"Halo, aku Ame," Ame mengulurkan tangannya, secara bergantian pada Erna dan Aldo.
Namun keduanya membatu. Saling pandang, untuk kemudian melempar pandangan bersamaan ke arah Ame. Mereka membiarkan uluran tangan Ame mengering, tak tersentuh dan tak dianggap.
Senyum di wajah Ame perlahan memudar, dengan rasa malu yang sedikit menggerogoti hatinya. Dia menarik kembali uluran tangannya.
"Aku cuman ingin melihat seperti apa wajah calon pengantin kakakku," aku Ame, berusaha tersenyum.
Erna dan Aldo masih diam, memandangi Ame dengan tatapan takjub. Dia sangat cantik, sangat ceria dan sama sekali tak mirip dengan Hendery maupun Shaan.
Kemudian Ame melambaikan tangan, pergi meninggalkan Erna dan Aldo dengan hati yang dongkol namun dia sembunyikan dibalik senyumannya. Dia bahkan sedikit berjinjit saat berjalan cepat melewati koridor menuju gedung kelas, sangat ceria tak seperti keluarga Damon yang lain.
"Dia ... mengerikan," Aldo tiba-tiba berbisik tepat di samping kuping Erna, membuat gadis itu berteriak karena kaget.
Erna mengelus dadanya. "Kaget, Do!" umpat Erna, masih ada sisa kaget.
"Amethyst, semua orang di sini mengenalnya," ujar Aldo.
"Aku tidak pernah tahu," Erna menggeleng, tak setuju.
"Dia junior kita," sahut Aldo, menyandarkan bahunya. "Tapi siapapun tak akan bisa keluar dari buaian seorang Amethyst,"
"Maksudmu?"
Aldo mengangguk. "Dia memiliki kemampuan feromon yang bisa memikat setiap laki-laki yang dia incar. Terakhir yang kutahu, dia mengincar seorang bangsawan rendahan dan lelaki itu mencampakkan calon istrinya. Padahal calon istrinya baru saja sampai di sini,"
Erna menghentikan kegiatannya, kembali membatu. Detil cerita Aldo, kenapa terasa sangat mirip dengan kisahnya. Dan Aldo pun juga tiba-tiba merasakan hal yang sama, apalagi saat secara tak sengaja kembali membaca pikiran Erna.
Kemudian, mereka berdua kembali saling pandang.
"Er ... "
Erna menggeleng cepat-cepat. "Jangan bilang apa-apa,"
"Mantan calon suamimu ... bernama ... Cakra?" Terbata-bata Aldo berusaha menyelesaikan pertanyaannya.
Erna spontan berdiri, kursi yang didudukinya jatuh terjengkang ke belakang. Nafasnya tersengal, kaget luar biasa saat mendapatkan fakta baru yang benar-benar diluar dugaan. Dia tak menyangka, wanita yang merebut calon suaminya, yang pernah dia tampar di hari pertama kedatangannya, adalah Amethyst Damon.
Parahnya, Erna sama sekali tak mengingat detail wajah Ame, sehingga ketika dia bertemu lagi untuk kedua kalinya, Erna tak bisa mengenali Ame. Pun sepertinya Ame juga tak mengetahui jati diri Erna. Atau, pura-pura tak tahu?
Aldo melipat kedua tangannya. "Wah, diluar dugaan," komentarnya. "Cakra menjadi sangat terkenal saat calon pengantinnya yang dicampakkan berani menampar Ame. Tak kusangka orang itu adalah kamu,"
Erna mengerutkan kening, sedikit membelalak dan ternganga. Pikirannya melayang, ke masa lalu saat dia dicampakkan dan dipermalukan di depan banyak orang.
"Yang kutahu, kamu hanya dicampakkan. Tak tahu jika yang menyebabkan adalah Ame," Aldo terus tak mau berhenti berbicara.
"Kamu harus waspada, Er. Ame bukanlah wanita yang bisa kamu percaya begitu saja,"
***
Erna berlari kencang, menuju atap sekolah, karena dia tahu di tempat itulah dia bertemu dengan Hendery. Dan benar, lelaki itu sedang berdiri di pinggir pagar pembatas, santai memakan apelnya.
Erna kembali berlari menghampiri Hendery, dan berhenti dengan nafas ngos-ngosan saat berada dekat. Sementara Hendery hanya meliriknya sekilas, masih sibuk mengunyah apelnya.
"Kenapa? Kenapa kamu tidak bilang jika punya adik perempuan?" tuntut Erna, berusaha menyeimbangkan nafasnya yang saling beradu.
Hendery menggeleng. "Aku tak punya adik,"
Erna berkacak pinggang. "Terus, siapa Ame? Tadi pagi dia menemuiku dan mengaku sebagai adikmu,"
"Oh ya? Jadi dia sudah selesai berurusan dengan rendahan Cakra itu?" Hendery mengangkat alisnya.
Erna kembali menganga, takjub luar biasa dengan tanggapan yang keluar dari mulut Hendery.
"Asal kamu tahu, Cakra adalah mantan calon suamiku, yang direbut oleh Ame!" Erna menunjuk dirinya sendiri, dengan perasaan kesal saat harus mengingat peristiwa itu.
Membuncahlah tawa Hendery, hingga tanpa sadar dia melempar apelnya begitu saja. Dia lalu mengacak rambut Erna, masih dengan tawa keras.
"Hahaha, jadi kamu, yang waktu itu menampar Ame?" Hendery terus tertawa, dan terus mengacak rambut Erna.
Erna berusaha menepis tangan Hendery yang membuat rambutnya berantakan.
"Cuman kamu satu-satunya manusia Alfansa yang berani melawan Ame. Pantas saja, kamu tidak takut sama sekali dengan Stefani," aku Hendery. Dia terus tertawa.
Semakin Erna mengamati wajah penuh tawa Hendery, semakin hatinya berdesir. Wajah Hendery yang biasanya selalu menyeramkan, kini berubah sedikit kemerahan dan manis. Ya, manis. Erna buru-buru membuang muka setelah memikirkan hal gila itu.
"Aku tak mau mendapat kejutan lagi. Tiba-tiba bertemu orang baru yang mengaku sebagai saudaramu,"
"Aku tak punya saudara," Hendery tetap kekeh dengan pernyataan pertamanya.
Erna memicingkan mata, dongkol. "Terus, kenapa mereka bisa percaya diri mengaku sebagai saudaramu?! Lagian, wajah kalian mirip!"
Hendery menyeringai. "Kamu tahu, kan, aku hidup seorang diri. Aku tak punya siapapun," aku Hendery.
Dia membalik badannya, kini berhadapan dengan Erna. Lelaki itu mendorong kepala Erna, mendekat ke hidungnya.
"Sebaiknya jangan bertanya apapun tentangku. Atau ... " Hendery sengaja berhenti bicara. Kemudian dia mengarahkan bibirnya ke telinga Erna.
"Aku akan ikut mencampakkanmu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forbidden Forest [END]
Fantasy18+ SPIN OFF THE DEVIL'S LOVE TRAP [Hendery x Erna] Erna tak harus mati, setelah Hendery menandainya sebagai calon pengantin. Namun bukan berarti penderitaan Erna berhenti sampai disitu. Dia harus menghadapi kegilaan keluarga Damon, yang terang-tera...