Pagi tadi Ica telah sadar dari komanya. Arland sangat bahagia sekali melihat mata sang Istri terbuka.
Kini Ica telah berada di ruang rawat biasa karena kondisinya yang semakin stabil. Bahkan siang ini ia sudah memaksa mencoba menyusui si Boy meski ASI nya masih belum keluar. Si boy tetap berusaha menyedot puting ibunya meski tak ada apapun yang masuk dalam mulutnya.
Arland merasa anak itu ajaib. Biasanya bayi jika sudah kenyang maka tak mau menyusu, apalagi jika air susu ibunya tidak keluar. Namun bayi itu tetap berusaha memancing sumber makanannya keluar. Bukan hanya untuk dirinya, namun air susu itu sangat penting untuk sang adik yang kini kondisinya semakin lemah karena tidak mau diberi susu formula.
Hati Arland terenyuh melihat usaha bayi yang sebenarnya belum paham apa-apa itu malah seakan berusaha menyelamatkan semua. Menyelamatkan ayahnya, memberi semangat ibunya. Mengapa Arland tahu? Ya karena Ica bilang bahwa ia hampir menyerah karena berusaha bangun tak pernah bisa. Tapi tangisan si boy membuatnya merasa harus bertahan hingga saat ini ia bisa bangun.
Dan kini anak itu berusaha merangsang air susu sang ibu agar keluar dan bisa menyelamatkan sang adik.
"Aku pengen lihat dedek kecil mas" ucap Ica lirih sambil berurai air mata.
"Nanti ya, tubuhmu belum kuat. Bahkan untuk menyusui si boy aja kamu sangat memaksakan diri" Arland melarang meski tahu sang istri pasti sangat ingin melihat bayinya.
Bukan apa-apa, Ica baru bangun tadi pagi dan masih sangat lemah. Jika dipaksakan melihat, Ica bisa tambah syok melihat bayi kedua yang kondisinya seperti itu.
Ica kembali beristirahat. Sedangkan boy berada di tangan Arland dan sebotol susu sedang disedotnya.
"Laper boy?" Tanya Arland pada sang anak yang semangat sekali menyedot susu.
"Emm,," suara bayi itu seolah menjawab ayahnya.Chiko yang kini sedang berada di RS masuk ke ruangan inap.
"Astaga boy, kamu nyusu lagi? Tadi pagi bangun tidur kamu nyusu, pas ku tinggal kamu nyusu banyak banget, sekarang aku datang kamu nyusu lagi? Boy, boy mau segembul apa kamu ini?" Chiko heran karena bayi itu suka sekali menyusu.
"Gapapa uncle, biar cepet gede" jawab Arland menirukan suara anak kecil namun suaranya tetap nge bass.
Si boy yang mendengar suara hanya melirik ke arah Chiko tanpa melepaskan botol susunya.
"Dah mendingan Ca?" Chiko menghampiri Ica yang terbaring lemah sambil memandangi suami dan anaknya.
"Lumayan bang" jawab Ica lirih.
"Mulai belajar makan, agak dipaksakan meskipun rasanya pasti gaenak. Biar cepet seger, banyak yang pengen kamu sembuh" nasehat Chiko pada Ica.
"Iya Bang, terimakasih ya sudah banyak bantu Mas Arland. Maaf saya merepotkan" ucap Ica masih lirih. Ia tahu bahwa teman-teman sang suami turut membantu selama ia sakit.
"Ssstt,,, gausah ngomong aneh-aneh kita kan keluarga" jawab Chiko.
"Sejak kapan kita keluarga?" Arland mulai mengajak berdebat. Ia ingin sedikit bercanda, lelah frustrasi terus seminggu ini.
"Yaelah,, terus selama ini kebersamaan kita lu anggap apa?" Chiko menanggapi Arland.
"Dih,, najis kata-katanya. Kebersamaan? Lu kira kira pacaran pakai kebersamaan-kebersamaan segala" lanjut Arland.
"Jangan mau dianggap keluarga si Chiko. Ujung-ujungnya pasti dia minta saham" Januar menyahut, ia sudah di dalam tapi semuanya tidak menyadari ketika ia masuk.
"Lho katanya sama si Raina temennya Ica?" Tanya Chiko yang kini melihat Januar.
"Iya sama Raina tapi dia kabur ke kamar mandi" jawab Januar apa adanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengandung Bayi Bos
RomanceArland yang patah hati memaksa Ica untuk bermalam bersama, menjadikan Ica mengandung bayi mereka Mohon maaf ini cerita dewasa ya