“Dia sudah abadi,” tandas Ame, penuh kekecewaan.
Shaan mencengkeram erat pedang yang dia bawa, kemudian meluncurkannya dan mendarat tepat tertancap dinding di depan mata Ame.
“Kita tidak bisa membunuhnya, Kak. Kita hanya bisa membunuh sesama kita. Dia abadi tapi–” Ame menggigit bibir. “Tapi dia bukan bagian dari kita. Dia tidak bisa dihabisi,”
Pedang itu kembali melesat ke dalam genggaman tangan Shaan. Dengan gerakan lambat yang dramatis, pedang itu bersembunyi di balik punggung Shaan. Terbenam layaknya matahari.
Ame mengernyitkan dahi melihat pergerakan pedang itu.
“Bukankah pedang Kakak muncul saat pertarungan dengan Ken Bagaskara?” tanya Ame.
“Kenapa?” lirik Shaan ketus.
Ame menelan ludah. Hendak bertanya, namun dia cukup segan. Tapi rasa penasarannya tidak terbendung.
“T-tapi … kenapa Raeya belum abadi? L-lalu pedang itu muncul karena siapa?” Suara Ame terbata-bata, demi menghindari amukan Shaan.
Shaan berdiri. Dia berjalan pelan ke arah dinding yang retak memanjang akibat tebasan pedang miliknya. Dia raba bekas itu, dengan pandangan gamang.
“Serena,”
Ame mengatupkan tangan ke bibirnya, bergumam tidak percaya. “L-lalu … kenapa Kakak mencampakkannya?”
Shaan memutar tubuh, berhadapan dengan Ame. Dia melemparkan pandangan penuh ancaman.
“Tutup mulutmu, atau kutebas dengan pedangku,” ancam Shaan.
Ame mundur. Sambil membuka lebar kedua lengannya, Ame berjalan pergi meninggalkan Shaan yang masih diselimuti kemarahan pada Hendery. Berita matinya jantung manusia di tubuh Erna, cukup membuat keluarga Damon–khususnya Shaan terkejut.
***
Hendery pelan-pelan melepas perban yang membungkus luka di tengah dada Erna–bekas tusukan pedang besarnya.
Erna meringis, tak berani melihat bekas luka itu. Dan Hendery justru tersenyum geli melihat tingkah Erna.
“Jangan berlebihan!” tukas Hendery. “Lukamu sudah tidak sakit,”
Hendery justru dengan nakal meremas dua aset milik Erna. Wanita itu memekik kaget, dan refleks melindungi privasinya. Dia mundur menjauh dengan kedua tangan membentuk tameng di depan dada.
“Kenapa?” Hendery bertanya geli.
“Kenapa katamu?!” seru Erna. “Kamu cari-cari alasan untuk menyentuhku, kan?!” tuding Erna.
Hendery tertawa lepas. “Biarin. Toh, kamu istriku, kan? Aku sudah kenyang melihat bentuk tubuhmu,” Matanya nakal mengawasi Erna dari atas sampai bawah.
Erna menganga lebar. Sambil terus menutupi tubuhnya, dia berlari kecil mengambil pakaian apapun yang cukup dekat dengan jangkauannya.
Dan yang dia pakai adalah kemeja kebesaran milik Hendery. Sembari memperhatikan Erna yang sibuk memakai pakaian, Hendery berjalan mendekati pohon Joan yang kini makin kering.
Pohon itu terletak persis di samping rumah pohon, dan Hendery sengaja membuat jendela tepat di sebelahnya. Sehingga saat jendela itu dibuka, dia dapat melihat dengan jelas pohon itu.
“Apakah Joan senang sekarang?” tanya Hendery. “Aku sudah menikah denganmu. Bahkan aku sudah membuatmu abadi,”
Erna ikut berdiri di samping Hendery. “Tidak ada yang lebih membuatnya bahagia, selain melihatmu tidak sendiri,”
Hendery melirik Erna dengan ujung matanya sambil mengulaskan senyum tipis. Senyum tipis bahagia.
“Apa kamu mau mendengar sebuah cerita?”
Erna menoleh. “Tumben? Biasanya kamu menolak untuk bercerita apapun padaku,” olok Erna dengan bibir manyun.
“Mau tidak?” Hendery meninggikan nada bicaranya.
“Oke, oke!”
Keduanya menggerutu, terpendam dalam kekesalan sesaat yang justru tampak menggelikan.
Kemudian Hendery menarik nafas, dengan tatapan pias ke arah pohon Joan.
“Dulunya kami sahabat. Aku, Katon dan Stef,” ucap Hendery. “Tapi segalanya berubah saat Katon memutuskan untuk memilih Karin,”
“Memang kenapa?”
Hendery memicingkan mata. “Harusnya kamu tahu jawabannya,”
Erna memutar bola matanya kesal. “Kamu ini sedang bercerita, atau memberiku soal ujian? Kenapa aku harus tahu jawabannya!” ketus Erna.
“Ah, sudahlah!” seru Hendery. “Tidak asik bercerita padamu!” Dia melenggang pergi dengan nada kesal.
Erna berkacak pinggang tidak terima. Dia ikut menyusul langkah kaki Hendery, dengan cercaan kesal yang terus dia lontarkan.
Pertikaian tak penting antara Hendery dan Erna, yang selalu terjadi bahkan saat mereka masih sering bertemu di atas atap. Pertikaian yang justru menyatukan hubungan mereka.
Namun, segala kesenangan itu hanya berlangsung sesaat saat tiba-tiba pohon Joan hangus terbakar dengan cepat.
Hendery mendorong mundur tubuh Erna menjauhi pohon itu. Dengan sikap waspada, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling menyadari bahaya.
Dan ekor matanya menangkap sosok Shaan di bawah pohon, dengan kilatan kemarahan di mata. Lelaki itu menyeret pedang besarnya di tanah, dan mengayunkannya tepat ke depan mata Hendery.
“Aku tidak bisa lagi membunuh istrimu. Tapi aku akan membunuhmu kali ini,” ancam Shaan pelan, namun cukup jelas ditangkap telinga Hendery.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forbidden Forest [END]
Fantasia18+ SPIN OFF THE DEVIL'S LOVE TRAP [Hendery x Erna] Erna tak harus mati, setelah Hendery menandainya sebagai calon pengantin. Namun bukan berarti penderitaan Erna berhenti sampai disitu. Dia harus menghadapi kegilaan keluarga Damon, yang terang-tera...