Sampai di lantai 2 yang merupakan tempat divisi finance berada.
Bu Diyah memanggil Ica ke ruangannya.
"Ibu memanggil saya?" Tanya Ica ketika sudah di dalam bersama Bu Diyah.
Kepala divisi itu menuju pintu dan memastikan sudah tertutup rapat.
"Iya Ca, saya mau tanya. Betul kamu mau menikah dengan Pak Arland? Yang direktur utama itu?"
Bu Diyah bertanya hanya untuk memastikan kembali. Ia takut kalau-kalau Pak Arland salah orang karena kantornya sangat besar.
Atau ia takut ternyata kupingnya perlu diperiksakan. Atau harus periksa kesehatan karena fokusnya menurun.Entahlah banyak kebingungan di benak Bu Diyah. Makanya ia panggil Ica untuk memastikan.
Deg. Ica merasa bingung. Bagaimana Bu Diyah bisa tahu? Lalu apa yang harus ia katakan? Bagaimana menjelaskan semua ini?
"Emm,, iya Bu, rencananya begitu" jawab Ica ragu-ragu.
"Astaga,, berarti betul lah. Saya masih sehat" gumam Bu Diyah lirih namun dapat didengar Ica.Ica hanya bingung namun tidak mau bertanya mendengar gumaman atasannya.
"Serius Ca? Emang kalian pernah bertemu?" Tanya Bu Diyah lagi. Sadar sebenarnya bahwa ia terlalu kepo dan mencampuri urusan pribadi pegawai lain. Namun jujur saja dia sangat penasaran."Pernah Bu, di luar kantor" jawab Ica sekenanya.
Bu Diyah mengangguk mengerti. Selama ini yang ia amati kan saat di kantor. Ia seperti lupa kalau bawahannya juga punya kehidupan di luar kantor. Ia jadi merasa tidak enak karena terlalu kepo pada Ica.
"Baik lah Ca, terimakasih ya jawabannya. Saya itu bingung tadi ditanya Pak Arland. Kaget juga" aku Bu Diyah.
Hem,, pantas saja Bu Diyah tahu. Jadi Arland langsung yang memberi tahu.
"Oh iya, berkas yang saya minta tadi pagi sudah kamu buat?"
"Sudah Bu, ini saya bawa" Ica menyodorkan beberapa lembar kertas hasil print."Oke ini saya cek. Kamu jangan lupa pastikan juga di aplikasi ya. Yang teliti ngeceknya. Kemarin saya cek kerjaan kamu masih ada yang terlewat. Untung saya tahu, kalau sampai ke atasan seperti itu kan satu divisi bisa kena semua Ca. Kita ini kerja berhubungan sama uang jadi harus sangat-sangat telitu" instruksi Bu Diyah panjang lebar.
"Baik Bu, terimakasih" ucap Ica singkat.
Ia masih berusaha pada pekerjaannya. Sebetulnya Ica orangnya sangat teliti. Tapi jika sudah mengenai aplikasi komputer ia memang agak kesulitan. Jujur saja dirinya baru belajar komputer selama 3 tahun bekerja disini.Tahun pertamanya aman karena lebih banyak berhubungan file cetak dan tulisan tangan. Namun seiring berjalannya waktu ia dipercaya untuk pegang aplikasi juga.
"Kenapa dipanggil Bu Diyah Ca?" Tanya Reina yang penasaran. Semoga ia tidak dapat surat peringatan karena tidak masuk 2 Minggu.
"Ya biasa Na, ada kerjaan ku yang terlewat. Aku disuruh lebih teliti lagi. Jawab Ica, ia belum mau membahas pernikahan. Karena ia juga masih ragu betul atau tidak Arland akan menikahinya.
"Tapi ngga dikasih surat peringatan kan Ca?" Lanjut Reina khawatir.
"Untungnya engga Na"
"Syukurlah Ca, kalau masalah teliti sih kita semua juga tiap hari ditegur. Ya emang gitu sih. Masalahnya divisi kita ini rawan. Menyangkut keuangan kantor" Ucap Reina.
"Iya Na" sambung IcaWaktu pulang kantor tiba.
Willy sudah berada di bagian finance, ia bercakap sebentar dengan salah satu kepala divisi. Bukan Bu Diyah, melainkan seorang Bapak-Bapak. Bagian finance terbagi menjadi 4 Divisi. Setelah perbincangannya selesai Willy baru menuju Divisi finance 4 dan mendatangi meja Ica dan Raina.
Ya, satu meja panjang berisi 2 komputer dan digunakan oleh 2 orang jugaJadi Ica dan Raina ini duduknya bersebelahan.
"Permisi, betul dengan saudari Marisha" tegurnya di meja itu.
"Iya ini yang namanya Marisha Pak" telapak tangan Raina menunjuk kepada Ica.
"Iya, saya Marisha. Ada perlu apa ya?" Aku Ica. Iya cukup heran, ia belum terlalu familiar dengan wajah Willy.Ica hanya sering bersinggungan dengan anggota divisinya, paling jauh mungkin hanya di seluruh staf finance. Sedikit sekali orang diluar staf finance yang dia kenal. Paling juga ibu kantin, Pak Satpam depan yang sering menyapanya. Serta beberapa staf lain yang hanya beberapa saja.
"Saya Willy, asistennya Bapak Arland Royhan" Laki-laki itu memperkenalkan diri karena kedua staf itu bingung melihatnya.
"Saudari Marisha mari ikuti saya" Willy memberi arahan.Ica yang berpikir jika Willy disuruh Arland langsung menurut dengan arahan tersebut.
"Na, aku pamit duluan ya, bye,,,"
"Iya Ca, hati-hati,, bye,," Raina menjawab salam Ica meskipun ia bingung kenapa sahabatnya dibawa oleh asisten direktur utama.
Besok dia akan langsung menagih penjelasan.Mereka berjalan, turun dengan lift. Menuju sebuah parkir pribadi. Parkir ini khusus untuk anggota dewan direksi. Ica baru pertama menginjakkan kaki di tempat ini. Tempatnya tak begitu luas karena memang hanya diisi beberapa mobil saja. Bahkan tak sampai sepuluh. Ica tak paham ada berapa orang di bagian direksi. Meski sempit, namun penataan ruangannya sangat bagus.
Willy membimbing Ica ke sebuah mobil Fortuner.
"Silahkan masuk nona" ucap Willy membukakan pintu.Ica yang melihat Arland sudah duduk di dalamnya segera masuk.
"Terimakasih" ucapan singkat Ica kepada Willy yang dibalas anggukan dan pintu mobil ditutup dari luar.Arland hari ini membawa Fortuner ke kantor. Karena ia malas menyetir, jadi biar muat untuk Dia, Deny, dan Ica.
"Kenapa kamu seharian ga bisa dihubungi?" Tanya Arland. Seharian dia menelpon calon ibu dari anaknya ini berulang kali namu tidak diangkat sama sekali. Pesan WA pun hanya bertanda centang satu.
Makanya dia menyuruh Willy menjemput calon istrinya itu.Kini Willy sudah tahu bahwa Ica adalah calon istri Arland. Willy cukup bersyukur Arland tidak menikahi Arula. Selama ia menjadi asisten, Arula sering sekali merugikan Arland. Ia pun banyak kesulitan karena pacar bos nya yang semena-mena.
Ica buru-buru mengecek HP. Dugaannya HP nya error' lagi.
Dan benar saja setelah dicek memang begitu keadaannya."Maaf Pak, HP saya error'" jawab Ica merasa bersalah.
Arland melihat HP tersebut sudah usang, juga termasuk HP keluaran lama."Dari kapan HP mu error'?"
"Emm,, mungkin dari pagi Pak, eh apa dari malam ya." Ica mengingat-ingat."Sering begitu?"
"Error'? Iya emang gini sih Pak. Bisa setiap hari error'nya"Arland menghembuskan napas panjang dan segera memberi instruksi Deny ke suatu tempat.
Susah juga pikirnya kalau Ica susah dihubungi.
Deny melajukan mobilnya dengan tenang menyusuri kepadatan jalan kota. Apalagi di jam pulang kerja seperti ini.
Deny cukup lega Arland sekarang berganti pacar. Dulu Arula suka seenaknya sendiri, pergaulannya bebas, dan Deny pun tahu bahwa Arland sering dimanfaatkan. Tapi mau bagaimana lagi jika tuannya mau dimanfaatkan.
Cukup senang melihat Ica yang tampak lugu dan sederhana. Supir itu hanya berdoa yang terbaik bagi atasannya.
Arland adalah majikan yang baik, dermawan, tidak pernah merendahkan orang lain, serta orang yang bertanggung jawab. Ia berharap jodoh tuannya juga seorang yang baik.
Terimakasih telah menyempatkan membaca. Jika ada kritik saran jangan lupa langsung dikomen ya. Terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengandung Bayi Bos
RomansaArland yang patah hati memaksa Ica untuk bermalam bersama, menjadikan Ica mengandung bayi mereka Mohon maaf ini cerita dewasa ya