Sejak kejadian penipuan kampungan, Jiya mengeratkan perutnya untuk tidak sembarangan memakai uang. Hatinya masih kesal membara ketika mengingat penipuan yang melarikan uang dua jutanya dengan embel-embel Sri kecelakaan dan patah tulang. Huh, semoga saja beser dua tahun setelah menggunakan uang tersebut.
"Om, Patih Gajah Mada itu nyata, enggak? Bisa telbang kayak Batman, enggak?" Malik bertanya dalam pangkuan Justin, mendongak menatap laki-laki putih tersebut penuh tanda tanya.
Minggu pagi, Justin datang ke kos menemui Malik dengan membawa buah tangan, tentu saja untuk dibagikan dengan yang lain. Jiya keki memandangnya, tidak nyaman dan canggung. Dia takut merepotkan laki-laki itu dengan Malik yang seperti condong dan manja pada Justin. Mulai dari tingkah ramah dan ceritanya. Semenjak bertemu dengan Justin, Malik jadi lebih banyak mendengar kisah-kisah Nusantara, seperti kisah Prabu Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Dari pengelihatan Jiya, sepertinya Justin tipikal laki-laki suka sejarah, berbeda dengan dirinya yang lebih suka membaca cerita horror dan misteri. Kalau dibandingkan dengan Justin, memang benar logikanya kalau Malik lebih baik berkumpul dengan laki-laki itu, agar tidak ketularan cerita mistis.
Bertepatan Justin menyesap teh hangat yang Jiya buat, Malika keluar dari kamar kosnya. Wajah perempuan tersebut nampak kaget dan segera mendengus melihat kehadiran sosok Justin. Tatapannya bak laser terarah pada Jiya yang kikuk dan canggung, seperti kepergok selingkuh oleh istri sah. Oh, lebih dramatisnya, apakah ini yang dirasakan Nindi ketika dia memergokinya berduaan dengan Zidan?
"Kalau itu, mending Malik tanya ke Mbak Malika, Mbak Malika tahu banyak, loh! Malik bisa minta ceritain apa saja tentang Raja-Raja dulu ke Mbak Malika!" Justin sengaja menarik perhatian Malika, membiarkan dirinya ditatap tajam penuh kebencian.
Langkah cepat Malika mendekat pada Justin, nafasnya memburu layaknya banteng. "Pergi dari sini, ambil kembali oleh-oleh yang Mas bawa. Aku enggak butuh, " sarkasnya.
Jiya mengatupkan bibirnya, dia tidak akan menyangka Malika bisa berbicara sarkas pada Justin. Sepertinya dugaan awalnya salah, dia mengira Malika suka dengan Justin, tapi melihat bagaimana sorot kebencian dan ucapan sarkasnya, lebih tepat jika Justin adalah musuh Malika. Oh, sejak kapan dia menjadi pengamat seperti ini?
"Malik, ikut Mama ke dalam, yuk!"
Takut melihat amarah Malika yang meluap-luap, Jiya menggendong putranya memasuki kamar dan menguncinya rapat. Tidak peduli meninggalkan Justin yang terkejut hendak mencegahnya. Jiya tidak ingin mencari masalah dengan Malika pagi ini. Wanita itu seperti bom setiap harinya, siap meledak kapan saja. Biarkan mereka berdua menyelesaikan masalahnya. Telinganya akan terpasang secara siap di balik dinding kamar, ada apa dengan Justin dan Malika sebenarnya? Apa mereka mantan? Ah! Jiya jadi kepo sekali! Padahal suara Justin dan Malika tidak terdengar, sepertinya mereka pergi menjauh.
"Please, deh, Mal. Aku enggak mau bertengkar pagi ini, besok aku harus siap-siap ketemu pasien. Aku enggak mau wajah buleku ini jadi kelipet cuma karena amarah enggak jelas– aduh!! Beringas! Edaaan!" Justin mengadu, tubuhnya dipukul dengan keras menggunakan tas berisi oleh-oleh yang dia bawa barusan.
Malika berdiri, tatapannya tak melunak sedikit pun pada Justin. Bahkan untuk sedetik saja sepertinya Malika sudah mengatur tubuhnya untuk kaku di hadapan Justin.
"Ojo nesu-nesu, ora apik, mas— "
"Kalau Mas Justin suka dengan Mbak Jiya menggunakan dalih anaknya, aku enggak peduli. Yang terpenting, jauh-jauh dari kos ini, terutama jauh-jauh dariku. Aku paling benci ketika ada orang yang mengorek-orek kisah hidupku, " dengus Malika, meninggalkan Justin di tengah halaman.
Justin terlalu santai untuk menanggapi segala kebencian Malika selama ini. Tatapannya masih saja tanpa beban dan sakit hati. Kalau saja dia tidak ingat siapa yang berdiri di depannya ini, mungkin Justin akan memainkan lidah pedasnya. Dhiajeng milik Wijaya, bahkan ketika ia memungut bros mengilat yang terjatuh sewaktu Malika memukulkan tas ke lengannya, malang sekali rasanya. Seharusnya bros ini bisa terpasang apik dengan pasangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas
Ficción GeneralUsai mengetahui perselingkuhan sang suami, Jiya memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya. Menjadi tulang punggung keluarga kecilnya, serta naungan satu-satunya bagi sang buah hati tercinta, Jiya harus berdiri kuat agar tak goyah. Tekanan yang lurus...