Takdir Indah

288 31 1
                                    

Cuaca siang terik itu berubah gelap, mewakili suasana hati Hendery yang marah luar biasa saat melihat kondisi Erna yang berdarah-darah.

Dia makin mengencangkan cengkeramannya pada lengan Raeya. Bola mata coklat kehitaman milik Hendery kini bergetar hebat, dipenuhi kilatan amarah.

“Apa yang kau lakukan pada istriku?” tanya Hendery dengan nada berat.

“Dia pantas menerimanya,” Shaan memandang sekilas ke tubuh Erna yang telah ambruk dengan tulang-tulang yang remuk.

“Kau benar-benar tidak mengerti posisimu, Shaan,”

“Harusnya kau!!” sentak Shaan. “Kenapa tiba-tiba kembali pada keluarga? Harusnya kau terus di sini, bersembunyi layaknya buronan!”

“Aku tidak pernah meminta harta keluargamu. Tidak pernah ingin tahtamu. Ambil semuanya, tapi jangan pernah usik kehidupanku,” ujar Hendery berusaha tenang.

Shaan tertawa licik, dibarengi Ame di sampingnya. “Kalau kau tidak ingin diusik, harusnya kau tidak pernah menikah. Bukankah kau tahu, menikah adalah cara Ayah untuk memaksamu kembali?”

“Aku menikah, karena mencintainya,”

“Cinta?” Shaan mencemooh. “Orang sepertimu merasakan cinta?”

Shaan dan Ame tertawa bersamaan, mencemooh bahkan tak sungkan hampir menginjak tubuh Erna yang terkapar hampir mati.

Hendery tak tahan lagi. Dia bergerak maju satu langkah, dengan Raeya yang masih dia cengkeram erat.

“Aku sudah peringatkan Ame. Siapapun yang mengganggu Erna, pasti akan mati,” ucap Hendery. “Apa kau tahu bagaimana Stefani Maura mati?”

Ada sedikit rasa bimbang yang ditunjukkan Ame dari tawanya yang memudar. Dia cukup takut dengan ancaman Hendery, mengingat Stefani Maura yang mati sia-sia tak bersisa.

Tiba-tiba Hendery melepaskan Raeya. Wanita itu berlari cepat ke arah Shaan, namun naas, sebelum dia sampai Hendery telah menancapkan pedangnya ke jantung Raeya.

Kejadian yang sangat cepat dan tanpa perkiraan.

Shaan melolong, berteriak murka saat mendapati istrinya mati di depannya. Raeya mati di depan Shaan, bersimbah darah dengan dada yang tertancap pedang besar milik Hendery.

“Tidak kusangka, darah Raeya yang menjadi uji coba pedangku,” ejek Hendery. “Tapi yang mengejutkan–” Dia mencabut pedang itu, mengusap sisa darah Raeya yang menempel dengan tangannya.

“Kau belum membuat Raeya abadi. Itu artinya … bukan Raeya yang kau cintai. Apa kau masih mengharapkan Serena?” lanjut Hendery.

“Kurang ajar!!” Shaan berlari ke arah Hendery.

Namun bukannya siap melawan, Hendery justru bergerak ke arah Ame yang hendak menghantam tubuh Erna dengan bogemnya.

Hendery melempar tubuh Ame ke segala arah, dan segera meraih tubuh lemas Erna.

Shaan makin murka, karena Hendery tidak menghiraukannya. Dengan membabi buta dia melawan, tapi Lucas datang di saat yang tepat.

Dia menghadang gerak Shaan, yang terus berteriak minta agar Lucas tidak ikut campur.

“Pergi dari sini, Tuan!” seru Lucas kepayahan hampir tak bisa menghadang Shaan.

Hendery mengangguk. Dia pun menghilang bak debu, bersama Erna yang terluka.

Sedetik berikutnya, Hendery dan Erna telah sampai di depan rumah sakit. Sambil membopong tubuh Erna yang lemah hampir mati, Hendery berteriak liar memanggil Rama. Dia berlari ke segala arah, berusaha agar Erna bisa segera diselamatkan.

“Hendery, ada apa?!” Rama tergopoh-gopoh menghampiri Hendery.

Lalu dua orang petugas segera membawa tubuh Erna yang telah diletakkan di atas ranjang beroda. Tanpa banyak bicara, Rama menyusul Erna untuk segera diberi pertolongan.

Kini tinggallah Hendery. Dengan tubuh gemetar, kedua tangan penuh darah dan rambut acak-acakan. Dia mengumpat ke arah angin, mengutuki Shaan dan Ame berkali-kali.

Jantungnya berdegup sangat kencang. Tak pernah dia merasakan setakut ini kehilangan seseorang. Bahkan saat tubuhnya sekarat akibat hunusan pedan Katon waktu itu, dia sama sekali tidak khawatir. Dia siap mati.

Tapi berkat Erna, dia mulai menghargai hidupnya. Wanita dengan sejuta tindakan penuh kejutan itu, menyelamatkan nyawanya. Dan kini, nyawa Ernalah yang ada di ujung tanduk.

Sambil menunggu Rama keluar dari ruang gawat darurat, Hendery memilih untuk mendekati sebuah ruangan dengan penerangan cukup terang. Banyak perawat yang keluar masuk, dengan wajah cerah bahagia.

Hendery memutuskan untuk mengintip sekilas. Dan dia hampir tak bisa mempercayai penglihatannya, saat samar-samar melihat Karin mendekap seorang bayi mungil, bersama Katon di sampingnya.

Pemandangan yang luar biasa. Bahkan seorang bangsawan iblis seperti Katon, yang tak pernah bisa lepas dari jerat Stefani Maura, bisa sangat bahagia menemani kelahiran anaknya.

Kenapa takdir indah itu tidak terjadi pada ibunya?

The Forbidden Forest [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang