Hari ini Malik Jiya titipkan pada Sri, sebelum pergi untuk interview kerja kedua kalinya. Wanita itu lebih tenang ketika tahu Sri tidak ada urusan sama sekali hari ini dan bisa ia berikan amanah. Dua hari Malik tidak bertemu dengan Justin, laki-laki itu tidak kunjung datang untuk menjemput Malik, mungkin termakan omongan Jiya. Dan hari ketiga ini, Malik masih bisa dikendalikan rengekannya untuk bertemu Justin.
Pagi mendung diiringi hawa dingin, lebih nyaman rasanya bergelung di dalam selimut. Namun dinginnya hawa dingin tidak menyurutkan semangat bocah laki-laki lucu dengan gambarannya. Di dalam kamar Sri, Malik duduk bersila dengan kertas gambar dan krayon di depannya, sengaja diambilkan meja lipat milik bocah itu. Ada Sri yang mengawasinya dari samping sembari beberapa kali mengomentari gambaran Malik. Garisnya yang tebal, tapi Sri memujinya sangat percaya diri dalam menggambar. Selain Sri, ada Malika yang melirik Malik, bocah yang relatif anteng, tidak seperti keponakannya yang petakilan.
"Kak Sli tahu celita Gajah Mada dan Pelabu Hayam Wuluk, enggak?" Malik berceloteh di sela-sela menggambarnya.
"Eh? Ehm, Kakak sih, kurang tahu, tapi kakak kenal, kok, " timpal Sri, menggaruk lengannya.
Malik menegakkan tubuhnya, menoleh pada Sri dengan mata berbinar. "Kak Sli pelnah ketemu meleka? Woaah, Malik boleh dikenalin enggak? Malik pengen ketemu Gajah Mada!!"
Cengiran kucing khas Sri, dia mengusap lengannya sehabis digaruk, menatap Malik cemberut. "Bukan pernah bertemu, Kakak cuma tahu nama mereka. Coba tanya Kak Malika, Kak Malika tahu banyak cerita tentang Prabu Hayam Wuruk, loh! Kak Malika juga bisa gambar kayak Malik!"
Berhenti dari kegiatan menggambarnya, Malik beralih memandang Malika penuh minat. Wajahnya berbinar, seakan menatap berlian yang begitu dia inginkan dari dulu. Namun Malika yang kaku membuat Malik ragu-ragu untuk mendatanginya di depan, bersandar pada dinding kamar.
"Jangan gitu, ah, Mal! Kaku banget sama anak kecil!" tegur Sri, mendorong pelan Malik ke Malika. "Ayo, ke Kak Malika aja!"
Setelah berhasil mendekatkan Malik pada teman kosnya, Sri naik ke kasur lantai dan merebahkan tubuhnya. Ibu jarinya mengudara, sukses lepas dari tingkah aktif Malik, dia bisa rebahan dengan Malik dalam pengawasan Malika. Lihat saja muka Malika yang terlipat, perlahan menatap ekspresi lucu Malik yang malu-malu kucing.
"Malik suka, ya, dengan Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk?" tanya Malika menarik obrolan, melembutkan nada suaranya meski dia malu menunjukkan sisi kelembutannya di depan orang lain. Pasti Sri akan meledeknya dalam hati.
"Su-suka!!" jawab Malik seraya menganggukkan kepalanya, rona di wajahnya seakan mengagumi sosok Malika yang akan bercerita bak peri.
"Malik sudah tahu, enggak, siapa itu Prabu Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada?" Malika meletakkan ponselnya ke sebelah, memandang wajah bersih Malik.
Sejenak Malik berpose berpikir, bocah itu bertambah lucu dengan balutan kaos dan celana selutut. Wajahnya yang putih-bersih, sedikit cemong oleh bekas krayon di sebelah pipinya. Malika ragu-ragu mengusap noda krayon di pipi Malik. Seperti tersengat sesuatu, pipi kenyal dan halus Malik seperti membawa Malika ke alam baru.
"Laja dan Peldana Menteli!" seru Malik, perlahan duduk di sebelah Malika.
Malika bertepuk tangan tanpa suara, mengapresiasi jawaban Malik. "Pintar, pasti om Justin yang kasih tahu ya? Atau mama Malik? Hebat."
Anak kecil seperti Malik sudah memiliki minat tentang sejarah, apalagi wajahnya tidak menunjukkan rasa bosan dan malas tentang sejarang. Ah, rasanya Malika seperti menemukan secuil berlian dalam tumpukan batu. Antara ibu Malik yang menyukai sejarah, atau karena sering bergaul dengan Justin yang pernah ia beri novel tentang Gajah Mada sebagai balas budi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas
Ficção GeralUsai mengetahui perselingkuhan sang suami, Jiya memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya. Menjadi tulang punggung keluarga kecilnya, serta naungan satu-satunya bagi sang buah hati tercinta, Jiya harus berdiri kuat agar tak goyah. Tekanan yang lurus...