggung Yuri yang terus bergetar. Tidak, dia bukan sedang menangis meraung-raung, melainkan tertawa tiada henti disamping suaminya.
"Paman akan terus bersamamu, jadi kau tidak boleh meninggalkan paman seperti ibumu. Kau mengerti itu kan Sachieku?" ucap Yoongi sambil memainkan tangan kecil itu.
"Apakah kita dua orang pria yang ditinggalkan oleh adikmu?" Seokjin menepuk bahu Yoongi dan duduk disebelahnya.
Yoongi menggeleng. "Ada tiga. Kau lihat dia!!" Dan menunjuk Taehyung yang berwajah senduh.
Bukan dibuang karena perasaannya di tolak, tapi Yuri mengatakan bahwa dirinya tidak butuh dikawal lagi. Karena untuk kali pertama melihat wajah Taehyung yang sedih— "kau bisa menjadi pengawal Sachie kalau dia sudah bisa berbicara nanti. Untuk sementara, Oppa lebih membutuhkanmu dibandingkan aku."
"Benar. Banyak pria yang patah hati melihatnya menikah. Terlebih pria itu anak dari organisasi besar di Jepang, aku masih tidak percaya." ucap Seokjin menggelengkan kepalanya.
Perkataan Seokjin memang tidak salah, dan Yoongi sependapat dengannya. "Siapapun orang itu, selama Yuro baik-baik saja dan bahagia. Ngomong-ngomong sampi kapan kau di Korea?"
"Nanti malam aku sudah kembali." Yoongi mengangguk.
"Ini, titipan dari Yuri."
Satu buah gantungan kunci yang dulu dia dapatkan dari seorang biksu dikuil Kyoto. Sepucuk surat terlampir disana.
"Gantungan ini mungkin terlihat biasa saja, namun ada banyak harapan yang tersimpan disana. Terima kasih sudah datang kedalam hidupku, sampai kapanpun kau akan mempunyai tempat special dihatiku. Dan—berbahagialah dengannya." ucapnya.
Seokjin menutup surat itu dan memandang seorang wanita asing yang ada diseberangnya. Mata mereka bertemu dan saling melemparkan senyuman.
[ tamat ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes on You (mature)
FanficPLEASE KALIAN HARUS WAJIB BACA CERITA INI. ADULT WARNING!! 🔞 PLOT-TWIST BERTEBARAN. Komitmen adalah hal yang jauh dari bayangan Yuri. Dia tidak percaya bahwa seorang pria akan setia dengan pasangannya, begitupula sebaliknya. Tentu bukan karena pem...