Membunuhnya

295 33 1
                                    

“Hendery?” tegur seseorang, dari arah belakang punggung Hendery.

Tentu Hendery masih mengenali suara itu. Suara Serena. Dia berdiri keheranan dengan Ken Bagaskara di sampingnya. Mereka berdua saling tatap, lalu mengarahkan pandangan pada Hendery.

“Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu ingin menjenguk Karin?” tegur Serena.

Hendery menggeleng. Dia lalu menunjukkan tangannya yang berlumuran darah.

“Aku sudah membunuh Raeya, untukmu,” jawab Hendery.

Tampak Serena membelalak, lalu mencengkeram tangan Ken sebagai cara agar tubuhnya tak limbung.

“Apa maksudmu?” Justru Ken yang menimpali.

“Shaan–” Tenggorokan Hendery terasa tercekat saat harus mengingat peristiwa tadi. “Shaan dan Ame menghajar Erna sampai kritis. Sekarang Rama sedang menanganinya,”

Serena mengatupkan kedua tangan ke mulutnya, sama sekali tidak menyangka.

“Bagaimana bisa, Shaan tega melakukannya?” komentar Serena ngeri.

“Dia akan melakukan apapun. Untuk menuruti nafsunya,”

Bagi Serena, Raeya tentu bukanlah orang asing. Sebelum menikah dengan Ken Bagaskara, Serena adalah pengantin Shaan Damon. Namun di tengah perjalanan pernikahan mereka, Raeya–sebagai sahabat Serena, merebut Shaan dan berakhir dengan Serena yang dicampakkan.

Beruntung, Ken Bagaskara bersedia menikahi Serena.

“Sapalah Karin. Dia pasti senang melihatmu,” ujar Ken, berusaha mengganti topik. Dia tidak ingin Serena mengingat Shaan dan Raeya lagi.

“Senang?” Hendery tertawa getir. “Yang ada dia akan histeris melihat orang yang pernah menculiknya,”

Ken tidak berekspresi. Dia hanya menatap Hendery gamang, tak lupa menggenggam erat tangan Serena. Ken tahu–setelah mendengar kabar tentang Raeya pasti Serena akan terguncang. Meskipun Raeya telah kurang ajar merebut Shaan, namun Raeya tetap sahabatnya.

“Tuan!” panggil Lucas, berlari tergopoh-gopoh menghampiri Hendery. Wajah lelaki itu penuh lebam.

“Apa yang terjadi? Mana Shaan?” tanya Hendery panik.

Lucas menggeleng. “Anda tidak perlu khawatir. Saya justru mencemaskan Nyonya Erna,”

Sedetik kemudian, Rama keluar dari ruang gawat darurat setelah melepas sarung tangan lateksnya satu persatu. Wajahnya tampak lesu.

“Aku perlu bicara denganmu,” ajak Rama, pada Hendery.

Rama menuntun langkah Hendery memasuki ruangan tempat Erna dirawat. Wanita itu tak sadarkan diri, dengan tangan yang diinfus dan luka yang telah dibalut perban.

Tubuh Hendery gemetaran saat melihat kondisi Erna. Bahkan demi menjaga keseimbangannya, dia bertumpu pada pinggir ranjang.

“Sebaiknya lakukanlah sekarang,” ujar Rama. “Atau dia sulit selamat,”

“Apa maksudmu?” Hendery benar-benar tidak mengerti.

Rama menarik nafas. “Erna kritis. Luka ditubuhnya bisa saja sembuh, namun tulang-tulangnya patah. Sepertinya Ame memukulnya kelewat keras,”

Bayangan akan wajah Ame yang tertawa beringas, membuat darah Hendery mendidih. Dia mengepalkan tangan erat-erat penuh kemarahan.

“Sebaiknya tancapkanlah pedangmu ke jantung Erna, agar dia bisa segera menjadi bagian dari kita,” saran Rama. “Kudengar, kamu sudah berhasil mengeluarkan pedangmu?”

“Ke jantungnya?”

Rama mengangguk, dengan tatapan pias penuh iba ke arah Erna. “Jika terus memaksanya hidup dalam jantung manusianya, sulit bagi Erna untuk selamat,”

“Aku tahu, kamu berbeda dari Hemish. Kamu mencintai Erna. Pedangmu keluar karena dia,” tambah Rama, mengenang kembali kisah memilukan tentang Tara, ibu Hendery.

Dengan langkah seringan mungkin–demi tidak menimbulkan suara, Lucas perlahan masuk. Dia menyaksikan peristiwa itu, saat Hendery secara dramatis mengeluarkan pedang dari dalam punggungnya.

Dan Hendery mengacungkan pedang itu ke arah Erna, atas arahan Rama.

“Awalnya akan menyakitkan, seakan kamu membunuhnya. Tapi dia akan menjadi bagian dari kita, hidup abadi … “

The Forbidden Forest [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang