Lengan Hendery gemetar. Sebisa mungkin dia berusaha menjaga kekuatan pada tangannya–yang memegang pedang agar tak tepat menghunus jantung Erna.
Namun saat melihat kondisi Erna yang lemah tak sadarkan diri, kekuatan Hendery melemah. Dia yang selalu bisa membunuh siapapun tanpa perasaan, mendadak ragu.
Perlahan Hendery menurunkan pedangnya, dengan mata terpejam putus asa.
“Aku tidak bisa melakukannya,” ucapnya pada Rama.
Rama menarik nafas panjang. “Memang bukan suatu hal yang mudah,”
“Bagaimana jika dia justru mati?”
“Kamu ragu tidak mencintainya?” tanya Rama, memastikan. “Lalu, bagaimana bisa pedang itu muncul? Padahal ratusan tahun hidupmu, pedang itu terus bersembunyi di punggungmu tanpa mau keluar,”
Hendery menunduk, frustasi. “Aku akan membunuh siapapun, asalkan jangan dia,” tandasnya lesu.
“Kamu membunuh jiwa manusia Alfansa di tubuhnya,” tegas Rama, tetap tenang. “Dia akan abadi setelahnya,”
“Tapi dia akan tetap kesakitan,”
“Terus?” Rama melirik Hendery sekilas. “Kamu ingin dia berakhir sia-sia seperti Tara?”
Hendery menggigit bibir. Kini hatinya tengah diliputi dilema luar biasa. Dia ingin Erna selamat dan abadi, namun dia tidak ingin menyakiti Erna.
“Akan kupikirkan lagi,” Hendery berlalu pergi dari ruangan Erna, mengakhiri pembicaraannya dengan Rama.
Kini dia dalam fase yang sangat bimbang–perasaan yang tak pernah dia rasakan. Hendery tidak pernah takut kehilangan siapapun. Hidupnya selama ratusan tahun hanya diselimuti oleh ambisinya terhadap Katon.
Selebihnya dia tidak merasakan apapun. Sebelum pada akhirnya Erna datang, dengan keberanian dan tekadnya. Wanita yang selalu memilih jalan tengah dalam dirinya. Tidak baik, namun juga tidak jahat.
Bahkan Hendery tidak menyadari dia mulai berjalan gontai ke arah Katon yang berdiri mematung di depan kamar bersalin Karin.
Katon memilih untuk diam–enggan menegur Hendery. Meskipun mereka tidak lagi bertikai, namun Katon memutuskan untuk tidak banyak ikut campur dalam kehidupan Hendery.
Dan Hendery menghentikan laju kakinya, tetap beberapa meter di depan Katon. Lelaki itu menatap tajam mantan rivalnya itu.
“Aku tidak akan mengucapkan selamat untukmu,” ujar Hendery.
“Terserah,” Katon menautkan alisnya tak peduli.
“Harusnya aku yang mendapatkan ucapan terima kasih darimu. Tanpaku, hidupmu tak akan tenang karena teror Stefani,” Hendery terus berkelakar. “Akulah yang menerima segala cap buruk, tapi kaulah yang menerima keuntungannya,”
“Aku tidak memintamu membunuh Stefani,”
“Dan membiarkan Karin mati?” sahut Hendery cepat. Lalu dia memutuskan untuk pergi, berbalik arah.
“Terima kasih,” celetuk Katon tiba-tiba.
Hendery berhenti sejenak, demi mencerna ucapan Katon. Lalu–tanpa berbalik dia kembali berjalan, meninggalkan Katon, demi menjernihkan isi kepalanya.
Saat Hendery kembali ke kamar Erna, Karin sudah duduk di samping ranjang Erna dengan James berjaga di belakang Karin.
Saat melihat Hendery, James makin menegakkan posisinya dengan mata awas penuh kewaspadaan.
“Hendery?” tegur Karin. “Apa yang terjadi?”
“Dia dihajar keluargaku,” jawab Hendery lugas.
Karin menganga lebar tak percaya. “Kenapa?”
“Begitulah keluarga Damon,” Hendery tidak mau banyak bercerita–tidak ingin mengingat kejadian itu.
“James, tolong tinggalkan kami berdua,” pinta Karin.
James cukup terkejut mendengar permintaan Karin. Namun wanita itu mengangguk penuh keyakinan pada James–bahwa Hendery tidak akan menyakitinya.
“Rama sudah menceritakan semuanya,” aku Karin, setelah James keluar dari ruangan. “Kurasa, kamu harus segera menyelamatkan Erna,”
“Apa Katon sudah membuatmu abadi?” tanya Hendery.
Karin menggeleng pelan. “Aku melahirkan anakku tanpa ancaman. Dan kurasa, tidak ada alasan bagi Katon untuk melakukannya lebih cepat,”
“Kenapa, Karin? Kenapa kamu terus membela Katon, padahal dia tetap saja seperti ini?”
“Aku percaya, Katon telah berubah. Kini aku hanya ingin memusatkan seluruh perhatianku pada anakku,”
“Bagaimana jika kamu mati karena tua? Kamu hanya manusia Alfansa! Kamu tidak abadi!”
Mendengar ucapan Hendery, justru membuat Karin tersenyum. “Jika kamu punya cukup waktu untuk mengkhawatirkanku, harusnya kamu tahu apa yang harus kamu lakukan pada Erna,”
Hendery terkesiap. Dia tidak menyangka, jika Karin sedang bermain dengan perasaannya.
“Erna sangat membutuhkanmu, Hen. Dia membutuhkan bantuanmu untuk kembali seperti sediakala,” Karin berusaha meyakinkan Hendery. “Lakukanlah,”
Hendery kembali menatap lurus ke tubuh Erna yang terbaring kaku tak berdaya, dengan penuh perban di tubuhnya.
Kemudian pandangannya beralih pada Karin, yang terus mengangguk berusaha meyakinkan Hendery.
Kini, keputusan Hendery menjadi lebih bulat. Setelah mengeluarkan pedangnya, dia kembali mengacungkan ujung pedang itu ke arah Erna.
Dan dengan satu kali tarikan nafas, Hendery dengan cepat menghunus jantung Erna dengan pedang besarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Forbidden Forest [END]
Fantasía18+ SPIN OFF THE DEVIL'S LOVE TRAP [Hendery x Erna] Erna tak harus mati, setelah Hendery menandainya sebagai calon pengantin. Namun bukan berarti penderitaan Erna berhenti sampai disitu. Dia harus menghadapi kegilaan keluarga Damon, yang terang-tera...