Arland mengarahkan ponsel itu ke telinganya.
"Hmmm" jawab Arland dengan malas. Ia sudah tahu siapa penelepon itu dari suaranya.
....
"Gausah aneh-aneh" ucapnya lagi masih dengan mata tertutup.
....
"Cukup Arula..." Arland menaikkan nada suaranya.Ica masih duduk di samping sang suami yang sedang tiduran sambil mengangkat telepon. Ica merasa pernah mendengar nama Arula, tapi entah dari mana. Ia juga agak heran kenapa sang suami terlihat tidak suka menjawab telepon itu.
"Iya,, iya,, gwe kesana" Ucap Arland agak emosi.
Arland melempar begitu saja telepon genggamnya. Kemudian mengacak kasar rambutnya.
"Ca, aku harus pergi lagi" Ucap Arland terpaksa.
"Mas kan baru pulang, ngga lelah? Tanya Ica heran melihat suaminya uring-uringan.
"Aku gapapa Ca, aku harus berangkat sekarang" kata Arland sembari mengganti kaosnya menjadi setelah kemeja rapi.Di rumah Arland suka menggunakan kaos dan celana pendek. Namun ketika keluar pasti dia menggunakan setelan rapi.
"Yaudah Mas hati-hati, jangan ngebut nyetirnya." Jawab Ica khawatir.
"Kamu baik-baik ya di rumah. Gausah masak kalau kamu capek. Istirahat aja, aku pergi dulu" pesan Arland sebelum pergi.
Ica mencium tangan suaminya, Arland segera berjalan menuju pintu keluar.Dengan kecepatan sedang mobil Ferrari itu melintasi jalanan dengan suasana sore hari.
Ica merasa heran, sepertinya Raina dan beberapa staff temannya pernah membicarakan nama Arula, tapi Ica lupa dia siapa. Mungkin besok dia akan tanya pada Raina agar tidak penasaran terus.
Orang yang dipikirkan Ica malah tiba-tiba menelepon.
"Halo Na, ada apa?" Ica mengangkat telepon genggamnya.
"Ca, berkas yang disuruh pelajari dari Bu Diyah kemarin kamu bawa kan?" Tanya Raina dari seberang telepon.
"Iya Na, ku bawa. Tadi baru selesai dipelajari" jawab Ica.
"Besok tolong bawain ya Ca, aku belum baca sama sekali, hehe" Raina berbicara lagi.
"Oke Na, besok ku bawa em.,,," Ica ingin bertanya tapi ragu.
"Kenapa Ca?" Tanya Raina yang mendengar kata Ica tergantung di belakangnya.Ica memutuskan untuk bertanya sekarang saja daripada penasaran.
"Kamu tahu Arula?" Tanya Ica ragu-ragu.
"Hah? Yang mantannya Pak Arland itu?" Jawab Raina.Deg!
Entah mengapa tiba-tiba pikiran Ica menjadi tidak enak.
"Ada apa Ca sama orang itu?" Raina penasaran.
"Oh, gapapa kok Na. Aku cuma sekilas denger namanya aja" jawab Ica cepat. Ia tak mau berpikir negatif terlebih dahulu.Mereka mengakhiri teleponnya.
Ica mencoba mengusir pikiran-pikiran negatifnya. Ia takut itu akan berpengaruh pada kesehatan bayinya. Lagipula belum tentu kalau suaminya sedang bertemu dengan sang mantan kekasih.
Di sebuah restoran.
Seorang wanita sudah menunggu di sebuah meja.Arland yang telah sampai segera duduk di depannya.
Arland merasakan debaran kencang dalam dadanya. Jujur dari hatinya yang paling dalam ia sangat merindukan wanita itu. Tujuh tahun mereka menjalin kasih bukanlah waktu yang sebentar. Jujur hatinya masih dimiliki penuh oleh sosok Arula. Namun rasa kecewa atas apa yang dilakukan wanita itu masih jelas terasa menyakitkan di hati Arland.Ia sangat tulus mencintai wanita itu. Bahkan sanggup menerima semua sikap Arula yang kekanakan, semua kenakalan-kenakalan kekasihnya. Namun penghianatan lah hasil yang didapatkan.
"Aku ga sanggup kehilangan kamu Ay" ucap Arula mulai terisak.
Arland menarik napas panjang. Meski rasa hatinya merindukan perempuan itu, namun logikanya sudah tidak akan dapat menerima lagi.
"Jangan omong kosong La, harusnya lo mikir gitu sebelum melakukannya sama selingkuhan lo" jawab Arland malas.
Arula merasa sedih panggilan Arland untuknya sudah berubah. Dulu selalu dipanggil sayang, sekarang menggunakan kata lo.
"Tapi Ay, kamu ga pernah mau melakukannya sama aku" protes Arula.
"Itu bukan alasan lo bisa selingkuh seenaknya La"
"Iya aku minta maaf sayang, aku bener-bener khilaf" Arula memohon-mohon.
"Khilaf? Bukan cuma sama Dion lo begitu. Udah sering banget. Sekalipun gwe mau nglakuinnya, lo pasti tetap begitu sama yang lain. Gwe udah tahu semua" Arland menatap tajam."Tapi kamu cepet banget dapet penggantiku Ay, kamu bahkan nikahin dia" Arula mulai terbawa emosi.
"Berapa kali gwe ngajak nikah tiap tahunnya. Tapi apa jawaban lo?" Arland tak kalah emosi.
"Jal**g itu godain kamu pakai tubuhnya?" Arula mulai membawa-bawa Ica.Arula memang tidak berkaca, dia suka menjelekkan orang lain tanpa melihat perilakunya sendiri.
Arland semakin memuncak emosinya, ia tak terima istrinya disebut begitu.
"Stop La, jangan bawa-bawa istri gwe. Hubungan kita udah selesai, gwe nikahin dia setelah kita ga ada hubungan lagi.
"Ay, aku ga terima diputusin sepihak. Tujuh tahun kita sama-sama. Secepat itu kamu cari penggantiku. Kamu keterlaluan Ay" Arula mulai playing victim.
"Udahlah La, gwe males ngomong sama lo. Gwe harap jangan lo ganggu gwe apalagi rumah tangga gwe." Arland berusaha menurunkan emosinya."Tapi gimana aku hidup tanpa kamu Ay,," belum selesai Arula bicara, namu dipotong oleh Arland.
"Stop panggil gwe yang aneh-aneh La, sekarang jijik rasanya denger itu" Arland menatap Arula malas.
"Hiks,," Arula mulai drama kembali.
"Hikss,, hikss" tangis Arula semakin keras dan orang-orang di restoran itu mulai melihat ke arah mereka berdua.Arland yang malas segera bangkit dari tempat duduknya. Ia malas menanggapi drama Arula yang kekanakan.
"Oke,, oke Arland. Maaf, tolong tunggu. Aku masih perlu bicara sama kamu" Arula berhenti menangis dan buru-buru menahan kepergian Arland.
"Oke to the point aja. Maumu apa? Butuh uang?" Arland bertanya langsung. Sebenarnya karena inilah ia terpaksa mau menemui Arula meski tahu akan ada banyak drama dari mantannya."Gimana caranya aku hidup sama Ariel? Dulu kan kami hidup dari uang kamu. Sekarang bahkan Papa udah ga ngirimin kami sama sekali karena dianggap Ariel udah dewasa jadi udah bukan tanggung jawabnya lagi" jelas Arula panjang lebar.
"Kalau lo mau duit, ya kerja dong La" jawab Arland singkat.
"Aku ga mau kerja. Jadi biar aja si Ariel yang kerja" ucap Arula tanpa tahu malu.
"Lo gila ya La? Elu itu kakaknya, lo tega nyuruh adik lo yang masih kecil dan belum pulih dari sakitnya buat kerja. Lo sih gila" Arland tak tahan lagi.Dulu memang dia menghidupi Arula dan adiknya. Bahkan membiayai kemoterapi Ariel yang sempat mengidap kanker darah hingga dinyatakan sembuh. Meski sudah sembuh Ariel masih harus rutin kontrol.
Berbeda dengan Arula yang suka foya-foya dan malas bekerja, Ariel adalah sosok positif yang bertahan meski sekian banyak ujian datang dalam hidupnya. Makanya Arland menyukai sifat adik laki-laki Arula yang kini berusia 17 tahun. Arland telah menganggap anak itu sebagai adiknya sendiri. Andai saja Arula punya sedikit sifat seperti adiknya. Arland pasti merasa tenang.
"Uang dari hasil parttime nya si Ariel ga bisa nyukupin kebutuhan berdua. Bahkan buat jajan ku aja ga cukup Land. Jadi tolong lah kamu kasih Ariel kerjaan dikantormu, biar bisa kerja fulltime sekalian parttime" Ucapan Arula semakin memancing emosi Arland.
"Serah deh La. Bisa gila gwe dengerin lu lama-lama. Lu urus sendiri hidup lu. Jangan ganggu gwe lagi" Arland sudah menyerah dengan pembicaraan itu.Ia pun pergi meninggalkan Arula begitu saja. Kalau dulu sebelum Arula hamil anak Dion, Arland pasti dengan mudah memberikan uang tanpa perlu mendengar drama memuakkan.
Lebih baik dia tidak bertemu Arula lagi. Niatnya besok akan menemui Ariel saja. Semoga dia bisa membantu anak itu tanpa harus berhubungan lagi dengan Arula. Syukur-syukur kalau Ariel mau tinggal saja bersamanya dan menjauh dari kakaknya yang toxic.
Arland kembali ke apartemennya. Sesampainya disana ia sudah disuguhi Ica dengan berbagai hidangan. Dengan semangat mereka makan malam bersama dengan tenang.
Terimakasih sudah membaca.
Yuk, komen, kritik saran, dan masukannya!Terimakasih

KAMU SEDANG MEMBACA
Mengandung Bayi Bos
RomansArland yang patah hati memaksa Ica untuk bermalam bersama, menjadikan Ica mengandung bayi mereka Mohon maaf ini cerita dewasa ya